Bagian 17 : Perjalanan (2)

44 2 0
                                    

Brentt spontan menembakkan senjata apinya ke arah sosok perempuan yang baru saja menghantam kepalanya dengan sebuah kotak perkakas.

Dengan sikap siaga, ia arahkan kembali senjata apinya ke arah lelaki tinggi besar dihadapannya. Namun gerakannya tidak cukup cepat karena lelaki itu telah melempar sebuah benda tepat ke arah bahunya hingga senjata api yang di genggamnya terlepas dari tangannya.

Bentt seketika bergerak cepat untuk meraih senjatanya, tapi lagi-lagi lelaki itu lebih dulu menendang wajahnya hingga ia jatuh tersungkur.

Sambil menyeka darah yang keluar dari hidungnya, Brentt menatap sosok lelaki tinggi besar yang kini sedang berjalan pelan ke arahnya.

Ia mengambil sebuah batang besi panjang dari bak mobil wagon di dekatnya lalu menyeretnya di atas permukaan lantai.

"Ayolah Alex, bukankah kita masih punya perkelahian satu lawan satu yang belum selesai?!"

Lelaki itu mengayunkan batang besi ditangannya secara tiba-tiba ke arah kepala Brentt, namun beruntung Brentt berhasil menghindarinya dengan berguling ke sisi lain.

"Sejak kapan kau menjadi pengecut seperti ini, Alex?! Ayo hadapi aku layaknya seorang lelaki!"

Tidak puas dengan respon Brentt terhadapnya, sosok lelaki itu lagi-lagi menghampiri Brentt sambil mengayunkan besi ditangannya secara bertubi-tubi.

Gerakannya sangat cepat hingga Brentt kewalahan untuk menghindarinya.

Dengan kondisinya yang kelelahan seperti sekarang, Brentt kesulitan mengimbangi kekuatan fisik lelaki tersebut.

"Apa-apaan ini?! Kau tidak mencoba melawanku Alex?!"

Brentt menghalau ayunan batang besi dari lelaki tersebut dengan benda terdekat apapun yang dapat diraihnya.

Sekali saja ia lengah, maka pukulan kuat batang besi itu dapat menghancurkan kepalanya.

"Lawan aku, Alex!"

Sosok itu sengaja mengintimidasi Brentt dengan serangan tanpa henti seolah tahu Brentt telah kelelahan.

Ketika Brentt akhirnya terpojok, sosok lelaki itu menekan batang besi ditangannya ke leher Brentt dengan kuat.

Untuk beberapa saat, Brentt kehilangan akal. Tenaga lelaki tersebut sangat kuat dan sulit untuk dilawannya.

"Ayolah, jangan bercanda..kau bahkan sudah melukai Megan-ku.."

Bisikan lelaki itu membuat Brentt melirik cepat ke arah sosok perempuan yang sedang meringkuk kesakitan di dekat jendela bengkel.

Rupanya tembakan yang dilepaskannya tadi telah telak melukai salah satu kakinya. Tapi Brentt sama sekali tidak menyesalinya.

Jika sejak awal ia tahu perempuan itu bersekongkol dengan lelaki tersebut, tentunya Brentt tidak akan segan menghabisinya lebih dahulu.

Lelaki itu bukanlah veteran biasa.

Bersekongkol dengannya sama saja membuktikan bahwa perempuan itu juga 'sakit' sepertinya.

"Megan, bisakah kau ambil senjata miliknya untukku? Aku ingin menikmati perkelahian satu lawan satu dengan sobatku ini.."

Pandangan Brentt kini beralih ke arah senjata apinya yang terlempar tadi.

Lost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang