Part 47

820 43 2
                                    

Sebenarnya Zahra sedikit merasa tidak nyaman jika dibonceng oleh laki-laki, namun karena mengingat bensin motornya tersisah sedikit lagi sedangkan jarak kosanya dan rumah Lisya cukup jauh, Zahra memutuskan untuk setuju di bonceng oleh Leo.

Setelah Zahra naik ke atas motor, Leo melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Zahra hanya memegang ujung jaket Leo saja untuk berjaga-jaga agar tidak terjatuh.

"Zah, lo pegangan dimana? Ntar kalo lo jatuh gue gak mau tanggung jawab yah,"

"Idih, Ini gue pegangan di jaket kamu," jawab Zahra sedikit ketus

"Ha? Pegangan apaan, lo pegangan udah kayak megang ekor cicak tau gak?" protes Leo karena melihat Zahra hanyak mencubit ujung jaketnya, "Lo jijik sama gue?" cetus Leo asal.

Zahra terdiam mendengar perkataan Leo, ia tidak bermaksud membuat Leo tersinggung, ia hanya tidak biasa memegang laki-laki secara sengaja, "Maaf, aku gak maksud gitu kok, aku cuma gak biasa aja, lagian kalo kamu gak ngebut aku bakal aman aja kok."

Leo melihat Zahra dari kaca sepionya, kemudian ia terkekeh, "Haha... Iya-iya gue tau kok, gue cuma bercanda doang, jangan masukin ke ati, habisnya lo pegangan kayak gak ikhlas sih," ucap Leo kemudian ia menarik tangan Zahra dan memindahkanya ke pinggangnya yang dilapisi jaketnya, "pegang disitu aja biar aman, tangan yang satunya juga. Pegangan yang bener, gue mau ngebut nih," suruh Leo.

Zahra langsung memegang erat jaket Leo, ntah kenapa jantungnya berdebar saat Leo tiba-tiba menyentuh tangannya.

"Sadar Zahra, kamu jangan sampai tergoda sama cowo yang playboy aneh kayak gini," ucap Zahra dalam hatinya berusaha mengendalikan perasaan dan pikiranya.

****

Setelah hampir setengah jam, Zahra dan Leo sampai di depan rumah Lisya, "kamu jarang keluar rumah?" celetuk Zahra pada Leo, selama di perjalanan Zahra berusaha bersabar mengatasi Leo yang selalu saja salah arah.

"Ha? Kata siapa? Gue sering kok keluar rumah," elak Leo.

"Terus kenapa kamu sampe tujuh kali salah belok? Mana pake salah rumah segala lagi." kata Zahra tak percaya.

"Ya maksud gue sering keluar rumah pergi ke indomaret beli cemilan," kata Leo sambil menyengir.

Zahra mencibir, "Ye.. pantes kamu gak tau jalanya, pasti nolep kan?" ejek Zahra.

"Kata siapa nolep? Sotoy lu nenek sihir!" elak Leo, ia memang mangakui dirinya nolep, namun ia tak mau kalah berdebat dengan Zahra.

"Kam-" perkataan Zahra terpotong.

"Hai Zahra!" sapa Vani dan Tania yang habis keluar dari mobil.

"Eh? Hai juga Van, Tan," sapa balik Zahra.

"Gue gak disapa nih?" sela Leo.

"Lo mau ke rumah Lisya juga Zah?" bukanya menyapa Leo, Tania malah lanjut berbicara dengan Zahra.

"Heheh iyaa, tadi ada kadal yang tiba-tiba maksa buat nunjukin arah rumah Lisya sekalian mau belajar bareng," jawab Zahra membuat Leo mencibir.

"Ouh.. Yaudah kalo gitu kita masuk bareng yuk," ajak Vani dan Tania yang di angguki oleh Zahra.

Dari tadi Leo tidak dianggap oleh ketiga gadis itu, Leo tersenyum kemudian menepuk bahu satpam rumah Lisya yang sedari tadi beridiri di sebelah Leo, "Gini amat yah nasib jadi orang ganteng," ucap Leo yang hanya dibalas tatapan bingung oleh satpam tersebut.

Tok.. Tok.. Tok..

"Assalamu'alaikum, Lisya!" panggil Tania sedikit berteriak.

"Tan, ini kan ada bel, kenapa lo cape-cape mau teriak?" tanya Vani bingung.

The Teacher Is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang