10 - Menuju Amanah Baru

4.3K 242 4
                                    

"Aku mulai menyadari bahwa khawatir pun bagian dari cinta"

---------------------------------

-RAHMAN-

16 Oktober 1997

Salah satu kado terindah bagi pasangan yang telah menggenap adalah diamanahi buah cinta oleh Sang Maha Cinta. Dan akhirnya setelah penantian lama dengan sabar yang tak sedikit, di tahun ke dua pernikahan kami, Allah percayakan aku dan Sri untuk jadi sepasang orang tua, semoga kali ini kami memang layak menyandang gelar tesebut.

Aku sempat khawatir sedari pagi, melihat Sri yang tampak pucat tak biasa, ditambah dengan keluhan peningnya, belum lagi dengan nafsu makannya yang tiba-tiba menghilang. Sempat aku berfikir mungkin itu tersebab dia yang terlalu lelah dengan urusan rumah, harus menyiapkan ini itu, disentuh sendiri dengan tangannya. Mengingat seminggu ini asisten rumah tangga kami memang sedang pulang kampung untuk mengurus anaknya yang sedang sakit.

Dan jawaban kekhawatiran itu berakhir setelah aku mengundang dokter ke rumah untuk memeriksa Sri. Aku akan menjadi seorang ayah, ujar dokter tersebut. Gelar istimewa yang tidak bisa kita dapatkan dari bangku sekolah. Dan aku merasa benar-benar keren malam itu, meski hanya sebatas baru akan menjadi. Berlebihan memang. Tapi begitulah nyatanya.

Dan karena kehamilan Sri pula, aku banyak merubah jadwal harianku untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersamanya.

Sampai pernah saat pertama kali aku memberlakukan jadwal tersebut, Sri hanya melongo menyambut aku pulang di depan pintu.

"Mas pulang" ujarku sambil mencium lembut keningnya.

Dan dia butuh beberapa saat untuk menormalkan kembali pikirannya.

"Tumben Mas jam segini udah pulang" celetuknya kemudian.

Aku terkekeh pelan, "Rindu orang rumah, ya obatnya apalagi kalo bukan pulang" ujarku.

Kami sudah duduk di sofa depan sejak beberapa saat yang lalu.

"Masa aku harus hamil tiap tahun biar Mas selalu pulang lebih awal" ujar Sri sambil menyandarkan kepalanya dibahuku. Hobbi barunya setelah menikah.

"Kalau kamu siap, Mas sih iya iya aja" celotehku.

Dan dia hanya memajukan bibirnya beberapa senti. Kebiasaannya saat aku akan menggoda agar kita punya anak sejumlah satu tim sepak bola.

***

Aku menikmati hari-hari kehamilan Sri. Beberapa kejadian lucu menemaninya saat ngidam adalah apa yang akan susah untuk dilupakan. Kenapa? Karena bagaimana mungkin kau akan mudah melupakan kejadian dibangunkan malam-malam hanya demi sebuah rujak. Sri pernah disatu malam sekitar pukul sebelas membangunkan aku yang sedang nyaman terlelap hanya karena ingin makan rujak buatanku. Padahal aku lelah sekali kala itu. Dan dia dengan wajah tak bersalahnya merajuk tak karuan.

"Mas, Mas bangun" rengeknya sambil menggoyang-goyangkan badanku.

Aku hanya menggumam pelan, "Hemm"

"Bangun Mas" ulangnya lagi.

Aku menghadapkan badanku padanya, mencoba membuka mata. "Ada apa?" Tanyaku pada akhirnya.

"Mau rujak"

Dan aku membelakakan mata demi mendengarnya, "Ini kan udah malam. Mana ada yang jualan rujak buka jam segini" ujarku setelah melihat jam di atas nakas yang menunjukkan pukul 23.15.

"Aku pengen buatan, Mas. Bahan-bahannya ada kok di dapur" terangnya.

