Ch.22"Despair"

221 20 4
                                    

Selamat membaca!^^

**_________________________**


Aku menatap layar yang sangat besar itu sambil menangis, air mataku keluar dengan sendirinya. Aku tidak menyangka masa laluku rupanya seperti itu.

Kini layar menampilkan aku dan ayahku yang sedang tertidur sambil bersandar disebuah pohon. Ayah terbangun karena mendengar suara gemeresik khas daun kering yang diinjak. Ia melepas rangkulannya dariku yang sedang tertidur dengan perlahan dan berjalan menuju belakang pohon sambil mengendap-ngendap.

Ayah mengeluarkan harph airnya, disertai dengan sebuah bola api hijau yang melesat mengenai batang pohon lain. Muncul beberapa orang berbaju hitam dari segala penjuru, tapi aku tidak terbangun dengan suara berisik mereka.

Ayah mulai melawan orang-orang itu dan berlari menjauh, berusaha membawa Harph Api Hijau untuk menjauh dariku.

DUAR!!

Sebuah ledakan yang amat besar terjadi. Aku terbangun dan melihat sekitar, aku panik begitu menyadari ayah tidak ada disampingku. Aku mengedarkan pandangan dan samar-samar melihat cahaya berwarna hijau serta ledakan di kejauhan. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari menuju tempat itu.

Aku tercekat begitu melihat ayahku terkepung dengan kondisi yang begitu buruk. Sebelah tangannya menutup mulut untuk menahan darah supaya tidak keluar dari dalamnya. Ayah sedang terpojok, tujuh orang berbaju hitam itu menyerangnya bersamaan.

"Hei, itu anaknya! Cepat tangkap!"

Salah satu dari orang-orang itu menyadari kehadiranku dan melempar sebuah bola api hijau  ke arahku. Aku sempat menghindar sehingga hanya kaki kananku saja yang terluka. Rasanya sangat panas dan perih begitu aku menyadari sepatuku habis terbakar karena terkena bola api itu.

"Arami! Lari!"

Ayah berteriak di sela-sela pertahanannya dan berlari menghampiriku.

"Mau pergi kemana kau?! Serahkan anakmu dan matilah dengan tenang."

BRUK!

Aku melihat tubuh ayah terbanting tak berdaya begitu ditendang oleh orang berbaju hitam. Ayah lagi-lagi memuntahkan darah. Aku yang tidak kuat menyaksikan hal tersebut lantas berlari menuju ayah dan memeluknya.

"Jangan sakiti papa!"

Salah satu dari mereka hendak meledakkan kami dengan bola apinya, namun tindakannya itu ditahan oleh yang lain.

"Jika kau melakukan itu, mereka akan terbunuh, kita butuh anak itu hidup-hidup."

Aku menangis sambil memeluk ayahku erat-erat. Rasanya aku benar-benar tidak akan melepaskan pelukanku walau nyawaku yang menjadi taruhannya. Saat itu aku benar-benar tidak peduli, aku hanya ingin hidup bersama ayah.

"Arami, lari."

Ayah menatapku dengan sorot penuh kesedihan dan harap. Aku tidak kuat menatap mata itu, hanya tangis yang keluar dari mataku.

"Hei gadis kecil, ikutlah bersama kami maka kami akan membiarkan ayahmu hidup."

Aku mendongak menatap orang berbaju hitam yang berbicara. Sedikit harapan muncul di hatiku. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi padaku nanti, aku hanya ingin ayah tetap hidup.

"Jangan, Arami!"

Baru saja aku hendak menghampiri orang-orang itu, ayah menahan tanganku dan berbisik.

"Papa punya rencana yang lebih baik, papa akan menghapus ingatan orang-orang itu dan begitu papa menepuk pundakmu, kau harus berlari sejauh yang kau bisa tanpa menoleh kebelakang."

Wozry : The Green Fire Harph ✔ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang