8 - Sama-sama Belajar

4.2K 246 0
                                    

"Menikah adalah sekolah,
Belajarnya setiap hari.
Maka, semoga aku tak pernah bosan belajar dan tak lupa untuk terus belajar"

--------------------------------

-RAHMAN-

Pernikahan tak banyak mengubah rutinitas harianku. Pagi aku ke sekolah, siang menjelang sore sesekali melihat bisnis properti ku. Itu pun tak setiap hari, mengingat aku sudah mempunyai tangan kanan disana. Dan sebelum pergi ke peraduan, aku selalu berusaha sudah sampai di rumah tepat waktu.

Yang berbeda setelah menikah adalah setiap bangun tidur aku mendapati seorang perempuan yang sedang terlelap disampingku. Atau ketika aku akan berangkat bekerja, ada yang mencium tanganku dan melepas aku pergi diambang pintu.

Satu tahun pernikahan, aku dan Sri sudah mempunyai rumah. Kadang kerap kali aku merasa bersalah jika pulang terlalu larut malam, aku khawatir dia kesepian. Meskipun dia tidak pernah berterus terang perihal itu. Tapi aku cukup paham. Dia menolak aku hadirkan pembantu di rumah, selagi dia bisa katanya, dia ingin ganjaran surga itu. Jujur sebagai lelaki aku terharu mendengarnya.

Dan menginjak satu tahun menikah dengan Sri, aku sudah sedikit banyak mengenal bagaimana perempuan itu. Dia orang ke dua yang amat khawatir saat aku pulang terlambat setelah ibu. Bahkan Sarah pun kalah olehnya.

Pernah suatu ketika, malam itu aku pulang sekitar pukul sebelas, karena ada beberapa hal yang harus aku selesaikan di kantor utama bisnisku itu. Dan saat sampai di rumah, tepat ketika memasuki ruang depan aku mendapati seorang perempuan tengah tertidur di sofa. Dan itu adalah Sri. Tanpa berniat membangunkannya, aku bergegas mengambil selimut dan sebuah kasur lantai. Aku menemani Sri tidur di ruang tamu malam itu.

"Mas semalam pulang jam berapa?" Tanya nya pagi hari.

"Jam sebelas, Dik. Maaf tak sempat memberi kabar dulu. Sampai membuat kamu ketiduran disini" jawabku sedikit merasa bersalah.

"Iya tak apa, Mas. Tapi jangan diulang ya, aku khawatir" ujarnya.

Dan kantuk ku hilang seketika demi mendengar penuturannya barusan. Sri khawatir padaku? Apakah aku sempat mengkhawatirkan perempuan itu tadi malam?

"Lalu kenapa Mas tak bangunkan aku?" Tanya nya memecah lamunanku.

"Mas tidak tega, Dik. Kamu sudah pulas sekali tadi malam"

"Mas harusnya bangunin aku. Mas kan cape, pasti belum makan malam. Gak elok rasanya, pulang kerja harus ngangetin makanannya sendiri" ujarnya lagi.

Dan pagi itu, aku bersyukur untuk banyak hal. Untuk napas yang masih Allah anugerahkan. Juga untuk kesempatan mengenal Sri dan segala kebaikkannya.

***

Ibu sudah menyarankan agar rumah kami segera diisi oleh anak-anak, terlebih beliau pun menginginkan untuk segera menimang cucu. Aku dan Sri sendiri sejak awal menikah memang tak mempunyai program menunda kehamilan. Hanya saja sejauh ini hilalnya belum terlihat. Semoga lambat laun sambil terus memantaskan diri, Ia lekaskan.

"Kamu ingin punya anak berapa, Dik?" Tanya ku pada suatu malam di meja makan kami.

Dan dia sedikit tersedak mendengar pertanyaanku, dengan sigap aku langsung menyodorkan satu gelas air putih padanya.

"Empat mungkin boleh ya, Mas" jawabnya kemudian.

"Tidak terlalu sedikit, Dik?" godaku, yang langsung membuat pipinya memerah.

"Memang Mas maunya berapa?" Tanyanya kemudian.

"Tujuh atau sebelas mungkin" jawabku bercanda.

"Boleh sih, Mas. Tapi setelah kelahiran anak ke empat, Mas yang hamil gantiin aku ya!" ujarnya dengan diakhiri tawa renyahnya.

Dan aku spontan ikut tertawa demi mendengar kalimatnya itu.

***

Ditahun pertama membina rumah tangga ini, aku banyak belajar. Belajar tak egois, belajar memahami, belajar menghargai, belajar tetap sabar, belajar merasa cukup, dan pastinya belajar menjadi suami yang baik. Karena kata Mbak Sinta Yudisia dalam sebuah novel yang sempat Sri beli dan tanpa sengaja aku baca beberapa lembar, menikah adalah sekolah belajarnya setiap hari. Maka semoga aku tak pernah bosan belajar dan tak lupa untuk terus belajar.

***

Sukabumi, 14 Agustus 2019
Sebagian ditulis pada 25 Juni 2019.
Adegan tidur di ruang tamu dan makan malam ditulis 14 Agustus 2019, tanpa ditulis di buku terlebih dahulu.

Rahman tuh kayaknya tipikal lelaki dingin-dingin sweet gitu ya. Sementara Sri, kayak es krim yang mudah banget cair.

Mimilel

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang