37 - Reparasi

18.7K 864 162
                                    

"Penting sekali untuk selalu berpikir positif dalam keadaan seburuk apapun"

---------------------------------

-RAHMAN-

Tepat hari ini, sidang keputusan cerai dengan Maryam usai digelar. Perempuan itu tidak pernah sekalipun menampakkan batang hidungnya sejak sidang pertama. Dia raib entah kemana.

Aku menatap Sri yang duduk disebelahku sesaat, kami sedang dalam perjalanan pulang dari pengadilan agama menuju rumah.

"Terima kasih sejauh ini Kamu sudah banyak bersabar dalam urusan ini, Dik" ujarku membuka pembicaraan.

Sri menatapku sekilas, kemudian kembali menatap lurus ke depan.

"Izinkan Mas memperbaiki semuanya!" Tambahku lagi.

Dia terlihat menarik napasnya panjang, "Aku belum siap jika harus jadi perempuan percobaan mu lagi!" Ucapnya dingin.

"Jika Mas kembali melakukan kesalahan yang sama, kamu boleh lebih dari sekedar meninggalkanku, Kau bunuh sekalipun Mas pasrah jika Kamu mau" ucapku pasrah.

Sri mendelik padaku, "Tanpa kamu mengulang kesalahan yang sama atau pun tidak, aku berhak pergi dari sekarang jika aku mau!" ucapnya menohok.

Aku mengusap wajahku kebas.

"Aku benci semua omong kosong, janji palsu, ratapan-ratapan dusta, dan semua kata yang tak nyata dalam perbuatanmu, Mas. Aku lelah" tambahnya lagi.

"Maka karena itu, izinkan Mas membuktikan bahwa Mas akan memperbaiki semuanya!" Ucapku memotong.

Tak ada respon sedikitpun dari Sri. Dia membiarkan sepi melahap kami berdua bahkan sampai mobil yang kami kendarai terparkir rapi di garasi.

Tapi baiklah, aku cukup menekadkan pada diriku sendiri bahwa aku akan memperbaiki semuanya. Tunggu pembuktianku, Sri! Ujarku dalam hati

***

Setelah seharian terasa amat melelahkan di ruang putusan sidang, aku mencoba untuk tidur lebih awal malam ini. Sri belum memasuki kamar, dia masih bersama anak-anak di ruang tengah.

Saat hendak mematikan lampu dekat nakas, mataku tertuju pada sebuah kertas putih yang tergeletak disana. Aku menatap nanar kertas tersebut, dan tanganku refleks terulur mengambilnya.

Assalamualaikum Mbak..
Semoga Mbak selalu sehat di sana. Dengan datangnya surat ini, aku kembali memohon maaf atas semua khilafku di masa lalu.

Aku sudah menyerah, maka tugas Mbak memberikan kesempatan itu pada Mas Rahman. Mbak akan menyesal dikemudian hari jika meninggalkannya.

Percayalah, sedari awal pernikahanku dengan Mas Rahman berlangsung, tak lebih hanyalah sebuah kesepakatan melindungi, jika memang tak bisa disebut sebagai hubungan belas kasihan. Hatinya terlalu luas untuk peduli pada sekelilingnya, meski disatu sisi Mbak pasti tak terima dengan semua ini. Tapi percayalah, cintanya tulus untuk Mbak.

Hampir dua tahun aku hidup dengannya, mata itu tak pernah terlihat berbinar saat bersamaku. Berbeda sekali ketika dia sedang menceritakan Mbak.

Aku tak pernah mempunyai posisi penting di hatinya. Cinta dan belas kasihan, Mbak sendiri tahu keduanya berbeda, kan?

Mengenai ketidakjujuran Mas Rahman, aku minta maaf. Tak kurang beberapa kali aku memintanya berterus terang, tapi dia selalu menolak. Alasannya sama, karena Mbak sangat baik dan itu akan memperumit semuanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang