Sudah lama tidak kudengar kabar tentangmu, mungkin memang kabar itu tidak berlaku lagi untukku. Tapi apa tidak boleh jika aku juga ingin melihatnya. Sekadar memastikan bahwa saat ini kamu sudah baik-baik saja, bahagia, bersama dia yang katamu pusat semesta. Paling tidak meski bukan aku yang dituju, aku masih bisa tahu keadaanmu.
Semenjak kepergianmu, kamu semakin angkuh. Bukannya kita sudah berjanji untuk tetap baik-baik saja, tapi nyatanya kalimat itu runtuh. Baik-baik yang kutawarkan dibalas dengan cabik-cabik menyakitkan. Padahal seharusnya aku yang merapuh, kenapa jadi kamu yang gaduh.
Semua yang telah kulakukan dibalas dengan tiket pengasingan. Entah kapan akan bertemu, entah sampai kapan akan menyumbat seteru. Yang kutahu, kamu meninggalkanku tanpa kesempatan untuk melontarkan pertanyaan. Tanpa pernyataan, aku takut ada yang sedang kamu sembunyikan.
Aku hanya ingin semuanya kembali baik, seperti pertemuan kita yang apik. Jika memang tidak sekarang, barangkali masa yang akan datang.
Ingat, kita pernah mengusik tenangnya petang. Jadi, aku harap kabarmu segera datang, meskipun dalam wujud kerlipan kunang-kunang atau undangan.
-Jurnalysa,
11 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Tak Bertuan
PuisiSebuah celotehan perempuan yang sedang menikmati luka dengan istimewa. 🏵10 Okt: 01 - Puisi Amatir