6 - Setelah Sah

4.8K 291 3
                                    

"Pada apa yang tak sejalan,
semoga dapat kita selesaikan dengan baik.
Pada dua perasaan yang belum saling melebur,
mari kita belajar menumbuhkan rasa"

---------------------------------

-RAHMAN-

16 Juni 1995

Salah satu tanda sempurnanya menjadi lelaki adalah dengan menikah, menurutku. Sedari tadi perasaanku sudah tak karuan, tak tenang, membuatku hilir mudik di ruang depan. Aku menerawang banyak hal untuk beberapa jam ke depan. Khawatir ijab qobul itu tak lancar, salah merapal namamu, atau tiba-tiba bibirku kelu tak bisa berkata apapun saking tegangnya. Semua kemungkinan itu besar peluangnya, kan?

Tapi bapak bilang, semua akan berjalan lancar jika segustiku pun dominan demikian. Maka, segugup apapun aku mencoba mempraktikan kata-kata bapak, belajar berpikir positif bahwa semua akan baik-baik saja.

Perjalan menuju rumahmu terasa amat cepat, Sri. Padahal aku masih belum 100% siap menjalani hari ini.

Aku langsung disambut hangat oleh Ummi mu dengan kalungan bunga melati putih. Tak lupa sambutan puluhan petasan dan kembang api terdengar amat meriah meramaikan suasana. Aku tak melihatmu, lebih tepatnya belum melihatmu. Apakah kamu setegang aku, Sri? Atau memang pernikahan tanpa cinta memang membuat tegang? Ah entahlah....

Pukul 09.15 akad itu telah dilangsungkan. Alhamdulillah aku merapal ijab qobul itu dengan lancar tanpa cela, ya meski aku tak dapat berbohong, keringatku bercucuran begitu dahsyatnya.

Saat kata "sah" memenuhi langit-langit aula, aku sempat menengokmu sebentar Sri. Kamu menangis jika aku tak salah lihat? Kenapa? Haru, kah? Atau menyesal dan sesak, karena akhirnya pernikahan ini terjadi juga? Semoga bukan opsi kedua alasanmu menitikan air mata.

Setelah akad selesai, aku memberanikan diri menghampirimu, tak elok rasanya bagi para tamu undangan melihat dua mempelai saling dingin tanpa sapa. Kamu tersenyum, semoga bukan senyum terpaksa ya!

Uluran tanganmu, kecupan pada tanganku olehmu adalah apa yang membuat saraf-saraf perasaanku mengerjap. Dan maaf Sri, jika aku lancang mendekatkanmu padaku. Aku hanya ingin membaca doa yang nabi sunahkan setelah menikah itu. Dan mengenai kecupan dikeningmu, semoga kamu ridho dan tak marah dikemudian hari.

Setelah hari ini, kamu adalah tanggung jawabku. Kita adalah tim. Aku ketuanya, dan kamu wakilnya. Pada apa yang tak sejalan, semoga dapat kita selesaikan dengan baik. Pada dua perasaan yang belum saling membaur, mari kita belajar menumbuhkan rasa.

***

Resepsi pernikahan berlansung sampai jam dua belas malam. Tamu undangan amat membludak, bagaimana tidak, rekan bisnis bapak, abahmu, juga rekan bisnisku dan murid-muridku datang membludak. Berdiri menyambut selamat dan doa-doa dari para tamu undangan ternyata amat menyiksa fisik, semakin sore semakin lelah itu nyata terasa. Semoga kamu kuat, begitupun aku.

"Kau mau minum, Dik?" Tanyaku sambil menyodorkan segelas air putih padamu.

"Terima kasih, Mas" ujarmu sambil menerima gelas itu dari tanganku.

Dan itu adalah percakapan pertama kita, sebelum percakapan-percakapan selanjutnya.

Dari resepsi ini kita harus belajar, Dik. Dimana suatu hari kita bersitegang dan saling egois ingin membelah diri masing-masing pada perjalanan rumah tangga kita, semoga kita selalu ingat momen hari ini. Saat orang-orang baik melangitkan doa-doa cantiknya untuk pernikahan kita, yang tak boleh kita sia-sia kan.

Selamat resmi menjadi istriku,
Meski awal tanpa rasa,
Semoga itu tak menghalangiku untuk memuliakanmu.

***

Ditulis pertama kali di buku pada 24 Juni 2019. Dan disalin di wattpad pada Rabu, 14 Agustus 2019, selesai tepat pukul 07.45~ dengan suasana pagi yang masih dingin, namun tak akan pernah sedingin kamu hehe

Rahman mau berusaha meleburkan perasaannya bareng Sri nih, kira-kira berhasil gak ya?

Untuk orang yang lahir 16 Juni 1995, aku minta izin meminjam tanggal lahirmu disini. Terima kasih.

Mimilel

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang