Part 18

3.5K 103 0
                                    

Happy Reading😉

"Ikuti saja saya" ucap Rion dan melangkah pergi, dan Lisya ikut mengekor di belakang Rion.

Lisya sedikit terkejut saat Rion berhenti di depan restoran yang cukup terkenal dengan kemewahanya, "Jangan bilang kalo bapak ngajakin saya makan malam disini?"

Rion berdecak kesal karna Lisya masih saja memanggilnya dengan sebutan bapak, "Mau berapa kali saya bilangin JANGAN PANGGIL SAYA Dengan Sebutan BAPAK."

Lisya hanya menyengir, "Ya maaf pak, habisnya gak enak kalo saya manggil nama bapak aja, kesannya jadi kayak gak sopan gitu"

Rion menghela nafas, "Tidak apa-apa, kamu panggil saja saya dengan nama saya, dari pada dipanggil bapak_- umur saya masih 22 tahun"

Lisya sedikit tergejut saat Rion bilang bahwa umurnya masih 22tahun, Lisya pikir umur Rion sekarang sudah 25 tahun.

"Kamu ngeliatin apaan lagi? Ayo masuk" ajak Rion dan melangkah masuk kedalam restoran tersebut.

Beberapa pelayan restoran tersebut langsung berlarian menuju pintu dan sediki membungkukukan badan memberi hormat kepada Rion saat melihat Rion yang baru saja masuk ke dalam.

"Selamat malam pak," ucap para pelayan kompak.

Rion menganggukkan kepalanya, "Selamat malam"

Lisya yang baru masuk dan berdiri di sebelah Rion mengerutkan alisnya bingung, 'Apa setiap pelayanan restoran ini  selalu memberi hormat kepada pengunjungnya ya?, tapi kok terakhir kali aku sama amel kesini enggak disambut sehormat ini ya?'  Batin Lisya bertanya.

Para pelayan yang berdiri di sana melihat kearah Lisya dan sedikit membungkukkan badan untuk memberi hormat kepada Lisya juga.

"Selamat malam bu" ucap para pelayan bersamaan, Lisya awalnya sedikit senang karna ini pertama kalinya ia disambut seperti ini namun saat mereka memanggilnya dengan sebutan Ibu, senyum Lisya langsung hilang dan tergantikan dengan wajah asamnya.

Rion menahan tawanya saat melihat perubahan wajah Lisya yang bergitu cepat dan menggemaskan.

Lisya melihat kearah Rion, "Kalo mau ketawa, ketawa aja gak usah ditahan!" Ucap Lisya jengkel karna Rion menertawakanya.

"Siapa yang ketwa?"

"Emang kamu kira aku gak liat? Jelas-jelas kedengeran banget ketawa kamu"

"Yaudah terserah deh, ayo cari tempat duduk" ajak Rion dan melangkah menuju sebuah pintu kaca yang terlihat seperti ruangan istimewa yang sepertinya hanya orang tertentu yang dapat masuk.

Didalamnya sangat mewah, ada hiasan dinding yang bergitu cantik, ukiran-ukiran indah di dinding, dan disertai alas meja yang bergitu mewah dan indah.

"Ayo kamu duduk di situ"  suruh Rion sambil menunjuk kursi yang ada di depannya.

Tubuh Lisya bergerak mengikuti perkataan Rion dan perlahan-lahan duduk di kursi, namun manik mata Lisya tidak lepas dari keindahan ruangan yang bergitu cantik dan indah menurutnya.

Rion menyuruh pelayan laki-laki yang berada di sebelahnya untuk pergi mengambilkan pesanannya.
Rion melihat ke arah Lisya yang masih melihati ukiran-ukiran tembok di sebelahnya, "Ini baru setengah yang kamu lihat" ucap Rion sambil menyilangkan kedua tanganya di depan dada.

Perhatian Lisya beralih ke arah Rion, "Maksudnya?"

"Lihat saja nanti" ucap Rion, lalu datangnlah beberapa pelayan mengantarkan makanan kemeja Rion dan Lisya. Setelah semua makanan di letakkan di atas meja, Rion melirik ke arah pelayannya mengisyaratkan agar semua pelayan yang ada di dalam ruangan ini untuk keluar.

Sekarang hanya ada Lisya dan Rion berdua saja di dalam ruangan.
"Ayo dimakan makanan kamu," ucap Rion lalu menyantap makanannya.

Lisya hanya diam sambil menyembunyikan tanganya yang meremas gaunya dengan kuat.

Rion melihat kearah Lisya yang masih diam mematung, "Kenapa diam saja? Kalau sudah dingin tedak enak dimakan,"

Lisya menggerakan manik matanya mengarah makananya, perlahan lahan Lisya mengambil sendok dan garpu. Lisya menggugit bibir bawahnya dengan kuat, keringat dingin mulai bercucuran di kening Lisya. Perlahan-lahan Lisya memakan makananya, tangan Lisya yang memegang sendok mulai berkeringat dan bergetaran.

Rion diam-diam memperhatikan tingkah Lisya.

Saat ujung sendok menyentuh bibir Lisya, dengan cepat Lisya langsung meletakkan sendoknya kepiringnya dan mengambil gelas berisi air putih. namun sebelum Lisya meminumnya, gelas tersebut terlepas dari genggaman Lisya karna tangan Lisya yang berkeringat dan gemetaran.

Rion terkejut saat gelas yang Lisya pegang pecah, Rion langsung menarik Lisya menjauh dari pecahan kaca tersebut, "Apa kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" Rion sangat mengkhawatirkan keadaan Lisya.

Lisya hanya menganggukan kepalanya, "Saya permisi ke toilet sebentar," ucap Lisya dengan suara bergetar sambil menahan air matanya agar tidak keluar dan langsung berlari ke toilet.

Rion menyuruh para pelayan untuk membersihkan pecahan kaca tadi dan kembali duduk di kursinya.
Rion merasa bersalah akan keadaan Lisya sekarang, dia tidak bermaksud untuk melukai atau mengingatkan Lisya akan masa lalunya, tetapi Rion hanya ingin menguji apakah Lisya sanggup untuk memakan makanannya dengan tanganya.

Di dalam toilet, untungnya hanya ada Lisya sendirian, Lisya tidak sanggup menahan air matanya untuk tidak keluar. "Kenapa semua itu perlahan lahan kembali?" Tanya Lisya kepada dirinya sendiri, sekarang wajah Lisya telah dibanjiri oleh air mata, Lisya menngigit bibirnya sekuat mungkin untuk melampiaskan amarahnya dan agar suara tangisanya tidak keluar. Lisya melihat ke arah tembok di sebelahnya, dan meninju tembok tersebuy menggunakan tanganya untuk melampiaskan amarahnya, "KENAPA? Kenapa semua itu harus terjadi sama aku?" Lisya semakin kuat meninju tembok tersebut sampai-sampai tanganya sekarang berdarah, Lisya menghentak-hentakkan kakinya sekuat tenaga, air matanya kian deras mengalir, ia sekarang sangat membenci dirinya sendiri.

TBC

Thanks udah mau baca cerita aku :)
Jangan lupa tinggalkan jejak^^

See you 😃

The Teacher Is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang