Di balik pintu ruangan megah sidang Komite, Brentt masih berdiri tegak sambil menarik nafas panjang.
Dengan wajah pucat, ia tundukkan wajahnya sejenak sambil menyentuh bekas luka tembak di perut bagian kirinya dengan tangannya.
Nyeri yang dirasakannya kini semakin menjadi hingga membuat dirinya berkeringat menahan sakit.
"Agent Brentt, apakah anda baik-baik saja?"
Brentt abaikan pertanyaan seorang Petugas berjas hitam yang tengah berjalan menghampirinya dengan mencoba melangkah pelan menyusuri lorong panjang dihadapannya.
Sesekali ia hentikan langkahnya sejenak untuk meredakan rasa perih yang menderanya sebelum kembali berjalan meninggalkan sisi sayap kanan gedung megah SIS.
Ia tidak ingin berlama-lama di tempat ini. Ia butuh tempat beristirahat sejenak untuk mengurai hal yang mengusik dirinya selama beberapa menit terlakhir.
Brentt masih mengingat senyuman Abrams tadi kepadanya. Abrams pasti mengetahui alasan dirinya berada di Arizona, tapi memilih untuk menyembunyikannya dari Dewan Komite yang lain.
Sebagai pimpinan sidang, Abrams seharusnya mencecar dirinya dengan banyak pertanyaan yang menyudutkannya.
Bukankah lembaran tebal dalam genggaman Abrams berisi banyak informasi yang bisa menyudutkannya?
Namun mengapa ia justru menahan dirinya dan terkesan mengubur semua fakta yang diungkap dalam persidangan?
Brentt bahkan masih mengingat bagaimana masing-masing Anggota Dewan melempar tatapan heran saat Abrams tiba-tiba menutup persidangan dengan tergesa-gesa.
Sambil berjalan tertatih menuju sisi luar gedung, Brentt kembali merapatkan mantel hitam yang dikenakannya. Angin musim dingin yang sedari tadi menerpa tubuhnya telah membuat kedua tangannya membeku.
Ia hentikan langkahnya sejenak ketika mencapai sisi luar gedung yang terbuka. Sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding kokoh didekatnya, Brentt menatap langit mendung yang kini mulai mencurahkan butiran-butiran salju halus di udara.
Untuk sesaat Brentt tertegun di tempatnya berdiri.
Rasa perih pada bekas lukanya kini semakin menjadi dan menyulitkan dirinya untuk berdiri diatas kedua kakinya.
Sambil memejamkan matanya, Brentt sentuh perut bagian kirinya perlahan dengan jemarinya yang dingin.
Disana ia bisa merasakan sweater dibalik mantel tebal yang dikenakannya mulai basah dengan cairan berwarna pekat.
Brentt menghela nafasnya perlahan.
Ia sudah bisa menduga hal ini terjadi. Luka tembak yang dialaminya bukan luka tembak biasa. Meskipun klinik tersebut telah mengeluarkan peluru tajam dari dalam tubuhnya, luka koyak yang disebabkannya masih meninggalkan rasa sakit yang luar biasa.
Bukan tidak mungkin sebentar lagi ia akan kehilangan kesadaran karena sakit tersebut.
Dengan tenaganya yang tersisa, Brentt paksakan dirinya tetap melangkah.
Namun belum lama dirinya meninggalkan dinding tempatnya bersandar tadi, Brentt mendapati seseorang tiba-tiba berdiri dihadapannya untuk menghadang langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost
ActionObsesi perburuan seorang Agen Rahasia untuk menemukan kembali sosok istimewa yang pernah menjadi target operasinya. Namun ia tidak sendirian dalam perburuan tersebut.