Areeyata terus membuka lembar demi lembar kertas itu.
Beberapa kertas tergeletak di lantai, ia merasa mulai frustasi atas kertas-kertas itu.
Areeyata menelungkupkan wajahnya ke lipatan lengannya di atas meja.
Sayup-sayup Areeyata mendengar langkah kaki mendekat, yang kemudian diakhiri dengan suara sibakan kertas.
Cepat-cepat Areeyata mengangkat kepalanya.
Cowok jangkung itu sudah duduk manis di kursi sebelah Areeyata sambil memegang beberapa kertas yang tergeletak di lantai.
"Nih." Aga menyodorkan kertas-kertas itu.
"Ternyata lo juga jago main piano ya?" pujinya tapi tak dipungkiri bibirnya tetap membentuk garis lurus.
Areeyata tak kalah kaku hanya memunguti kertas-kertas yang berserak itu dan berniat membuangnya di tong sampah yang berada di pojok perpustakaan.
"Kenapa?" kata Aga berhasil menghentikan langkah Areeyata.
gadis itu mengernyit seakan bertanya 'kenapa apanya?'
Aga menyeringai, menunduk, dan menatap Areeyata lagi dengan lekat-lekat.
Ia berjalan mendekati Areeyata hingga tersisa jarak sejengkal saja.
"Jangan pernah benci orang di masa lalu, karena hujan pergi agar pelangi bisa muncul."
Aga memajukan wajahnya dan berbisik tepat di telinga kanan Areeyata.
"Buang kertasnya kalo lo yakin lo bisa hidup dalam kebencian selamanya."
Kemudian Aga pergi dengan langkah lebarnya.
Areeyata masih tidak bergeming dengan tatapannya yang menjadi kosong.
Pikirannya menyimak baik kata-kata dari kakak kelasnya yang super aneh itu.
"Inka." suara berat itu berhasil memecah lamunan Areeyata.
"Ngapain disini sih? Ayo mami nungguin kamu tau gak, yuk" Kaile kini meraih lengan Areeyata, serta diraihnya tas dan buku Areeyata yang ada di meja.
Areeyata ikut begitu saja dengan ajakan Kaile, berjalan lemas mengikuti langkah Kaile.
Setelah keduanya keluar dari pintu perpustakaan, di balik tangga menuju auditorium, Aga keluar menatap nanar punggung Areeyata.
***
"Hai sayang, duhhh cantik banget sih." wanita sosialita di hadapannya itu langsung memeluk sayang Areeyata.
"Tante suka banget liat Inka main piano tadi, haduh cantik banget, Kaile sampe-sampe gak kedip sama sekali tadi, coba cek kameranya pasti full memori gara-gara foto Inka lagi main piano."
Wanita itu terkekeh ria, Areeyata hanya balas tersenyum tipis seperti biasa.
"Untuk para hadirin mohon perhatiannya, untuk para siswa mohon menyiapkan kejutan sekaligus bunga untuk mama kita tercinta." kata MC kali itu.
Sontak ruangan yang riuh itu menjadi lebih riuh lagi.
Disekelilingnya, Areeyata melihat sekian banyak pasangan ibu-anak yang saling tersenyum simpul memegang bunga dan kotak kado.
Kecuali dirinya yang hanya duduk dengan lesu mengikuti acara semacam ini.
Sebenarnya tidak hanya Areeyata saja yang bernasib kurang beruntung, ada juga beberapa siswa yang tidak ditemani mamanya karena berhalangan hadir.
Areeyata ingin meninggalkan auditorium saat itu juga, namun karena alasan 'papa', membuat Areeyata kuat-kuat menahan sakit yang mengiris dadanya.
"Inka pindah ke depan yuk." ajak mami Kaile.
"Inka disini aja tante." jawab Areeyata.
"Tapi papa kamu pesen sama tante, kamu harus sama tante." tekankan mami Kaile.
"Iya tante duluan aja, Inka masih tunggu teman." alibi Areeyata.
"Yasudah, kalo selesai pokoknya kamu ke tante ya." ucap Alice, mami Kaile, dijawab anggukan oleh Areeyata.
"Kaile temenin Inka ya, mi." ucap Kaile.
"Gak perlu, kamu temeni Tante Alice aja." kata Areeyata.
"Gak pap-"
"Lagi pula acara intinya akan dimulai." kata Areeyata.
"Kaile, sudah ayo, Inka gak akan diambil sama orang lain ah kamu ini, ayo." ajak Alice lebih menggoda putranya itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Semua penghuni auditorium berpelukan haru dengan wanita penuh cinta mereka masing-masing.
Areeyata tampak tak peduli dengan tatapan kasihan dari orang-orang di sekitarnya.
Hatinya sudah terlalu kuat untuk sekedar iri terhadap hal semacam itu.
Areeyata tidak pernah melihat wajah sosok yang telah melahirkannya, bahkan ia bersikeras tidak ingin tau seperti apa wajah itu.
Bahkan kata 'mama' saja membuat hatinya makin mengeras, terlebih ketika tau bahwa sosok itu pernah berniat membuangnya.
Beruntung Tuhan memiliki takdir baik untuk Areeyata, papanya menyelamatkan Areeyata kala itu, dan terus merawat darah dagingnya seorang diri.
Areeyata tidak pernah merasakan pelukan seperti yang dilihatnya saat ini, ciuman di puncak kepala yang sepertinya menghangatkan, tapi tidak bagi Areeyata.
Seringainya merekah tatkala mendengarkan lagu yang dipersembahkan untuk ibu oleh seorang siswi sambil memberikan buket pada mamanya.
"Untuk semua teman-teman, sayangilah bunda kita dimanapun ia berada sampai kapanpun, karena tak ada cinta yang sempurna selain cinta mama." peluk ciumnya kepada sang mama.
Dalam hati Areeyata tertawa.
Tak ada cinta yang sempurna selain cinta mama katanya.. hahaaaa lucu sekali, tapi 'mama' itu punya cara sendiri menunjukkan cinta sempurna yang dimilikinya.
Areeyata sudah muak dengan bualan yang bertolak belakang dengan pahamnya itu, ia memutuskan untuk pulang, karena acara juga hampir selesai.
***
Au ah gajelasssz, udah lama banget ya aku gak up 🤭🤭
Baca juga cerita baruku, judulnya MISOPHONIA, baca juga cerita keduaku, MY TWINS~3T.Voment. And Dengkiu💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Areeyata [END]✅
Teen Fiction"17 tahun tanpa mama, saya sudah bahagia." Areeyata. "Kak Areeyata ya?? Aku mau nanti tutor bimbingannya Kak Areey." Shalum. "Ini buku lo kan? Tenang gue gak buka resep pinter lo kok." Filean. Start : 04/07/2019 End : 10/01/2020 {My 1st work}