33 - Bersitegang

9.3K 465 122
                                    

"Aku tak sejahat yang kamu pikirkan, sebenci apapun aku padamu"

--------------------------------

-SRI-

Kau ingin tahu bagaimana aku bisa bertemu Maryam hari ini? Semua bermula dari Syamsul di suatu hari setelah kejadian Maryam keguguran. Kami bertemu di kantor cabang bisnis properti ku. Aku sedang ingin mengontrol kondisi kantor, sementara dia membutuhkan laporan keuangan perusahaan setahun ini dari kantor tersebut dan bertemulah kami disana.

"Jangan dulu pulang, Syul. Masuk ruangan saya! Ada yang ingin saya bicarakan!" Perintahku padanya di loby kantor. Dan sesuai tabiatnya, dia tanpa banyak kata hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

Tiga puluh menit kemudian datanglah Syamsul ke ruangan ku.

"Duduk, Syul!" Perintahku padanya.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Tanyanya selepas mendudukan badannya pada kursi di sebrangku.

"Ceritakan semua tentang Maryam kepadaku!" Perintahku tegas.

Dan dia sedikit kaget sepertinya mendengar permintaan ku yang tak biasa itu.

"Ceritakanlah!" Ulangku lagi.

Syamsul berdehem sebentar, "Baiklah, Bu" jawabnya.

Aku terus menatapnya lekat.

"Sebelumnya maafkan saya karena tak berterus terang perihal ini pada Ibu" ujarnya merasa bersalah.

Aku hanya mengibaskan tangan pelan, sebagai isyarat padanya agar terus melanjutkan ceritanya.

"Bu Mar menikah dengan bapak dua tahun yang lalu" ujarnya membuka cerita.

Aku mengangguk pelan, karena memang bagian itu aku sudah tahu.

"Dia seorang janda beranak satu. Anaknya perempuan, setahun diatas Nona Hilma" tambahnya lagi.

"Lalu?" Tanyaku.

"Dulu dia dinikahi oleh seorang pengusaha karet, pernikahan pertamanya. Sampai usia pernikahannya memasuki tahun ke 10, mereka belum diamanahi seorang buah hati. Dan itulah alasan kegagalan pernikahannya yang pertama" papar Syamsul.

Aku menarik napasku perlahan, "Dia gagal lebih dari satu kali, Syul?" Tanyaku penasaran.

Syamsul mengangguk lemah, "Pernikahan keduanya hanya berlangsung satu tahun, suaminya berakhlak kurang baik dan Bapak adalah suaminya yang ketiga" jawab Syamsul.

Ada sesuatu yang tiba-tiba mengusik nyama hati ku saat Syamsul mengatakan itu. Dalam kalimatnya tersirat sebuah makna penegasan bahwa Mas Rahman bukan lagi milikku seutuhnya, terlepas dari Syamsul bermaksud demikian ataupun tidak. Meski aku tahu, Syamsul selalu pintar menjaga perasaan orang lain.

"Jadi putrinya ia dapat dari suami kurang baiknya itu?" Tanyaku memastikan.

Syamsul terdiam beberapa saat, menatapku sebentar kemudian menggeleng pelan. Dan keningku berkerut, tak mengerti.

"Keira putri angkatnya, Bu. Meski Bu Mar akan sangat tersinggung jika ada orang yang membahas perihal ini" ujar Syamsul seperti membaca raut ketidakmengertian ku.

"Putri angkat?" Tanyaku ragu.

"Iya. Setelah perceraian dengan suami pertamanya Bu Mar memutuskan mengadopsi anak" terangnya.

"Maryam tidak mandul, kan?" Tanyaku lagi. Masa bodo Syamsul akan mengataiku sebagai ibu-ibu kepo atau apapun itu. Aku perlu tau semuanya.

Syamsul menggeleng pelan, "Dokter memang tidak memvonisnya mandul. Hanya saja kepercayaan itu memang belum Allah berikan. Saran dari dokter dengan suami pertamanya dulu sudah semua beliau coba. Tapi hasilnya nihil. Dan puncaknya, keluarga suaminya menuntut untuk menceraikan Bu Mar karena dianggap tak berguna. Bu Mar sendiri tak bisa berbuat banyak selain mengikuti arus yang bergerak"

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang