29 - Obrolan Padat pada Pertemuan Singkat

7.2K 351 33
                                    

"Setiap perempuan,
Inginkan satu raja,
dengan satu ratu saja"

--------------------------------

-SRI-

Sudah seminggu Mas Rahman tak pulang ke rumah. Anak-anak beberapa kali menanyakan keberadaan ayahnya itu, dan jawabanku pada anak-anak adalah Mas Rahman sibuk menyelesaikan masalah di kantor utama. Lebih tepatnya bukan kantor utama, melainkan istana keduanya yang dibangun tanpa persetujuan kita--dan aku tak mungkin mengatakan yang sejujurnya pada mereka. Sedikit ngilu juga sebenarnya saat kalimat itu berhasil aku lontarkan. Aku bukan berniat menutupi semua ini dari anak-anak, toh mereka sudah tahu ayahnya menikah lagi, sampai disini saja harusnya mereka paham.

"Ci, udah lama nunggu?" Tanya seseorang yang suaranya sontak membuyarkan lamunanku.

Aku menatap pemilik suara itu, tersenyum menggeleng. Memeluknya sebentar, kemudian menyuruhnya duduk.

Hari ini aku berada di sebuah cafe klasik di daerahku, memenuhi janji temu dengan sahabat lamaku, Elly.

"Apa kabar, Ell?" Tanyaku memulai percakapan.

Dia tersenyum samar sebentar, "Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak baik-baik saja, Ci" jawabnya jujur.

Elly memang biasa memanggil aku dengan sebutan Ci sejak SMA dulu.
"Jadi apa yang terjadi?" Tanyaku tanpa basa basi.

Elly terlihat membuang napasnya kasar, dengan raut wajah sedikit gusar.

"Aku jadi istri kedua dari Mas Indra" ujarnya dengan menggigit sedikit bibir bawahnya.

Mataku membelalak spontan demi mendengarnya.

"Kok bisa?" Responku kemudian.

"Ya begitulah, Ci. Semua mengalir seadanya, seiring kebiasaan. Mas Indra sering terikat kerja bareng aku, terlebih kan kami satu kantor. Intensitas pertemuan kami banyak. Aku perempuan single, dan dia lelaki yang bisa leluasa punya lebih dari satu istri. Dan begitulah, akhirnya kami menikah" jawab Elly panjang lebar.

Rasanya aku ingin melempar gelas matchalate ku pada kepala Elly. Enteng sekali dia bilang lelaki leluasa punya lebih dari satu istri.

"Dan masalahnya?" Tanyaku lagi, setelah saling diam beberapa saat.

"Orangtua Mas Indra tidak menerimaku dan memaksa dia untuk mengakhiri semuanya" jawabnya.

Aku menarik napas perlahan, Allah kenapa sepekan ini aku harus berurusan dengan orang-orang yang berkaitan dengan poligami, tanyaku dalam hati.

"Kenapa pernikahan itu bisa berlangsung jika sedari awal orangtua Indra berat pada restunya?" Tanyaku sedikit sebal, Elly terlalu banyak menggantung ceritanya.

"Dulu mereka setengah merestui semuanya, Ci. Tapi lambat laun ibu mertuaku melihat kesedihan sering menguar pada wajah istri pertama Mas Indra, dari sanalah muasalnya semua kerumitan itu. Mas Indra terlalu menyayangi ibunya, Ci. Sekalipun aku tahu dia teramat mencintaiku, tapi ibunya itu harga mati bagi hidupnya"

"Kalian berpisah?" Tanyaku refleks, yang beberapa menit kemudian kalimat itu aku sesali meluncur terlalu mudah begitu saja.

Elly hanya mengangguk menjawab pertanyaanku itu.

"Aku turut berduka cita dengan apa yang menimpamu ini, Ell. Tentu kamu paham dengan konsekuensinya sedari awal bukan?" Tanyaku kemudian.

"Aku jauh lebih dari sekedar paham. Tapi tetap saja saat aku merasakan semuanya sendiri, rasa sakit itu tetap terasa juga, Ci" lirihnya dengan suara lemah.

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang