Bagian 29 : Pelarian (2)

39 2 0
                                    

The Royal Highland Hotel
Academy Street, Inverness
(Keesokan paginya)

Harmann menatap lama sederet nomor tak dikenal yang mucul dalam layar ponselnya. Sudah berkali-kali nomor itu menghubunginya. Namun ia ragu untuk menjawabnya.

Meskipun teori Phillips terdengar gila dan tidak masuk akal baginya, Harmann mulai menelaah situasi yang dihadapinya dengan cara pandang berbeda.

SIS sebetulnya punya kesatuan khusus untuk melakukan pengawalan terhadap Agent bermasalah.

Sidang Kode Etik SIS tentunya bersifat sangat rahasia. SIS tidak mungkin melibatkan Kesatuan lain untuk mengurusi perkara internal mereka.

Kecuali, memang terdapat suatu kondisi luar biasa dalam hal ini.

Harmann perlahan mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Semua hal yang dilontarkan Phillips sangat masuk akal sekarang. Pengawalan berlapis ini sejak awal sejatinya adalah untuk melindungi Brentt dari SIS sendiri.

Abrams tidak mungkin meminta RMP secara khusus melakukan pengawalan ini jika dirinya mampu memastikan keselamatan Brentt selama sidang berlangsung.

Tapi, kenapa SIS bersusah payah melenyapkannya sekarang? Kenapa mereka tidak menunggu sampai proses peradilannya selesai?

Bukankah dengan demikian, eksekusi terhadapnya akan lebih mudah dan tidak menarik perhatian seperti sekarang.

Atau bisa jadi..

Mereka sengaja memanfaatkan peluang ini sekarang karena Brentt sedang berada di luar wilayah kendali persidangan?

'Sial!!'

Harmann kembali memaki dalam hati. Ia tidak menyangka dirinya bisa terjebak dalam perkara besar semacam ini.

Seharusnya ia dapat membaca situasi ini sejak awal. Sekarang, ia bahkan tidak punya muka untuk menerima panggilan telepon dari Abrams.

Sungguh memalukan baginya untuk berbicara dengan Abrams di tengah situasi kacau seperti ini.

Sebelum Harmann terseret semakin jauh dalam kerisauannya, sebuah ketukan pintu tiba-tiba terdengar dan memaksanya untuk bangkit dari tempat tidur.

Harmann cukup terkejut ketika mendapati seorang lelaki berseragam yang dikenalnya sebagai Ajudan Phillips telah berdiri dihadapannya dengan postur tegap.

"Selamat pagi, Sir. Saya diminta untuk memberikan ini kepada anda"

Tatapan mata Harmann seketika beralih pada sebuah paperbag kecil yang dibawa lelaki tegap tersebut.

"Terimakasih"

Dengan senyum tipis, Harmann menerima titipan tersebut lalu menutup pintu kamar hotelnya dengan rapat.

Ia ambil sebuah kotak kecil dengan tulisan tangan Phillips pada sampulnya lalu membuka isinya perlahan.

Ternyata sebuah burner phone.

Phillips pasti sengaja memberikan ponsel tersebut untuk mengamankan komunikasi diantara mereka.

Dan benar saja tidak lama berselang, sebuah panggilan tiba-tiba muncul di layar ponsel tersebut. Tanpa ragu, Harmann segera menjawab panggilan itu dan mendengar suara tegas Phillips menyapa dirinya.

Lost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang