5

4.5K 377 59
                                    

Jimin memilih untuk memainkan tabloid nya meski sebuah film romance sedang tertayang. Seulgi bersikeras mengajaknya jalan-jalan, namun karena Jimin malas keluar, alhasil seulgi meminta untuk nonton film saja.

Seulgi yang berada dalam rangkulannya begitu khusuk saat menikmati film itu. Berbeda dengan Jimin yang sama sekali tidak memperhatikan dari awal. Jimin memang memiliki selera yang sangat berbeda dengan kekasihnya.

"Astaga endingnya sedih sekali..."

Seulgi mengusap ujung matanya yang berair. Sementara Jimin memilih mengusap-usap kepala seulgi sambil terus bermain game di tabloid nya.

"Seul, sudah hampir malam. Kau tidak pulang?"

Seulgi menatap Jimin kesal. Kekasihnya selalu saja begitu. Meski Seulgi tau bahwa Jimin menyayanginya, Seulgi akan selalu kesal dengan sifat Jimin yang to the point. Mana ada gadis yang tidak kesal saat pacar sendiri menyuruhnya meninggalkan rumah?

"Aku diusir?" Tanya Seulgi mengerucutkan bibir.

Jimin mengecup kening Seulgi singkat.
"Bukan begitu sayang. Aku tak mau kau sampai dirumah saat hari sudah larut."

Seulgi memikir sejenak. Ucapan Jimin memang benar adanya. Tapi Jimin pernah mengajaknya nonton bioskop dan mengantarnya pulang pada malam hari.

"Tapi kan waktu itu kau mengajakku nonton bioskop..."

"Kau yang mengajakku sayang."

"Yah, Maksudku itu." Seulgi membenarkan. "Kau mengantarkan aku pulang pada malam hari. Harusnya sekarang juga begitu..."

"Tapi saat ini aku tidak bisa Seul."

"Kenapa?"

"Malas."

Seulgi meraih tasnya lalu berdiri dan berjalan keluar dengan wajahnya yang kesal. Jimin melihat itu bingung mau berbuat apa, terlebih Seulgi pergi tanpa mengatakan apapun. Padahal Jimin hanya berusaha jujur.

"Sudahlah."

Jimin meletakkan tabloidnya di meja. Ia berjalan ke dapur. Sup buatan Rosè tadi siang membuatnya cepat lapar. Hari masih sore, namun Jimin kembali menginginkannya.

Jimin mencari-cari keberadaan Rose di dapur namun tak menemukannya. Pria itu terus berjalan ke taman belakang yang mungkin saja Rosè sedang mengangkat jemuran. Namun hasilnya nihil. Ia tak menemukan Rosè disana.

"Kemana dia?"

Jimin berbalik dan berniat mencari keberadaan budaknya itu ke kamarnya. Namun matanya tak sengaja menangkap sosok yang terkapar tak berdaya di bawa meja dapur.

"Rose!"

Jimin segera menghampiri dan melihat banyaknya busa yang keluar dari mulut Rose. Jimin meraih kepala gadis itu dan menangkunya dengan tujuan ajar ia tak tersedak busanya sendiri.

Gadis ini benar-benar gila, batinnya. Ia meraba-raba saku celananya untuk mencari ponsel agar bisa menelepon penjaga dan menghubungi pihak rumah sakit. Namun ia baru ingat kalau beberapa waktu lalu ia sudah melempar ponselnya hingga ponsel itu rusak.

"Ponsel sialan!"

Jimin kembali meletakkan kepala Rosè dengan hati-hati dan berlari menuju bel darurat dekat kamarnya. Ia memencet bel itu dan kembali menghampiri Rosè yang sejak ia temukan sudah tak sadarkan diri.

"Ada apa tuan?" Tanya salah satu penjaga yang datang.

"Siapkan mobilku." Perintah Jimin sambil melingkarkan tangan Rose ke pundaknya. Lalu menggendong Rosè bridal. "Dan kau, telepon lah pihak rumah sakit untuk pertolongan overdosis."

Devenir AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang