27 - Hawa Ingin Menyerah

7.4K 364 12
                                    

"Ingin pergi tapi tak sampai hati,
Tetap disini tapi tak siap makan hati"

---------------------------------

-SRI-

"Tadi gimana, Kak, tesnya lancar?" Tanyaku pada Hasna dalam perjalanan pulang.

"Alhamdulillah, Bund, lancar. Do'ain hasilnya baik, ya Bund" jawabnya.

"Insyaallah sayang"

Dan aku kembali menatap ramainya jalanan lewat jendela, kembali menerawang kejadian bertemu Retna tadi. Aku merasa sedikit tersentil dengan ceritanya. Bagaimanapun, aku pernah hampir saja membuat keputusan gila untuk berpisah dengan Mas Rahman. Dan aku kembali bertanya pada diriku sendiri, akankah aku melakukan hal yang sama dengan Retna andai Mas Rahman minta izin terlebih dahulu. Aku meringis mengingatnya, bagaimanapun sekarang aku harus bersyukur karena tak mengorbankan kebahagiaan anak-anak karena rasa sakitku. Meski luka adalah luka, dan ia tak kan tertukar dengan bahagia, bukan?

***

Saat perjalanan menuju rumah hampir sampai 20 menit lagi, tiba-tiba handphone ku bergetar. Sebuah notifikasi pesan baru muncul dilayar, dari sebuah nama yang tak asing dimataku.

@Mas Rahman
0857-5715-5715

Assalamualaikum, Dik.
Bagaimana tes nya Hasna? Lancar?
Sudah sampai rumah lagi, kah?
Mas izin hari ini tidak pulang ke rumah. Jangan lupa istirahat. Insyaallah Mas akan pulang secepatnya setelah Maryam membaik.

Aku menggigit bibir bawahku sedikit saat membacanya. Seperti ada sesuatu yang memaksa mataku memanas setelah membacanya. Pantas saja Retna sampai memilih berpisah, semua terasa menyesakkan di dada.

Untuk sekali ini saja aku ingin kembali egois untuk memiliki Mas Rahman seutuhnya, tanpa perempuan itu. Dan air mataku semakin tak bisa dibendung, terlebih setelah membaca kalimat terakhirnya yang mengatakan ia akan pulang setelah perempuan itu membaik - dan melupakan bagianku yang sedang tak baik.

Aku memejamkan mata beberapa saat, membiarkan lelehan kristal bening itu mengalir tak tertahan. Beruntung Hasna tidur sejak 20 menit yang lalu, setidaknya dia tak boleh melihat Bundanya berderai air mata seperti ini.

Entahlah, aku kembali bertanya pada diriku sendiri kenapa perempuan cenderung egois saat cemburu? Apakah aku seperti Retna saja ya, pergi sejauh-jauhnya agar tak ada lagi kesakitan selanjutnya?

***

Alhamdulillah alaa kulli hal, part 27 kelar.
Ditulis pada 07 September 2019, dengan suasana udara pagi yang masih suci.

Sri kok kayaknya nyerah gitu ya. Sebagai tebusan karena part ini pendek, insyaallah aku posting dua chapter.

Terima kasih untuk semua pihak yang telah menyempatkan membaca cerita sederhana ini. Terima kasih untuk waktu juga kuotanya😊

I miss you:-)

Mimilel

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang