Areeyata berdiri di bibir jalan sambil memeluk clipboard yang tadi diterimanya dari panitia.
Hujan mulai turun mengguyur, namun Areeyata tak peduli, ia tetap berdiri di bibir jalan menunggu bus
Areeyata menunduk menghindari tumpahan air hujan, dan sedetik kemudian ia melihat sepasang sepatu lèpèk berdiri tepat di sebelahnya.
"Setidaknya jangan buat mama nangis terus-terusan." kata cowok yang tadi bersama papanya dan Bu Andrea.
Areeyata masih bergeming sesaat sebelum tangannya ditarik oleh cowok itu untuk memasuki taxi.
"Eeuh." Areeyata tercekat saat ia duduk di jok penumpang berdua dengan cowok itu.
"Kayanya bus lagi gak lewat sini." sahutnya.
Ganjil sekali suasananya, legang dan sunyi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Turun dari taxi, keduanya berjalan beriringan, dengan gerimis halus yang terlihat berpendar-pendar terkena cahaya lampu kendaraan.
Kedua kalinya cowok itu menarik tangan Areeyata dan memasuki warung kaki lima yang memampangkan kepulan asap dari kuali besar disana.
"Kak Aga," akhirnya Areeyata bersuara untuk pertama kalinya.
"Ehm? Lo gak biasa makan di kaki lima ya? Tenang aja disini hiege-"
"Kakak, anaknya Bu Andrea?" tanya Areeyata.
Aga terkekeh kecil, sambil menyodorkan mangkuk soto yang baru saja diantarkan oleh abang pedagangnya.
"Nih." Aga juga menyodorkan amplop bunga-bunga.
Areeyata menatap Aga penuh selidik.
"Iya, gue yang selalu nyelundupkan surat di loker lo." akui Aga.
Areeyata menahan nafas mendorong surat itu mendekat lagi kearah Aga yang tadi menyodorkannya.
Aga menautkan kedua alisnya mengisyaratkan 'kenapa dikembalikan?'
Areeyata tak menanggapinya, dan fokus pada mangkuknya.
Untuk kedua kalinya Aga menyodorkan amplop itu lagi.
"Jangan sedih karena gagal di olimpiade tadi."
Areeyata melepas garpu dan sendok di pinggiran mangkuk.
"7 gak buruk kan, dari ratusan itu sudah bagus." ucap Aga membuka amplop yang tidak mau Areeyata buka.
Dua lembaran itu dipilinnya dengan jari jempol dan telunjuk kanannya.
***
Dari sebuah bioskop yang saat itu cukup legang, Areeyata menapaki anak tangga masih bersama dengan Aga.
Keduanya keluar dari gedung yang cukup menjulang itu, mereka berjalan disisi jalan.
Sebelumnya Aga mengajak Areeyata untuk naik taxi atau bus, tapi ditolak begitu saja oleh Areeyata.
Dan sekarang mereka sudah duduk di kursi taman yang dipenuhi lampu-lampu indah menghiasi taman yang di setting sedemikian rupa.
"Jadi kenapa saya ditinggal di panti?" Areeyata bertanya.
Aga menggigit bibir bawahnya.
Akhirnya pertanyaan itu keluar juga, sekali lagi Aga menarik nafas.
"Bagaimanapun kita saudara, gak perlu kaku mulai saat ini." sahutnya.
Areeyata cepat-cepat membuang muka atas jawaban Aga.
"Berhenti membual." tak acuhnya pada Aga yang sebenarnya adalah saudara seibu dengannya.
"Seperti di film August Rush tadi, mirip malah, mama bukan ninggal apalagi buang anaknya sendiri di panti, selama ini mama nyari kamu, papa kamu ... dan mungkin papa kamu dan kamu juga nyari mama." Aga terdiam sejenak, menghembus nafas perlahan.
"Mama sama papa kamu gak dapet restu dari orang tua mama, dan mama ketemu sama papa aku, 5 tahun menikah dan aku hadir melengkapi mereka."