Dan kau tahu apa yang aku lakukan? Malam itu aku berubah menjadi mamang-mamang rujak demi isteriku. Sri menunggu aku di meja makan, dan setelah setengah jam aku berkutat dengan buah dan kawan-kawannya, semangkuk rujak berhasil aku sajikan.

"Silahkan dimakan Bunda Ratu" ujarku diiringi sedikit tawa.

Sri langsung memasukan satu sendok rujak tersebut ke dalam mulutnya.

"Gimana rasanya? Enak?" Tanyaku yang tak bisa membaca ekspresi nya itu.

"Enak, Mas. Terima kasih. Tapi sekarang kita tidur lagi ya" pintanya kemudian.

Dan aku hanya menatapnya aneh.
"Kan rujaknya belum habis" ujarku.

"Dede bayinya cuma pengen makan satu sendok, Ayah" jawabnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Dan demi mendengarnya aku hanya bisa menarik napas panjang, pasrah.

Dari semua pengalaman lucu yang dialami Sri saat ngidam, selain kejadian ingin rujak malam-malam adalah saat aku menemukan dia menangis malam-malam di ruang depan. Saat itu aku baru saja tiba dari kantor, setelah melakukan rapat evaluasi akhir tahun. Dan saat pintu terbuka, dia langsung menghambur ke dalam pelukanku, dengan isak yang terdengar amat jelas.

"Dik, kamu kenapa?" Tanyaku sedikit kaget, saat dia mengencangkan pelukannya.

Dan dia belum menjawab sepatah kata pun.

Aku memutuskan membawanya duduk di sofa.

"Kenapa?" Tanyaku lagi dengan selembut mungkin.

Isaknya sudah mulai reda.

"Mas kenapa tak mengabariku kalau Mas akan pulang telat malam ini? Aku khawatir" ujarnya kemudian.

Aku menggigit bibir bawahku sedikit. Bagaimana mungkin aku bisa lupa perihal ini? Sri berubah menjadi sensitif setelah hamil. Dan karena hal seperti ini saja air matanya bisa mudah berderai.

"Rindu" ujarnya lagi sambil memelukku erat, sisa air matanya masih terlihat jelas disana.

Aku menatapnya tersenyum. Membalas erat pelukannya.

"Mas sudah disini. Berhentilah menangis" ujarku menenangkan, sambil terus menciumi kepalanya yang terbalut khimar.

Kadang aku tak percaya, perempuan yang dulu asing ini begitu amat manja pada ku sekarang.

***

"Dik, kau ingin makan apa hari ini?" Adalah pertanyaan favoritku untuknya selama hamil. Tak pernah sehari pun kalimat itu terlewat untuk aku lontarkan pada Sri. Karena bagiku bukti cinta yang sebenarnya adalah pembuktian itu sendiri, bukan sebatas kata-kata gombal tanpa aksi.

Dan sejak kehamilan Sri dengan perutnya yang kian hari kian membesar, aku mulai mencintai perempuan itu separuh. Ya, nyatanya memang baru separuh rasa itu bisa tumbuh, tapi itu sudah sebuah kemajuan pesat bagiku.

Dan semoga setelah kelahiran kamu nanti, nak. Ayah bisa mencintai bundamu dengan utuh. Baik-baik ya kamu di perut bunda, lirihku sambil mencium perut besar Sri di suatu sore saat kehamilannya memasuki bulan ke delapan.

***

Selesai di ketik pada Sabtu, 17 Agustus 2019, pukul 05.55. Dengan ditemani semilir dinginnya angin musim kemarau di bulan Agustus juga cicit burung yang bersahutan.

Jadi siapa disini yang ingin lekas-lekas menikah biar bisa manja kayak Sri ke Rahman-nya?

Part ini banyak sekali mengalami perombakan. Teks asli hanya sebanyak satu halaman pada kertas buku bigbos hehe.

Terima kasih untuk yang selalu menyempatkan waktunya untuk membaca cerita sederhana ini. Aku menyayangi kalian.

Terus dukung dan support aku ya, teman-teman.

I miss you :-)

Mimilel

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang