036

4.1K 151 0
                                    

Setelah dua bulan berlalu kematian Alexander, semua keluarga Pratama sudah pulang ke rumahnya masing-masing kecuali Rudy, Intan, Rena, Reyhan, Maxilliam dan Aisyah.


Surat terakhir dari Alexander yaitu, bahwa seluruh warisannya jatuh ke tangan kedua anaknya. Rumah yang berada di San Francisco di berikan kepada Maxilliam, karena ia merupakan anak laki-laki. Jika Naira, ia akan di bawa oleh suaminya yang tidak lain adalah Faishal.

Awalnya, Naira tidak ingin pulang ke Mesir. Namun, setelah di beri penjelasan bla.. bla.. bla.. akhirnya Naira bersedia untuk pulang ke negeri kinanah.

Untuk Dika sendiri, awalnya Maxilliam mengajak untuk tinggal bersama di San Francisco tapi ia berkata Mesir adalah tempat Abbi dari dulu. Di Mesir juga adalah tempat Abbi dan Ummi Al bersama. Abbi tidak mau meninggalkan rumah yang berisi kenangan Abbi bersama Ummi Almiera.

Jadilah, Maxilliam dan Aisyah yang tinggal dikediaman Alexander. Sedangkan Rena dan Reyhan tinggal bersama Rudy dan Intan di kediamannya.

Ada yang menarik, nih.

Dion memutuskan untuk menetap di apartement yang berada di San Francisco. Katanya, kalau di indonesia mah nggk ada temen. Jadi mending tinggal disini.

Alexander Company pun di wariskan kepada Maxilliam. Naira yang mendengar itu, ia tidak ada rasa iri terhadap adiknya. Bahkan, ia mendukung penuh untuk adiknya menjadi pemilik sekaligus CEO Alexander Company.

Berita kematian Alexander sudah tersebar kemana-mana, dan setelah diselidiki oleh Dika, Rudy, dan Samuel. Ternyata, adik dari Shah Yun lah yang dengan sengaja menabrak Alexander.

Ia mengaku bahwa dirinya benci terhadap kesuksesan Alexander.  Keluarga Shah Yun pun menyalahkan kematian Shah Yun kepada Alexander, Maxilliam, dan Naira yang memilih menjadi muallaf. Orang yang mencelakai Alexander sudah di tahan oleh polisi.

Beralih ke kediaman Alexander, dimana sore-sore seperti ini sudah ada tamu rusuh yang datang tidak diundang. Siapa lagi kalau bukan Dion beserta istri dan anaknya. Hanya Dion saja sih yang rusuh.

"Di minum, Bang, Mey," ujar Asiyah sambil membawa nampan yang berisi minuman.

"Hallo duo Alvin," canda Aisyah membuat Alvin cemberut.

"Iiish.. Onty yang Alvin kan uma aku. Dia mah Alvin," ucap Alvin yang susah nyebut nama Arvin sehingga terdengarnya seperti Alvin. Membuat semua orang terkekeh kecil kecuali Arvin kembarannya.

"Nah, itu kamu nyebutnya Alvin," tambah Maxilliam dengan bercanda.

"Iiish au ah, Alvin ambek," rajuk Alvin sambil melipat kedua tangannya dengan bibir yang cemberut. Membuat yang lainnya melepas tawanya.

"Hallo Arvin," sapa Aisyah dan Maxilliam barengan.

"Hallo," balas Arvin dengan wajah tanpa ekspresi.

"Hadeeeuh.. Anak gue yang satu ini kenapa dingin banget sih. Turunan dari siapa coba," ujar Dion geleng-geleng kepala tak habis pikir.

"Maas.. Nggk boleh gitu," tegur Meysa.

"Syah, kamu selama dua bulan ini suka ngidam apa aja?" tanya Meysa.

"Nggk tau, Mey. Perasaan aku belum pernah ngerasain efek ngidam. Yang ada nih ya--" ucapan Aisyah terpotong.

Uweek.. Uweek..

"Lah si Max kenapa?" tanya Dion heran yang melihat Maxilliam lari menuju wastafel dapur dengan tangan yang menutup mulutnya.

"Nah, kan. Belum juga aku sempet bicara udah kepotong aja. Nah itu, belakangan ini Mas Arfan suka mual-mual," jelas Aisyah sambil berlari menyusul Maxilliam ke wastafel dapur.

Aisyah ✔ (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang