"Salah satu hal tersulit di dunia ini adalah memilih pilihan diatas pilihan yang telah kita pilih"
---------------------------------
-RAHMAN-
Aku menaiki tangga cafe dengan langkah santai, sambil sesekali mengikuti alunan lagu lawas Sheila on 7 yang memang menguar di ruangan ini. Rapat tadi pagi telah menyita sebagian besar pemikiranku, dan bertemu Sri saat ini adalah pilihan yang baik untuk kembali menjernihkan pikiran yang kusut itu.
Aku membagi pandang pada sekeliling, mencari keberadaan super bunda dari anak-anak ku itu. Dan mataku tertuju pada seorang perempuan bergamis hijau botol dengan kerudung abu-abu dekat jendela tengah berhadap-hadapan dengan seorang perempuan yang tepat membelakangiku. Tanpa sengaja mata kami beradu, Sri dengan kerudung abu-abu dan mata teduhnya tersenyum padaku, kemudian melambaikan tangan dan kaki ku refleks menghampirinya.
"Assalamualaikum, Dik" sapaku sesaat setelah tiba disampingnya, dan dia langsung mencium tanganku seraya menjawab salam.
"Duduk, Mas" pintanya.
Aku duduk disebelahnya, menyimpan tangan ku dibelakang kepala lalu memejamkan mata.
"Mas kok malah tidur" gerutunya terdengar jelas ditelingaku.
"Mas kan sudah bilang, Mas cukup jadi nyamuk pada pertemuan ini. Mengobrollah dengan leluasa, bangunkan ketika semuanya sudah selesai" ujarku dengan mata tetap terpejam.
Sri terdengar membuang napasnya kasar, "Mas, ayo buka mata! Coba lihat siapa yang ada di depan kita" pintanya dengan tangan menyentuh lenganku lembut.
Aku dengan sedikit rasa malas perlahan membuka mata. Lagian siapa yang di sebrang meja ini selain perempuan yang terus menunduk sejak aku datang tadi, gerutuku dalam hati.
"Berhentilah menunduk begitu, Mar!" Tegas Sri, yang jelas kalimat itu tidak ia tujukan padaku.
Aku memandang Sri perlahan, apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan ia seperti mengerti maksud pandanganku hanya memberikan isyarat agar aku memandang ke arah sebrang meja kami.
"Mar... Maryam" ucapku dengan sedikit terbata-bata. Aku tak dapat menyembunyikan kekagetanku sedikitpun. Bagaimana mungkin dia bisa ada disini. Aku menarik napasku perlahan, Sri dan Maryam pasti melihat wajahku amat pucat kali ini.
"Bagaimana... bagaimana.."
"Aku yang memintanya kemari. Kita selesaikan semuanya disini" tukas Sri memotong kalimatku.
Dan aku hanya bisa mengusap wajahku kebas. Rasanya rapat tadi pagi jauh lebih baik dibanding pertemuan ini.
Suasana menjadi teramat canggung tak tertahan, terlebih setelah kekagetanku yang pasti masih tergambar dengan jelas.
"Hai, Mas" sapa Maryam kaku.
Ku lihat kedua matanya sembab, sepertinya tangis hebat telah terjadi sebelum aku tiba disini.
Aku mengusap kembali wajahku.
"Hai, Mar" balasku menjawab sapaannya. Bagaimana mungkin aku tak mengenali sosoknya saat tiba tadi. Argh.
Hening kembali menjalar beberapa saat, menyisakan degup jantung ku yang tak karuan, Sri yang beberapa kali menarik napasnya panjang, juga Maryam yang terus membuang pandang.
"Aku mengundang Mas kemari untuk memutuskan semuanya" ujar Sri memecah hening sambil menatapku lekat, ku lihat raut lelah terpancar amat jelas dari wajahnya.
Aku menghela napas sebentar, menatap Sri sesaat, semua terlalu mendadak bagiku, dan itu cukup membuat pikiranku tak bisa berjalan kritis.
"Kamu sudah tahu apa yang akan Mas pilih bukan, Dik?" Tanyaku pada Sri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf
RomansaTentang sebuah kisah cinta rumah tangga sepasang anak manusia yang bermula saling dijodohkan, hingga akhirnya sama-sama saling menghargai, sama-sama belajar menumbuhkan cinta. Dan saat cinta itu telah tumbuh sekitar 21 tahun dalam biduk rumah tangg...