"Tapi mama tetep gak bisa berpaling dari papa kamu, mereka akhirnya nikah."
"Pepatah memang gak pernah sembarang ngutip, sepandai-pandai tupai meloncat, pasti akan jatuh juga."
"Sepandai orang nyimpen bangkai bakal kecium juga bau nya, mama yang sempet ngilang dari kehidupan kami, akhirnya dibawa pulang sama opa."
"Yah, saat lari mencari persembunyian itulah kamu dititipkan untuk segera dijemput oleh papa kamu." jelaskan Aga.
Aga mendongakkan kepalanya, langit gelap, sisa-sisa hujan tadi masih bersiap menumpahkan air lagi.
"Gak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini, mama sama papa saling cinta, tapi gak bisa dipungkiri mama lebih cinta lagi sama papa kamu."
"Selama ucapan orang soal 'cinta tak harus memiliki' masih melekat di kamus manusia, maka mama lebih memilih pisah sama papa kamu, demi ... mempertahankan kamu." Aga menekankan pada kata demi.
"Demi saya?" Areeyata menyeringai masih dengan tatapan kosong.
"Hmmm, mungkin kamu melalui masa sulit sejak kecil, gak dapet yang aku dan anak-anak lain dapet-"
"Saya punya yang lebih dari mereka, termasuk kamu." Areeyata meniru cara bicara Aga.
Cowok itu menoleh, melihat gerakan cepat dari kakak tirinya itu, Areeyata juga menoleh masih dengan seringainya.
Tatapan mereka beradu.
"Saya punya papa yang luar biasa." tutur Areeyata masih beradu pandang dengan Aga.
"Tapi, mama gak pernah bahagia karena gak bisa ngerawat kamu selayaknya putri kandung."
"Memang begitu adanya, untuk apa menyesal." Areeyata tidak melepaskan tatapan dinginnya dari lawan bicaranya itu.
"Inka, kakak minta-"
"Sudahlah." kali ini Areeyata membuang muka lagi.
"Berbaikan dengan masa lalu bukan hal yang buruk Inka, masa lalu itu hanya sampai di masa lalu, sekarang urusan sekarang."
"Bagaimanapun, mama sayang sama kamu, mama cukup tersiksa selama 16 tahun belakangan." kata Aga mencari wajah Areeyata untuk ditatap.
"Hei ... jangan nangis, sejak kapan seorang Inka nangis?" Aga memegang kedua bahu Areeyata yang bergetar hebat dalam tunduknya.
"Iya Kak Aga tau, pasti berat hidup tanpa ibu, dan tiba-tiba kamu harus nerima keadaan kaya sekarang." Aga memeluk menenangkan adik seibu-nya itu.
"Saya gak tau harus sedih atau bahagia sekarang, saya benci diri saya sendiri." Areeyata menumpahkan tangis keduanya di depan orang lain.
Biasanya ia hanya mengasingkan diri di kamarnya, dan menangis ketika sepi.
Areeyata tidak membalas pelukan Aga.
"Jangan mempersulit posisi kamu, yang terpenting sekarang, kamu harus berfikir semuanya sudah berakhir, jangan lagi berfikir mama nelantarin kamu, kita semua sayang sama kamu." kata Aga yang membuat Areeyata sedikit lebih tenang.
"Kamu bisa sakit, baju kamu basah, sekarang pulang dulu ya." ajak Aga menyodorkan tisu setelah melepaskan pelukannya.
***
Nahlohhhh, ternyata Aga abangnya Areeyata dong🤭🤭
Sorry aku up malem-malem lagi🤣
Gatau kenapa males banget buat ngetik hari ini😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Areeyata [END]✅
Teen Fiction"17 tahun tanpa mama, saya sudah bahagia." Areeyata. "Kak Areeyata ya?? Aku mau nanti tutor bimbingannya Kak Areey." Shalum. "Ini buku lo kan? Tenang gue gak buka resep pinter lo kok." Filean. Start : 04/07/2019 End : 10/01/2020 {My 1st work}