36. kehidupan baru

10.6K 386 13
                                    

Ana PoV

Memang kadang aku masih merasa rindu mas Rahman ketika melihat mata Fatih. Bahkan ia sangat mirip Mas Rahman. Tapi sikap lembut mas Ferdi jauh membuatku bahagia dan lupa akan segala kesedihanku.

"Dek.. aku mau nanya?".

"Iya mas apa?".

"Kenapa Bunda nya Rahman menyayangimu bahkan lebih dari Mamahmu?".

Aku pun kaget tiba tiba ia bertanya tentang bunda." Entahlah bunda begitu menyayangiku lebih dari mamah. Bahkan ketika aku belum menikah dengan Mas Rahman. Bunda selalu datang merawatku ketika hamil. Bunda juga yang menemaniku di masa  sulit hancurnya aku. Aku pun menganggapnya sama seperti mamah".

"Oh seperti itu pantas saja ia yang pengen tau aku . Ia yang ingin aku segera menikahimu".

"Lalu bagaimana orang tuamu?".

"Entahlah aku tak pernah tau orang tua asliku. Aku tinggal di panti hingga suatu saat aku di adopsi oleh orang pesantren. Aku disekolahkan hingga menjadi dokter. Namun sekarang bapakku sudah meninggal. Kini pesantren diteruskan anak anaknya kandung aku pun tak berani ikut campur. Aku hanya sesekali menjenguk ibuk dan pengurus lainnya".

"Maafkan aku bahkan aku tak tau apa apa tentang kehidupanmu".

"Inilah tujuan kita menikah untuk mengenal satu sama lain".

"Terimakasih akan kesabaranmu untukku".

"Sama sama sayang".

***

5 tahun kemudian..

"Kakak.. dek ira ditungguin dong". Ucap seorang anak kecil berumur 3 tahun dengan lucunya.

"Iya iya dek ayuk". Gandeng kakak laki lakinya yang berusia 5 tahun.

"Umiiii umiiiiiii". Teriak mereka berdua.

"Apa sayang? Darimana saja sana cuci kaki sama tangannya yuk kita makan". Ajak Ana pada anak anaknya.

"Abi belum pulang mi?". Tanya anak kecil yang cantik dengan suara khas nya.

"Kata siapa abi belum pulang".

Ferdi langsung mengangkat putrinya yang lucu itu. Putri nya pun merasa kesal pada abinya yang selalu jahil padanya.

"Kok mukanya cemberut?". Tanya Ferdi pada Ira.

"Abi pulang gak bilang bilang, abi selalu gendong Ira. Dek ira udah besar abi". Katanya dengan polos.

"Masak udah besar kok masih suka nangis". Goda Ferdi pada putrinya.

"Ihhh abii.. ira gamau ngomong sama abi lagi".

"Udah udah sini dek Ira sama Umi nanti biar umi marahin ya abi nakal sama  dek ira". Bujuk Ana.

Ira pun langsung memeluk uminya. Dan duduk di kursi untuk makan.

"Yukk kita makan. Kakak mau makan apa?". Tanya Ana pada Fatih.

"Kakak mau itu mi" menunjuk ayam goreng dan sayur asam.

"Dek Ira mau apa?". Tanyanya ganti pada putri nya.

"Mau itu telur mi". Ana mengambilkan untuk putrinya dan menyuapinya bergantian dengan dia yang juga makan.

"Abi yang mana?".

"Terserah umi aja".

Mereka pun makan siang dengan bahagia. Setiap hari keluarganya selalu dipenuhi dengan suara kebahagian dari anak anaknya.

Bahkan ia tak lagi merasa sedih kehilangan Rahman. Ia sudah benar benar ikhlas akan kematian Rahman.

Semoga saja ini akan menjadi kebahagiaanya hingga nanti.

Anak anak pun sudah mulai berangkat mengaji sore di dekat rumah mereka.

"Mas.. kenapa kok pulang cepet?".

"Kangen kamu sayang". Ucap Ferdi sambil mencium kening Ana.

"Ihh mas serius". Ucap Ana kesal.

"Gapapa sih.. gak ada jadwal operasi kok. Adanya jadwal berduaan sama kamu". Goda Ferdi.

"Ihh mas beneran".

"Iya iya sayang ini beneran aku pengen deket sama kamu terus".

"Iya deh terserah mas aja".

"Aku mau ke supermarket mas". Pamit Ana.

"Aku antar ya".

"Kan gak jauh mas deket sini doang".

"Yaudah yang jauh yuk kita kencan berdua".

Mereka pun pergi ke mall untuk nonton bioskop dan jalan jalan berdua. Karena anak anak pulangnya malam karena mereka mengaji di pesantren.

"Sudah sebulan kita gak kencan ya". Ucap Ferdi.

"Iya mas aku pengen makan yuk kesana". Ajak Ana.

Mereka pun menikmati makan sambil belanja bulanan. Memang Ferdi tak sekaya Rahman namun ia juga masih termasuk orang kaya mampu membelikan apapun yang Ana minta. Namun ana hanya akan belanja kebutuhannya.

Dan hingga kini Ana masih istiqomah memakai cadarnya.

"Sayang liat itu bajunya bagus"

"Ih mas kan semua baju aku hitam sebagus apapun ya sama aja sama yang lainnya".

"Itu cadarnya sayang bagus".

"Cadarku banyak mas yukk ahh gamau belanja baju".

Mereka pun memutuskan untuk pulang dan ada sesuatu yang membuat Ana kaget. Siapa dia?

Kenapa mirip Rahman. Namun jika ia Rahman kenapa ia tak menemui Ana. Jalan takdir yang bagaimana lagi yang menghampiri Ana.

Ana melihat laki laki yang mirip Rahman di lampu merah. Namun ia tak yakin bahwa itu Rahman.

Hayokkk Rahman keluar nih

Imam SurgakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang