4

4.5K 380 78
                                    

"hiks hiks!!"

Rose terus terisak sembari membalut luka pada tangan Jimin. Luka yang cukup dalam dan Rose menyesali itu akibat ulahnya.

"Harus berapa kali ku bilang?" Jimin menatap Rose yang bersimpuh di hadapannya dengan rahang yang mengeras. "Jangan pernah kau perlihatkan air matamu padaku!"

Rose segera menyeka air matanya. Tak menatap Jimin yang duduk di sofa.
"Maafkan aku tuan."

"Kau selalu mengatakan itu."

Rose menggigit kedua bibirnya kuat. Ia berharap tangisnya tak lagi pecah.

"Aku takkan membunuh sesuatu yang menjadi milikku." Ucapnya dingin. Rose menoleh, masih dengan matanya yang berkaca-kaca.

'milikku?'

"Aku membelimu dengan harga yang tidak sedikit. Dengan tujuan kau bisa membantuku mengerjakan pekerjaan yang tak bisa aku lakukan. Tanpa gaji dan untuk seumur hidup."

Rose menunduk, terus membenahi perban pada tangan Jimin. Ia terlalu lemah dan tak bisa membendung air matanya. Ia tak pernah bermaksud untuk menangis di hadapan tuannya. Tapi penjelasan Jimin benar-benar menyakitkan.

Tuhan aku tak kuat dengan semua ini batin Rosè terus meronta. Ia ingin lepas. Dia bukanlah milik siapa-siapa. Tapi dengan gampang ibunya menjualnya dan membuat hidupnya dimanfaatkan orang lain.

Hidupnya hancur sejak saat itu.

🌷🌷🌷

Jimin memutuskan untuk cuti hari ini. Dan memilih untuk mengawasi karyawan di kantor secara virtual. Entahlah, dia terlalu malas untuk beraktivitas sekarang.

Ddrrttt!!!

Jimin menoleh pada ponselnya dan melihat nama yang tertera disana.

My sweety ❤️

Jimin memutar bola mata, itu adalah nama yang Seulgi beri sendiri di teleponnya. Pemuda itu meraih ponselnya dan menolak panggilan dari sang kekasih. Bukan tak sayang, tapi ia terlalu malas untuk mendengar ocehan dari mulut sang kekasih. Yah, meski sewaktu-waktu ia akan merindukannya.

Drrttt!!!

Jimin melihat kembali ke layar ponsel, dan menemukan nama yang sama. Jimin lebih memilih untuk membiarkan ponsel itu sibuk berdering sendiri.

Drrttttt!!!

Oke kali ini Jimin kehilangan kesabarannya. Mengapa harus ada yang menganggu waktu istirahatnya? Bukankah dia sudah bilang kalau dia tak bisa diganggu hari ini?

Tanpa basa basi lagi Jimin meraih ponsel merek Apple keluaran terbaru yang ia beli seminggu lalu itu dan melemparnya asal. Membuat ponsel super canggih itu terpental dan hancur saat menghantam dinding.

Pp-pangg!!!

Ponsel itu bukanlah tipe yang mudah hancur. Namun dengan tangan beringas milik Jimin, mungkin ponsel itu harus dibawa ke counter dan di perbaiki selama beberapa hari. Tapi menurut sejarah, Jimin tak pernah memperbaiki barang elektronik miliknya, begitupun ponsel. Ia tinggal beli yang baru.

"Tuan, makan siangnya sudah siap."

Jimin mengabaikan ucapan budaknya di sebalik pintu. Entahlah, bahkan untuk makan saja ia terlalu malas saat ini.

Ceklek...

Jimin melayangkan tatapan tajam pada pintu yang baru saja terbuka. Ia bersumpah jika itu Rosè, ia akan mencekiknya jika berani masuk tanpa izin.

Devenir AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang