"Dan hilang adalah opsi yang tepat, untuk menguji seberapa berarti seseorang dalam hidup kita"
--------------------------------
-RAHMAN-
Hari pertama tanpa Sri, aku meringis saat bangun tidur. Ku dapati sisi sebelah tempatku tidur, kosong. Biasanya saat aku bangun ku dapati senyum itu indah merekah, menjadi pemandangan khas dari subuh-subuhku. Ya, meski sesekali kadang wajah Maryam yang hadir. Aku sedikit ngilu mengingat nama Maryam. Semua kekacauan ini bermula darinya.
Saat memasuki dapur, biasanya aku akan memeluknya dari belakang. Dan kebiasaannya adalah diam membeku, seperti baru pertama kali menerima pelukan itu dariku, padahal kita sudah melakukan jauh dari itu.
"Mas, malu. Nanti dilihat anak-anak" komentar yang sering Sri lontarkan padaku saat memeluknya.
Dan aku mengalah dengan melepaskan pelukan itu."Mas mau sarapan apa pagi ini?" Tanyanya setiap pagi.
Dan jawabanku seperti sudah terekam dengan jelas di otak, membuat lidahku akan dengan refleks mengatakan "apa saja, Dik. Asal itu buatanmu"
Dan Sri tersenyum.
Aku menghela napas berat, kenangan dengan Sri melintas begitu saja. Saat ini aku memang sedang berada di dapur, tanpa melakukan apapun selain membiarkan putaran memori itu mengejekku seenaknya. Setiap sudut rumah ini memang mempunyai kenangan tersendiri antara aku dengan Sri.
"Yah, Haikal lapar" tiba-tiba si bungsu mengagetkanku dari belakang.
"Ah iya sayang. Duduk dulu disana. Ayah masakin nasi goreng sebentar ya!" ujarku dengan ekspresi senormal mungkin. Jujur aku kaget dengan kemunculannya yang tiba-tiba, belum lagi pikiranku yang belum terkumpul sempurna.
"Haikal pengen sarapan sama ayam goreng kayak buatan Bunda!" rengeknya manja.
Dan aku hanya bisa mengambil nafas dengan mata sedikit terpejam. Bagaimana pun Sri memiliki tempat tersendiri di hati anak-anak yang tak akan pernah bisa digantikanku.
"Ayamnya abis. Ayah belum belanja. Nanti Ayah beli dulu ke pasar. Sekarang gapapa kan Haikal makannya nasi goreng dulu?" Tanyaku pada Haikal setelah memeriksa persediaan bahan makanan di kulkas.
Ku lihat ekspresi kecewa pada wajah polos itu. Dan aku semakin merasa bersalah atas semua ini.
"Yah, Bunda kenapa nginepnya gak ngajak Ikal sih? Bunda curang masa cuma Kak Nana sama Kak Ima aja yang diajak, Ikal sama Bang Hafidz katanya gak boleh ikut?" Tanyanya polos namun terasa menohok ulu hatiku.
Aku terdiam sebentar, mencari jawaban terbaik. Bagaimana pun Haikal masih terlalu kecil untuk mengerti semua kerumitan ini.
"Kalo Ikal sama Bang Hafidz pergi, kasian dong Ayah di rumah sendiri?" Jawabku kemudian.
"Kan Ayah bisa ikut juga" timpalnya.
Aku menelan salivaku, perpaduan antara kaget dan ngilu menyadari kalimat Haikal yang seperti itu.
"Kapan-kapan nanti kita kunjungin Bunda ya, Ayah janji" ujarku lagi.
"Bener yah, Yah" ujarnya dengan senyum riang khas anak-anak.
"Iya. Tapi sekarang sarapan dulu ya, meski hanya nasi goreng" bujukku.
Dan dia mengangguk tanda setuju.
Sambil mulai mengiris bawang, kembali aku menerawang semuanya. Baru satu hari saja aku tanpa Sri, jiwa ini seperti ada yang kosong. Belum lagi ditambah kondisi rumah yang berubah ditikam sepi. Satu hari tanpa Sri aku keteteran dalam banyak hal, terutama hati. Apakah Sri juga begini seperti ku? Dan aku tersenyum kecut menyadari pikiranku yang terlalu jauh barusan. Mana mungkin Sri akan merasa kosong setelah apa yang aku perbuat padanya selama ini.
Dan aku kembali merutuki diriku sendiri, "Kamu bodoh, Man. Bodoh sekali".***
Seminggu sudah Sri dan kedua gadisku meninggalkan rumah, semua benar-benar terasa sepi sempurna. Sepi jiwaku, dan sepi yang sebenar-benar sepi. Aku tak pernah menghubungi Maryam sejak pertengkaran dengan Sri sampai saat ini, tak henti ia mengirimiku beberapa pesan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Tapi entahlah, rasa itu seperti beku oleh kekecewaan Sri seminggu yang lalu, semoga Maryam mengerti.
Dan hilang adalah opsi yang tepat, untuk menguji seberapa berarti seseorang dalam hidup kita. Terbukti Sri amat berarti dalam hidupku. Berarti, satu kosa kata yang sempat hilang dari hidupku dua tahun belakangan ini, pada Sri.
***
Alhamdulillah bisa posting lagi.
Macet berapa hari ya? Yaampun-,- terima kasih untuk orang-orang yang selalu ngingetin aku buat ngelanjutin cerita ini.Beberapa hari kemarin disibukkan sama soal Olimpiade PAI di sekolah, buat acara Gebyar Muharram 1441, yang bikin aku melahap banyak buku pelajaran. Awesome haha
Rahman kayaknya ngerasa broken gitu. Kalo ibarat punya dua sayap, satu sayapnya patah bikin dia gak bisa terbang kemana-mana. Kira-kira, Rahman bakal perjuangin dirinya buat dapet maaf dari Sri gak ya? Eh tapi Sri emang bakal mau maafin?
Kasian juga sih sama Maryam, dikacangin abizzzzz.Kamu team siapa?
Rahman-Sri
Rahman-Maryam
Atau team yang berharap mereka berpisah?
Oke deh, makasih buat semua orang yang udah nyempetin waktu luang sama kuotanya buat baca cerita sederhana ini😊
I miss you:-)
Mimilel
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf
RomantizmTentang sebuah kisah cinta rumah tangga sepasang anak manusia yang bermula saling dijodohkan, hingga akhirnya sama-sama saling menghargai, sama-sama belajar menumbuhkan cinta. Dan saat cinta itu telah tumbuh sekitar 21 tahun dalam biduk rumah tangg...