"Aku benar-benar merasa rapuh
Menjadi serpihan yang tak utuh
Saat percayaku meluruh
Tersebab cintamu yang tak lagi utuh"---------------------------------
-SRI-
Hasna tumbuh amat baik, dengan limpahan kasih sayang yang semoga tak pernah kurang. Tepat saat usianya dua tahun, lahirlah Hafidz. Mas Rahman begitu telaten merawat Hasna, terlebih setelah lahir adiknya, semua kebutuhan Hasna yang biasa aku penuhi kini digantikannya. Dia bilang aku dengannya harus bekerja sama, dan dia membuktikan ucapannya.
Selang tiga tahun setelah Hafidz lahir, lahirlah Hilma. Bayi perempuan yang tak kalah menggemaskannya seperti Hasna dulu. Dan ketika Hilma genap 3 tahun usianya, lahirlah Haikal. Bayi laki-laki yang aku harapkan akan segagah ayahnya nanti.
Setelah lahir empat buah cinta dikeluarga kami, aku dan Mas Rahman berusaha lebih fokus mengurus mereka. Meski kadang sesekali Mas Rahman menggoda ku untuk memberi adik pada Haikal, pada akhirnya dia merasa cukup kewalahan juga dengan anak-anak yang sudah ada.
Dan demi mempunyai banyak waktu dengan anak-anak, Mas Rahman berhenti mengajar di sekolah. Berhubung urusan bisnis saja sudah menyita sebagian besar waktunya.
Di usia pernikahan kami yang ke 11 tahun, aku resmi menjadi bunda dari empat anak.
Pernikahan 11 tahun dengan Mas Rahman tak sedikit percekcokan diantara kami berdua sering terjadi. Tapi itu tak seberapa dibanding dengan terjangan badai di tahun Hasna menjelang masuk kuliah, dan kejadian itu membuat setengah percayaku pada Mas Rahman melepuh.
***
09 Mei 2017
Malam yang tak kan pernah ku lupa.Malam itu sepi melanda rumah besar kami, bagimana tidak, anak-anak memutuskan untuk menginap di rumah Ibu selepas pulang dari kelulusan Hasna. Oiya, Hasna hari itu resmi melepas masa abunya. Sementara Hasna sendiri karena lelah, ia tetap memutuskan menemaniku di rumah, karena sadar Ayahnya pasti pulang menjelang senja.
Dan benar saja, Mas Rahman pulang persis ketika adzan magribh berkumandang.
Setelah isya, aku mengajak Hasna juga Mas Rahman untuk makan malam bersama.
"Sepi ya di rumah kalo cuma ada Hasna" celetuk Mas Rahman memecah keheningan di meja makan.
"Dan sepi juga Ayah, kalo dimeja makan hanya ada aku, Bunda, dan adik-adik tanpa Ayah" timpal Hasna juga.
Dan jika Hasna saja sering merasa sepi, bagaimanalah aku ini, batinku.
Saat makan malam itu sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba terdengar handphoneku berdering dari ruang tengah.
"Mas, aku angkat telepon dulu ya" ujarku sambil bangkit dari kursi. Kebetulan sebelum makan malam tadi, kami memutuskan menonton televisi disana.
Ternyata itu telpon dari Hafidz.
"Assalamualaikum, Fidz. Ada apa sayang?" Tanyaku langsung pada pokok pembicaraan.
"Waalaikumsallam, Bunda. Ayah kemana sih Bunda? Udah pulang belum? Tadi Hafidz telpon beberapa kali nggak dijawab sama sekali" gerutunya disebrang sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf
RomansTentang sebuah kisah cinta rumah tangga sepasang anak manusia yang bermula saling dijodohkan, hingga akhirnya sama-sama saling menghargai, sama-sama belajar menumbuhkan cinta. Dan saat cinta itu telah tumbuh sekitar 21 tahun dalam biduk rumah tangg...