"Hari itu aku merasa menjadi sesempurna perempuan,
dicintai olehmu,
dan dititipi seorang bayi lucu"--------------------------------
-SRI-
20 Juni 1998
Aku begitu menikmati hari-hari menjadi ibu hamil. Menikmati saat tiba-tiba merasa mual tanpa sebab juga merasa hilang nafsu makan tiba-tiba dan Mas Rahman berusaha mati-matian membujuk agar aku tetap makan. Aku menikmati semuanya. Termasuk kenikmatan pagi ini.
Sedari pagi aku sudah tak enak duduk, banyak sekali yang aku rasa. Pinggang yang pegal, ditambah mules yang tak karuan. Ibu sudah tiga hari yang lalu menginap di rumah. Ia bilang khawatir padaku. Dan sejak aku mengeluhkan apa yang ku rasa tadi pagi, ibu siap siaga berada disampingku sambil sesekali mengelus punggungku untuk sekedar membuat aku rileks. Beliau bilang, mungkin si bayi akan lahir hari ini. Sedangkan menurut perkiraan dokter dua minggu yang lalu, lahiran diperkirakan jatuh pada tanggal 24 Juni nanti. Itu artinya 4 hari lagi. Dan jika itu benar, maka perkiraan dokter tersebut melesat 4 hari lebih awal. Ibu sudah melarang Mas Rahman pergi kemana-mana sejak aku mengeluhkan apa yang aku rasa. Dan Mas Rahman menurut tanpa kata.
Tepat pukul 10 pagi, aku mulai merasakan kontraksi yang semakin sering dan membuat aku makin tak nyaman. Tanpa menunggu lama, Mas Rahman dan Ibu langsung membawaku ke rumah sakit terdekat. Suami dan mertua yang kompak bukan? Hehe
Benar saja, sesampainya disana seorang dokter yang menanganiku mengatakan bahwa aku sudah mengalami bukaan 5. Ia memerintahkan aku agar tetap rileks. Mas Rahman sendiri sedari tadi tak beranjak dari sampingku, menggenggam tanganku sambil sesekali diciuminya untuk sekedar membuat aku tenang. Sementara ibu sendiri tak henti membaca surat juga ayat yang diyakini dapat membantu mempermudah proses persalinan. Abah dan Ummi sendiri Mas Rahman bilang masih dalam proses perjalanan.
Semakin siang kontraksi itu terasa makin hebat, dokter bilang itu wajar. Semakin besar bukaan, semakin sakit kontraksi yang akan kita rasakan, ujarnya.
Dan tepat pukul 11.06 menit, bukaanku sudah mencapai bukaan 10. Kepala sang bayi sudah terlihat, kata sang dokter. Dan ia memerintahkanku untuk mengejan. Dan saat itu, aku merasa amat dekat sekali dengan kematian demi sebuah kelahiran. Tak henti Mas Rahman membisikkan ditelingaku agar aku tetap tenang, semua akan baik-baik saja bisiknya, sambil sesekali juga menyuruhku untuk istighfar.
Dan saat aku sudah menangis hampir menyerah, tangis bayi itu pecah. Aku semakin tak kuat menahan air mata. Mas Rahman mencium keningku beberapa kali. Ku lihat dimatanya ada genangan kristal bening, dan tepat saat bibirnya mendarat dikeningku cukup lama, air matanya jatuh mengenai pipiku, membuat aku merasa semakin haru.
Saat ia menerima bayi dari sang dokter untuk diadzani ditelinga kanannya, aku mendengar suara Mas Rahman sengau, sesekali ia berusaha menyeka kristal bening dari matanya itu.
Bayi kita perempuan. Apapun itu, dulu kita sudah sepakat akan menyayanginya tanpa tapi.
Setelah hari menegangkan itu, Allah sempurna menganugerahkan rasa cinta itu utuh padaku, untukmu Mas. Setelah melihatmu khawatir teramat sangat saat proses persalinan, keputusanmu yang tak meninggalkanku saat bersalin walau sedetik pun, dan melihatmu yang begitu bahagia melihat hadirnya bayi kita, aku merasa jatuh seutuhnya pada cintamu.
"Dik, semoga kamu lekas membaik" ujarmu satu jam kemudian setelah aku melahirkan.
Aku mengangguk tanda mengaminkan.
"Dik, Mas punya satu rahasia besar yang belum Mas bagi padamu" ujarmu sambil memegang satu tanganku.
"Apa, Mas? Mau kah Mas bagi padaku?" Tanyaku lemah.
Dia tersenyum mengangguk.
"Aku mencintaimu tanpa tapi, dengan utuh sejak hari ini" bisiknya pada telingaku.
Dan aku tersenyum haru mendengarnya. Satu tetes air mata tak dapat lagi aku tahan, ia terjatuh dari mataku, menjadi saksi atas terlontarnya kalimat sakral itu. Kalimat yang menjadi jawaban atas pertanyaanku beberapa waktu ke belakang. Namun, tak sekalipun mampu aku lontarkan. Aku selalu merasa kecut lebih dulu. Khawatir harapku tak sesuai. Khawatir harapku berlebihan. Dan ternyata benar, perempuan butuh untuk selalu diyakinkan terkait perasaannya. Dan ini, pertama kalinya aku diyakinkan dan langsung benar-benar merasa yakin.
"Terima kasih, Mas. Aku pun, mencintaimu tanpa separuh, setelah hari ini. Terima kasih" balasku kemudian, setelah hening beberapa saat.
Dan hari itu, sejak putri pertama kita lahir ke bumi di 20 Juni, dua perasaan itu akhirnya melebur, setelah dua tahun sama-sama belajar menumbuhkan rasa, membuang ego masing-masing. Dan setelah dua tahun menikah, aku baru tahu hari itu bahwa jatuh cinta teramat indah untuk dilewatkan. Hari itu pula aku merasa menjadi sesempurna perempuan, dicintai olehmu, dan dititipi seorang bayi lucu.
Kamu cinta pertamaku, Mas
dan terkahir
Semoga aku pun begitu,
dihatimu***
Ditulis pertama kali pada 26 Juni 2019. Disalin di wattpad pada Minggu,18 Agustus 2019. Selesai diketik pada 20.15.
Yeay. . Alhamdulillah guys, Sri sama Rahman akhirnya bisa meleburkan rasa asing itu jadi cinta. Kira-kira ke depannya gimana ya?
Bab romantis kemungkinan satu chapter lagi, jadi siap-siap heheMakasih ya buat yang selalu nyempetin buat baca, jangan lupa vote dan komen😊
I miss you:-)
Mimilel
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf
RomantizmTentang sebuah kisah cinta rumah tangga sepasang anak manusia yang bermula saling dijodohkan, hingga akhirnya sama-sama saling menghargai, sama-sama belajar menumbuhkan cinta. Dan saat cinta itu telah tumbuh sekitar 21 tahun dalam biduk rumah tangg...