25 - Dibalik Pertemuan

7.1K 387 15
                                        

"Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, sehelai daun yang jatuh pun tak luput dari pengawasanNya, apalagi sebuah takdir pertemuan"

--------------------------------

-SRI-

Sudah satu jam aku menunggu Hasna mengerjakan tes, rasanya suntuk sekali. Menunggu sendirian, disebuah taman kampus yang bisa dibilang teramat luas. Sementara dijadwal yang tercantum, tes Hasna dicanangkan menghabiskan waktu sekitar 3 jam, itu artinya dua jam ke depan aku harus tetap bersabar.

Sambil sesekali menyeruput matchalate ku yang tadi aku beli di kantin kampus, sesekali aku membagi pandang pada sekeliling. Aku memang tak sendiri sebenarnya, karena nyatanya di taman ini ku temui banyak orang ada disini. Mungkin sebagian dari mereka adalah para orang tua seperti ku, yang pergi ke sini untuk mengantar tes anak-anaknya.

Aku menyesap wangi matchalate ku yang mulai dingin, dulu aku ingat sekali saat aku seleksi masuk perguruan tinggi negeri, aku berangkat sendiri tanpa Abah maupun Ummi. Abah tak bisa mengantar karena urusan pekerjaan, sementara Ummi tak bisa menemani karena kondisi badannya yang tidak memungkinkan. Saat itu rasa percaya diriku sedikit meluruh melihat teman-teman sekeliling ku disemangati orangtuanya. Itulah alasannya kenapa tadi pagi aku sedikit bersikeras pada Mas Rahman, aku ingin Hasna tak seperti ku. Dan setidaknya hari ini Hasna jauh lebih beruntung daripada aku, meski Mas Rahman tetap tak bisa menemani. Semoga dengan hadirku saja Hasna mulai belajar untuk selalu merasa cukup, mengingat Ayahnya bukan seutuhnya lagi milik keluarga kecilku.

***

"Mbak Sri, kan?" Tanya seseorang tiba-tiba di depanku.

Seorang perempuan dengan gamis cokelat tua dengan khimar warna senada. Aku mencoba mengingat-ngingat sosok didepanku itu.

"Aku Retna, Mbak..hehe. Mbak lupa ya?" Tanyanya lagi seperti bisa membaca ekspresi bingungku.

Retna. . Retna, aku mencoba membongkar memori lama perihal nama itu. Dan setelah berjuang beberapa saat, akhirnya aku ingat, dia adik tingkatku  dulu di kampus yang juga satu organisasi denganku.

""YaAllah, Na. Maaf, Mbak sampai nggak ngenalin kamu. Udah lama juga kan gak ketemu" ujarku kemudian sambil memeluknya.

"Gapapa kok, Mbak. Aku ngerti" lirihnya, kemudian dia duduk disebelahku.

"Kok bisa kamu ada di sini?" Tanyaku kemudian.

"Nganter anak tes, Mbak. Mbak sendiri nganter juga?" Tanyanya.

Aku mengangguk, tersenyum.

"Mas Rahman mana?" Tanyanya lagi.

"Gak ikut, lagi ada kerjaan" jawabku singkat.

"Hehe.. tumben aja nggak barengan. Biasanya kan nempel kayak surat sama perangko" ujarnya dengan sedikit cengiran khasnya selama ini.

Aku tersenyum samar mendengarnya, "Udah gak zaman" celetukku dengan tawa yang sedikit dipaksakan. Dan dia ikut tertawa, lepas.

"Oiya, kamu sendiri sama siapa berangkat? Andri mana?" Tanyaku pada Retna, setelah terjadi keheningan beberapa saat diantara kami.

Air muka Retna tiba-tiba berubah setelah mendengar pertanyaanku. Apakah ada yang salah? Tanyaku dalam hati.

"Aku udah pisah, Mbak. Sejak setahun yang lalu" jawabnya dengan suara pelan.

Dan aku tak bisa mencegah kekagetanku untuk tak tampak didepan Retna. Bagaimana mungkin Retna dan Andri berpisah, mereka pasangan fenomenal zaman kuliah dulu dengan segala keromantisannya yang terkenal seantero kampus, terutama setelah pernikahan yang mereka langsungkan di semester lima.

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang