26 - Kerumitan Lain

6.9K 365 55
                                    

"Manusia tak akan selamanya salah pun sebaliknya.
Salah terus tak mungkin karena ia bukan setan
Benar selamanya tak mungkin karena ia bukan malaikat"

--------------------------------

-RAHMAN-

Tepat pukul empat sore Maryam sudah diizinkan pulang oleh dokter, dia disarankan untuk lebih banyak istirahat.

"Mas.." sapanya padaku saat kami sudah memasuki 30 menit perjalanan menuju rumah.

"Kenapa, De? Ingin beli sesuatu?" Tanyaku kemudian, sekilas ku tengok dirinya yang tepat duduk disampingku itu.

"Mas kemana sebulan lebih kemarin?" Tanyanya dengan pandangan terus ke depan.

Aku hampir saja mengerem mendadak mobil yang ku kendarai mendengar pertanyaannya. Sebagai pengalihan, aku mencoba menarik napas perlahan lalu menghembuskannya pelan-pelan.

"Nanti Mas jelaskan sesampainya di rumah ya! Sekarang Mas harus fokus nyetir dulu" ujarku dengan suara sedikit bergetar.

Dan ia, tanpa mengangguk atau menjawab iya, membiarkan sepi menikam kami berdua.

***

"Jadi kenapa, Mas?" Tanya Maryam sebelum tidur.

Hari ini aku memutuskan menemaninya, melihat kondisinya yang belum stabil membuat aku setengah hati membiarkannya sendiri. Jadi karena itu pula, tadi sore dengan setengah keberanian yang dipaksakan aku memutuskan meminta izin pada Sri untuk tak pulang ke rumah hari ini dengan alasan yang sejujurnya. Aku tak ingin ada kebohongan lagi setelah kejadian itu.

Aku menatap Maryam perlahan, ku dapati wajah lelah terpancar disana. Bagaimanapun, Maryam harus tahu kebenarannya.

"Sri telah mengetahui pernikahan kita" ujarku memulai pembicaraan.

Ada kekagetan dari wajah Maryam saat mendengarnya.

"Sri secara tak sengaja membaca pesanmu perihal dompet Mas yang ketinggalan itu. Dia marah besar, merasa dibohongi, merasa dikhianati" tambahku terus terang.

"Dan Mas merasa bersalah malam itu, sedikit menyesal telah menikahimu" ujarku lagi.

Dan persis saat kalimat itu terucap dari lisanku, Maryam memalingkan wajahnya dariku.

"Sri sempat meninggalkan Mas selama satu bulan lebih, dia pergi ke rumah mertua Mas. Dan itu semakin membuat Mas merasa menjadi manusia paling salah di muka bumi. Pikiran Mas kacau, De, yang ada dipikiran Mas saat itu adalah bagaimana caranya agar Mas tak kehilangan Sri" lirihku pada akhirnya.

Ku lihat bahu Maryam sedikit bergetar, sepertinya perempuan itu mulai menangis.

"Mas memikirkan perasaanmu juga saat itu. Tapi Mas tahu, kamu bisa mengerti jauh lebih baik dibanding Sri dalam urusan ini"

Hening menjalar beberapa saat diantara aku dan Maryam, yang terdengar hanyalah deru napasku yang tak karuan, detak suara jam dan isak Maryam yang sedikit dia tahan.

"Lalu kenapa Mas, tak ada satu pesanku saat itu yang Mas balas? Setidak berharga itu kah aku?" Tanya Maryam mulai membuka suara lagi.

Aku mengeluh tertahan. Bagaimanapun aku harus sabar menghadapi kekalutan Maryam malam ini.

"Bukan begitu, De. Seperti yang Mas bilang, kamu bisa mengerti jauh lebih baik perihal ini daripada Sri" ujarku dengan sedikit penegasan.

"Tapi aku juga punya hati, Mas. Aku juga punya titik lelah tersendiri!" Tegasnya dengan lelehan air mata di pipi.

Aku masih diam menyimak perkataannya. Bagaimanapun dan dari sisi manapun, memang aku lah yang salah dalam urusan ini.

"Padahal sekalian saja Mas tak usah kembali ke kehidupanku" ucapnya frustasi.

"Lebih baik aku mengalah saja. Pergi. Toh, aku tak sepenuhnya Mas harapkan, bukan?" Tanyanya menohok.

Ini jauh lebih rumit dari pertengkaranku dengan Sri dulu.

Kehilangan Maryam adalah opsi terakhir yang akan aku lakukan, aku merasa bersalah atas kejadian kegugurannya tersebut.

"Semua bisa kita bicarakan baik-baik, bukan De? Istirahatlah, tenangkan pikiranmu lebih dulu" nasihat ku padanya.

Dan Maryam sudah membenamkan kepalanya beberapa menit yang lalu pada bantal putih kamar kami. Aku menatap punggungnya yang membelakangi ku, perempuan itu masih menangis sepertinya, dan aku hanya bisa mengacak rambutku frustasi. Maafkan, Mas, Mar. Ini tak pernah Mas harapkan terjadi sebelumnya, lirihku dalam hati.

"Selamat tidur sayang" bisikku pada telinganya.

Dan aku ikut membenamkan kepala sepertinya di bantal yang berbeda.

***

Alhamdulillah alaa kulli hal, part 26 kelar.
Ditulis pada 06 September 2019, dengan suasana dingin di bulan ini.

Apakah Maryam akan menyerahkan Rahman seutuhnya untuk Sri? Atau Rahman memilih mempertahankan Maryam demi apapun?

Terima kasih untuk semua pihak yang telah menyempatkan membaca cerita sederhana ini. Terima kasih untuk waktu juga kuotanya😊

I miss you:-)

Mimilel

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang