"Pa, kita mau kemana sih?" tanya Areeyata ketika mereka mulai keluar dari batas kota.
Papanya tak menjawab, hanya tersenyum kecil.
Areeyata tidak berniat menanyakannya ulang, ia diam hingga akhirnya mobil yang biasa dipakai Areeyata berhenti.
Senyumnya mengembang begitu saja ketika melihat sebuah pohon besar yang teramat familiar baginya.
Mata penuh binar Areeyata tertuju pada hamparan danau berair tenang di depan sana.
Areeyata keluar dari mobil meninggalkan papanya yang tak ada hentinya tersenyum melihat sang putri sebahagia ini.
"Kamu rindu tempat ini?"
Melvin berdiri tepat di sebelah Areeyata yang tengah merentangkan tangannya ke hadapan danau.
"Sangat rindu." Areeyata masih merentangkan tangannya seolah menunggu alam balas memeluknya. "Pa, terimakasih sudah ajak Inka kesini lagi." gadis itu berhamburan ke pelukan sang papa.
"Sama-sama Inka, maaf papa baru bisa ajak kamu hari ini." ucap papanya ketika keduanya menyudahi acara berpelukannya.
"Terakhir kali papa lihat kamu tersenyum seperti ini adalah 10 tahun lalu ketika di Florida."
Dan papa menyesal sudah merubah kamu nak.
Melvin merutuki dirinya sendiri dalam hati, ketika melihat betapa malang nasib putri sematawayangnya itu.
Melvin yang sejak tadi menatap danau sambil memasukkan telapak tangannya ke dalam saku celana, kini mengambil posisi duduk beralaskan rerumputan di tepi danau.
"Florida memang luar biasa, bunga-bunga disana sangat menenangkan, tapi tempat ini jauh lebih nyaman bagi Inka." Areeyata duduk di samping papanya.
Gadis ber-jeans putih dan memakai hoodie peach itu, tidak melepaskan pandangnya dari danau dengan air yang tampak emerald dari kejauhan.
"Lihat, matamu benar-benar berbinar saat kamu tersenyum seperti sekarang ini, nak." papanya menjukkan layar ponselnya.
"Papa yang selalu bisa membuat Inka merasa sebahagia sekarang." Areeyata menatap papanya dengan senyuman tulus.
"Inka adalah anak paling beruntung karena Tuhan titipkan Inka kepada papa, Inka selalu bersyukur papa selalu mengerti apa yang Inka mau,"
"Papa selalu menjaga Inka sekalipun papa harus bekerja keras yang juga berujung di Inka-" Areeyata menyerahkan ponsel papanya yang digunakannya untuk melihat foto masa kecilnya yang sering berlibur keluar negeri.
"Nak, papa sayang sekali sama kamu, papa gak punya apa-apa lagi selain Inka." Melvin merasakan matanya mulia memanas.
"Papa gak mau kehilangan kamu." kata papanya merangkul putri sematawayangnya.
"Papa ambil makanan di mobil dulu ya." kata papanya menyeka ujung matanya yang berair.
Dijawab anggukan oleh Areeyata.
Sepeninggalan sang papa, gadis itu bangkit dan bermain-main di dekat danau.
Mengenang masa kecilnya yang suka sekali bermain di tempat itu.
Sebenarnya, lokasi ini memang dekat dengan rumah lama mereka, tapi mendadak papanya harus pindah, dan berakhirlah keduanya di kediaman yang sekarang.
Kalau pernah kau lihat kerlingan air
Itu lah cintanya
Kalau pernah kau dengar gemericik air
Itulah tegurnya
Kalau pernah kau raba dinginnya air
Itulah canggungnya
Kalau pernah kau rasa tawarnya air
Itulah harinya
Kalau kau tau berharga dan pentingnya air
Itulah papa
Aku hanya rumput kecil di bibir danau
Yang mengharap selalu dapat bersisian dengannya***
"Selamat malam, adiknya Kak Bin." suara itu berhasil membuat gadis yang tengah berdiri di dekat jendela, menoleh.
Ruangan itu lebih mirip kamar rahasia yang berada di bagian atas kamar utama.
Tangga kecil dibuat seolah menuju ke jejeran buku yang terpanjang di tepi atap, tapi sebenarnya ada pintu berbentuk persegi tidak begitu besar, yang menghubungkan keruangan yang dulunya tempat penyimpanan barang tersebut.
Ruangan itu didesain sendiri oleh Areeyata, ketika papanya menanyakan tentang konsep kamarnya saat membangun rumah ini.
Sambil menyiapkan sebuah teleskop, Areeyata menyambut kakak sepupunya.
"Malam, kak." sahutnya ramah.
"Nih, Kak Bintang bawakan martabak kesukaan kamu." sambil disodorkannya sebuah bungkusan putih.
"Makasih Kak Bin, oh iya ini teleskopnya sudah Inka siapkan." ucapnya kemudian.
"OK makasih banget ya Ka, beruntung banget kayanya kakak malem ini, langitnya lagi cerah, bisa jelas deh liatnya." tutur Bintang.
Areeyata hanya tersenyum kecil.
Sebuah pesan masuk di ponsel Areeyata yang diletakkan di atas bean bag hitam.
Filean Darren Dratama :
Re, kertas kuning yang lo maksud itu kaya gimana? Dikamar gue ada 2 kertas kuning, gue bingung
Gue gak akan lancang buat kedua kalinya.
Gue bakal bawa dua-duanya besok.
Gue cuma mau kabarin aja kalo di gue ada keras warna kuning
Areeyata kembali teringat kejadian hilangnya buku cokelat miliknya.
Ia kini duduk di bean bag tak jauh dengan Bintang yang tengah mengamati langit, di depan teleskop putihnya.
Filean Darren Dratama :
Oh iya, satu lagi, save nomer gue ya
Areeyata.V :
YaAreeyata memutar bola matanya, 'banyak permintaan sekali cowok ini' batinnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Bbeeeh gila ... mantep banget dah, panjang lebar gue, dibales 'Ya' doang." omel cowok yang heboh sendiri saat duduk di dapur model bar itu."Apa sih bang?" tanya seorang wanita yang tengah asik memasak.
"Hah? Gak papa tan, Tante Gina bikin apa sih?" tanyanya.
"Ini, bikin eksperimen aja." sahut wanita yang sedang sibuk dengan wajannya.
Filean meminum jus nya yang tersisa seperempat.
"Yaudah, aku kamar ya tan." ucapnya bangkit sambil meraih iPhone XS hitamnya.
"Bang, kalo ada papa kamu bilang, om belum balik malem ini." pesan wanita itu.
"Ok, siap bos." Filean pun berlalu dari dapur.
***
Double up hari ini🎉🎉🎉🎊
Keep commenting down below👇 🙏🙏🙏
![](https://img.wattpad.com/cover/189630254-288-k605796.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Areeyata [END]✅
Teen Fiction"17 tahun tanpa mama, saya sudah bahagia." Areeyata. "Kak Areeyata ya?? Aku mau nanti tutor bimbingannya Kak Areey." Shalum. "Ini buku lo kan? Tenang gue gak buka resep pinter lo kok." Filean. Start : 04/07/2019 End : 10/01/2020 {My 1st work}