28 - Rumit Kuadrat

6.9K 347 31
                                    

"Kita tak bisa memaksakan kaki yang sudah tak sejalan
untuk terus melangkah beriringan"

--------------------------------

-RAHMAN-

Aku sudah dua hari di rumah Maryam. Seperti saran dokter tempo hari, Maryam harus banyak istirahat, oleh sebab itu aku memutuskan untuk tetap tinggal disini sampai ia benar-benar pulih.

"Kamu sarapan dulu, De" pintaku padanya sambil meletakkan makanan di meja dekat balkon kamar. Sejak 15 menit yang lalu Maryam memang berada disana sambil menikmati udara segar pagi hari.

Maryam hanya menatapku sebentar, sebelum kemudian kembali menatap lurus ke depan.

"Biar kamu cepat pulih juga. Makan ya!" bujukku lagi.

Dia terlihat membuang napasnya kasar.

"Kita tak bisa memaksakan kaki yang sudah tak sejalan untuk terus melangkah beriringan" ujarnya tiba-tiba.

Aku menatapnya kelu, seperti mendapat firasat bahwa arah pembicaraan ini menuju pada hal yang tak ku inginkan.

"Sama hal nya, kita tak dapat memaksakan sebuah mesin rusak untuk terus bekerja. Semua itu hanya akan memperparah kerusakannya saja" tambahnya lagi dengan kalimat sedikit menggantung.

"Aku telah melukai Mbak Sri. Kembalilah padanya, Mas! Biar hubungan ini usai disini saja!" Ujarnya sambil menunduk.

Dan aku tak dapat menahan kekagetanku atas ucapannya itu, hingga tanpa sadar cangkir kopi yang aku pegang terjatuh. Pecah, berserak.

"Aku tak berpikir sejauh itu, De!" Tukasku kemudian.

Dan ku lihat Maryam mulai menangis. Kadang aku merasa sedikit aneh pada perempuan, kenapa mereka mudah sekali menitikkan air mata?

"Itu adalah opsi terakhir yang akan aku lakukan!" Tegasku.

"Dan opsi pertamaku adalah mempertahankan mu!" Tambahku lagi - dengan tambahan kalimat dalam hati tanpa kehilangan Sri.

Dan Maryam tak bereaksi sedikitpun, selain air matanya yang terus menganak sungai. Aku merengkuhnya ke dalam pelukanku, dan tangisnya kian meledak.

Dulu aku memang pernah mempunyai pikiran untuk melepaskan Maryam demi menebus rasa bersalahku pada Sri. Tapi hari ini, dengan kondisinya yang belum pulih pasca keguguran, terlebih kondisi mentalnya yang terguncang, aku kembali berpikir ulang, sepertinya itu bukan solusi terbaik - untuk saat ini.

***

Alhamdulillah alaa kulli hal, part 28 kelar.
Ditulis pada 07 September 2019, dengan suasana malam minggu kelabu, kalo langitnya biru muda kan siang hari ya gaesss😅 eh apaan sih geje-,-

Dichapter sebelumnya Sri yang mau nyerah dengan semua kerumitan ini. Dichapter ini Maryam juga punya pikiran yang sama-, Mentang-mentang dua-duanya istri Rahman. Kompak bangettt. Terus ntar Rahman gimana?

Chapter ini masih pendek, karena chapter selanjutnya dibuat lebih panjang.

Terima kasih untuk semua pihak yang telah menyempatkan membaca cerita sederhana ini. Terima kasih untuk waktu juga kuotanya😊

I miss you:-)

Mimilel

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang