"Apalagi yang bisa menahan kaki ku untuk bertahan dalam hubungan ini, izin dari pemilik kunci hati sekalipun tak berarti, jika hati itu sendiri menolak untuk aku tinggali"
---------------------------------
-MARYAM-
Aku tahu, sebagian dari kalian pasti amat membenciku. Aku yang telah merusak semua kemanisan Mas Rahman dan Mbak Sri, aku yang telah mencuri waktu Mas Rahman bagi Mbak Sri, aku yang telah menambah banyak natrium klorida pada hubungan mereka. Salahkan saja aku, tak mengapa. Tapi aku minta tolong, kalian harus tahu dulu satu rahasia kecil kesepakatan aku dan Mas Rahman sebelum menikah.
Pertemuan pertamaku dengan Mas Rahman terjadi di depan kantor bisnis properti lelaki itu. Saat itu aku dengan Mas Beno sedang berjalan tak karuan. Mas Beno suami ku yang kedua, lelaki yang susah sekali menerapkan kata dan perbuatan lembut dalam interaksinya. Semua bermula di sana, Mas Beno sedang menarik tanganku secara paksa. Satu dari karakter Mas Rahman yang aku ketahui sejak saat itu, dia lelaki baik hati dan mudah peduli pada orang lain.
"Jangan berlaku kasar pada perempuan!" Ucapnya seraya menghampiri Mas Beno dan aku yang sedang berjalan terseok-seok.
Langkah kaki kami spontan terhenti. Mas Beno mengendurkan pegangannya pada tanganku, ia menatap tajam lelaki disebrangnya itu dengan geram.
"Kau tak berhak mencampuri urusanku!" Ucap Mas Beno kesal.
Lelaki disebrangku itu malah tersenyum simpul, "Kau memang tak berubah sejak dulu, Ben! Selalu saja frontal!" Ucapnya santai.
Beberapa bulan kemudian, aku tahu Mas Rahman kakak tingkat Mas Beno di kampus dulu. Pertemuan pertama hanya terjadi seperti itu, tak ada tegur sapa antara aku dan Mas Rahman.
Pertemuan kedua dengan Mas Rahman terjadi di pinggir jalan raya. Entah bagaimana dia selalu muncul disaat-saat suasana genting antara aku dan Mas Beno.
Saat itu malam hari, sekitar pukul sebelas. Aku dan Mas Beno baru saja pulang dari sebuah restoran makanan jepang dengan berjalan kaki, setelah acara makan malam dengan teman-temannya. Kunci mobil Mas Beno disita pihak restoran karena dia lupa membawa dompet. Semua uang, kartu kredit, ktp dan kartu-kartu penting lain milik lelaki itu ada didompetnya. Dan pihak restoran menolak menjadikan handphone Mas Beno sebagai jaminan. Naasnya, malam itu tas ku yang berisi dompet dan handphone juga tertinggal di rumah, akibat dari Mas Beno yang memaksa ku buru-buru saat berangkat. Dan karena hal tersebut, lelaki itu merepet mengeluarkan kata-kata kasar sepanjang perjalanan pulang kembali ke rumah.
"Dasar bodoh! Perempuan tak berguna! Istri tak becus! Tak teliti!" Ceracaunya dengan terus memegang kasar pergelangan tanganku.
Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku, selain mataku yang perlahan mulai menitikan satu dua kristal bening.
Seperempat perjalanan, kaki ku mulai terasa pegal tak karuan, dan aku spontan menghentikan langkahku yang juga secara tanpa sadar memberhentikan langkah Mas Beno juga.
"Jangan manja, bodoh! Disini tak ada taksi!" Tegasnya dengan menatapku sengit.
Aku hanya diam mematung, memejamkan mataku sesaat kemudian membuang napasku kasar.
"Aku lelah, Mas!" Ucapku lemah.
PLAKKK..
Satu tamparan mendarat sempurna dipipiku. Terasa panas sekali, terutama pada ulu hatiku."Semua kelelahan ini kau yang buat! Coba jika kau tak ceroboh!" Tegasnya lagi.
Aku hanya menunduk lemah. Bagaimanapun jalanan malam itu masih menyisakan lalu lalang beberapa orang. Bagaimana jika orang-orang tersebut berprasangka yang tidak-tidak terhadapku, pikiranku berkecamuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf
Storie d'amoreTentang sebuah kisah cinta rumah tangga sepasang anak manusia yang bermula saling dijodohkan, hingga akhirnya sama-sama saling menghargai, sama-sama belajar menumbuhkan cinta. Dan saat cinta itu telah tumbuh sekitar 21 tahun dalam biduk rumah tangg...