30

2K 102 0
                                        

         "Kenapa lagi sih Ca, sama Dicky?" tanya Filean pada adik sepupunya yang beberapa saat lalu resmi jadian dengan sahabatnya.

"Ah males, katanya mau nungguin di depan kelas, sampai di parkiran pun dia gak ada." tutur Shalum.

"Oh iya, tadi gue suruh dia pimpin rapat mingguan basket gantiin gue." kata Filean.

"Tapi dia gak kabari Shalum, kak." ujarnya.

"Cerewet banget sih, iya ntar gue yang omongin sama Dicky, udah dibawa semua buku-bukunya? Jangan ada yang ketinggalan, buruan pulang, capek gue, puyeng." rentet Filean berjalan dengan cepat dari arah loker kelas 10.

Menuju parkiran.

Shalum terbirit-birit mengejar kakak sepupunya.

Di dalam mobil hitam milik Filean, "Itu yang anak baru, siapanya Kak Areeyata sih, bang?" Shalum menunjuk Areeyata yang tengah berjalan bersama Kaile di halaman sekolah.

Filean pun ikut menoleh penasaran.

"Gue gak tau pastinya sih, tapi kayanya mereka memang deket deh, soalnya pas pertama Kaile masuk, dia udah kenal sama Areeyata."

"Terus waktu itu gue juga pernah ketemu dia di rumah Areeyata." kata Filean sekarang mulai keluar dari halaman sekolah.

"Tapi Kak Areeyata kayanya gak suka gitu ya diikutin mulu sama Kak Kaile?" ucap Shalum.

"Kayanya." timpal Filean.

"Tapi ganteng sih Kak Kaile, hehhee, banyak banget yang deketin dia mulai dari anak kelas 12 sampe angkatan gue." ujar Shalum sambil memutar lagu di mp3 supercar Filean.

Cowok yang fokus mengemudi itu hanya mengangguk sekali.

"Belum sebulan dia pindah kesekolah kita udah banyak fans gitu." Shalum geleng-geleng kepala sendiri.

"Heh lu udah ada Dicky, inget." Filean menjitak kepala Shalum.

Gadis itu hanya merengut.

***

         "Areeyata ya? Ups sorry, Kak Areeyata ya?" tekankannya pada kata 'kak' sambil ia menyeringai.

"Kakak kelas yang sok manis, sok cuek, dan sok cantik."

"Gak usah munak deh lo, sok jual mahal banget, lo pikir lo menarik?!" gadis itu melihat Areeyata dari atas sampai bawah berulang kali.

Yang diajak bicara terus saja sibuk dengan aktivitasnya mengikat rambut di depan kaca lebar di toilet.

"Heh, lo denger gak sih?!" Leshia mendorong bahu Areeyata.

Gadis yang sejak tadi menatap lurus ke depan itu mengangkat dagunya, menatap pasti gadis yang baru saja mendorong bahunya.

"Saya gak pernah tau siapa kamu, dan saya tidak merasa seperti yang kamu ucapkan, maka dari itu saya gak dengerin kamu." tekankan Areeyata.

"Aisshh, tengil banget sih lo, gak pernah diajarin apa sama nyokap lo?" kata nya sekali lagi menyeringai menang.

"Kalo lo gak mau anak sesekolah tau, dan gak mau jadi bahan bully-an anak-anak, mendingan lo gak usah sok-sok-an deh di sini."

Air mata Areeyata jatuh ketika ia mengerjab, segera tangannya mengusapnya cepat.

Sekarang sudah pukul 2 dini hari, tapi Areeyata masih juga terjaga.

Ia duduk bersimpuh di lantai dan menyandarkan bahunya ke tembok pinggiran jendela.

Ditatapnya nanar keluar jendela yang terbuka sedikit.

Ia terngiang perkataan receh adik kelasnya yang tadi tak sengaja bertemu dengannya di toilet saat ia mampir ke toilet setelah ia menangis usai bertemu papanya dan Bu Andrea.

Di sekolahnya memang tidak asing lagi dengan labrak-melabrak serta bullying, meskipun sekolah bergengsi itu lebih menyeruakkan hal prestasinya di kalangan masyarakat, namun realitanya, bullying dan sebagainya masih kerap kali terjadi di sana.

Mata Areeyata sudah terasa lelah sehabis menangis sejak sepulang sekolah.

Kamarnya juga dikunci ganda.

Mulai dari papa, asisten rumah tangga, sampai kakak sepupunya —yang biasanya pembujuk handal untuk Areeyata— tak ada yang berhasil menjebol pertahanan Areeyata yang tengah berada di titik terbawah kekecewaannya.

***
Syelamad page🧡
Happy Sunday, everyone🤟

Areeyata [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang