"La, dicariin ketum HIMA tuh" ucap salah seorang dari teman sekelasnya yang baru saja memasuki ruangan.
"Siapa?" tanya Alaika.
"Ya Bram lah. Memangnya ketum HIMA kita siapa lagi selain dia" balas temannya.
Alaika meringis. "Ya kali aja Ketum HIMA prodi lain gitu yang nyariin aku" kilah Alaika.
"Lo nggak seterkenal itu ya La. Lo cuma terkenal di kandang sendiri" ucap temannya sambil cekikikan.
"Asem lo. Tapi mendingan sih dari pada kamu, dikelas sendiri aja nggak terkenal" balas Alaika.
"Itu mulut kebanyakan makan cabe apa ya? Pedasnya nyelekit banget"
Alaika tertawa mendengar ucapan temannya.
"Bentar ya Nis, pendamping aku nyariin" ucap Alaika berseloroh.
"Udah diakuin nih" balas Nisrina.
"Aku nggak mau jadi hamba durhaka" jawab Alaika.
"Eh eh eh...pendamping apa nih?" ketua kelas yang memang mulai akrab dengan Alaika dan Nisrina ikut bergabung.
"Pendamping hidup" balas Nisrina cepat. Alaika melotot. Dilihatnya reaksi teman-temannya terutama yang perempuan mulai menatapnya tidak suka. Memang bukan rahasia lagi bahwa fans Bram tersebar dimana-dimana.
"Apaan sih Nis. Bukan. Bukan pendamping hidup. Amit-amit deh. Pendamping untuk kelompok OSPEK yang ke IV ntar mbak. Maklum aku kan ketua kelompoknya dan dia pendamping untuk kelompok aku" jelas Alaika panjang lebar dan berusaha untuk sedikit menaikkan volumenya agar teman sekelasnya mendengar penjelasan itu.
"Dia jadi pendamping untuk hidup kamu sekalian juga nggak apa-apa sih. Aku no problem karena aku sudah punya suami jadi aku tidak ngefans pada Bram" balas Irma. Irma dan Nisrina tertawa bersama-sama sementara Alaika cemberut setengah mati.
Alaika lebih memilih meninggalkan kedua teman dekatnya selama diperkuliahan itu dan berjalan dengan langkah kesal menuju Bram yang sedang berdiri dipintu kelasnya.
"Kenapa pula kelas kami ini harus sendepanan gini sih. Semesta tolong jangan begini" dumel Alaika dalam hatinya.
"Ada apa?" tanya Alaika malas.
"Apa alasan kamu nolak saya?" ucap Bram langsung ke intinya.
Kening Alaika mengernyit, ia bingung maksud dan arah tujuan pertanyaan Bram.
"Hah? Maksudnya?" tanya Alaika bingung. Perasaan Bram nggak pernah menyatakan perasaan dan Alaika merasa tidak pernah menolak pria didepannya ini.
"Apa dia udah tau bakal tertolak tanpa perlu ditembak terlebih dahulu" batin Alaika.
"Undangan semalam" jelas Bram singkat.
"Undangan apa sih?" ucap Alaika kesal.
"Ini orang nggak bisa apa ngomong panjang dikit, jelas-jelas gitu ngomongnya. Biasanya juga bawel" kembali Alaika hanya membatin.
Bram berdehem sebentar karena sebelumnya ia tidak pernah mengejar seorang wanita biasanya juga wanita yang mengejar-ngejarnya. Sekalinya ia tertarik pada seorang wanita malah wanita itu terlihat risih bersamanya.
"BBM"
Alaika mengernyit mengingat-ingat undangan BBM semalam.
"Oh...yang Tarzan itu ya?" ucap Alaika.
"Hah? Tarzan? La Tahzan, Ala"
"Ya itulah pokoknya" kilah Alaika.
"Habis nggak ada fotonya, namanya nggak ada. Nggak jelas gitu. Ngapain nerima yang nggak jelas" jelas Alaika.
Bram tersenyum menaikkan alisnya.
"Jadi kalau jelas bakal kamu terima?" pancing Bram.
"Iya" jawab Alaika setengah bingung menatap ekspresi Bram yang janggal.
Bram tersenyum dan mengacak-acak rambut Alaika sebelum berjalan masuk ke kelasnya.
"Apaan sih. Udah ngacak-ngacak rambut orang, masuk begitu aja tanpa pamitan. Uuuuu~~~" ledek Alaika kesal sambil membenarkan rambutnya yang sedikit acak-acakkan.
"Loh, Ala ngapain didepan kelas abang?"
Mata Alaika berbinar menatap sosok tampan kesukaannya. Alaika dan Adam memang lumayan sedikit dekat semenjak lomba debat itu.
"Tadi habis di panggil sama Bang Bram" ucap Alaika sambil tersenyum manis.
"Kamu nggak sempat sisiran ya tadi ke kampus? Sini abang bantu rapikan"
Adam langsung mendekat kearah Alaika. Alaika membatu dan membiarkan Adam merapikan rambutnya.
"Selesai" ucap Adam sambil tersenyum puas.
"Makasih" ucap Alaika malu-malu.
"Iya sama-sama. Abang masuk kelas dulu ya" pamit Adam. Alaika mengangguk sambil tersenyum.
Alaika berpaling hendak menuju kelasnya namun dilihatnya Nisrina dan Irma mengintip didepan pintu kelas mereka. Alaika langsung tersenyum lebar, ia ingin sekali teriak meluapkan kebahagiaannya. Alaika melangkah dengan riang.
"Mbak! Nis! Ahhhhh...." teriak Alaika tertahan sambil memeluk kedua sahabatnya.
"Tau deh yang bahagia habis sama gebetan" ucap Irma.
"Langsung adem ya habis ngeliat Adam. Dasar Alaika" timpal Irma.
Alaika hanya tertawa karena hari ini ia bahagia.
"Semesta...terimakasih" batin Alaika.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE OUR LAST STORY (SELESAI)
RomanceTidak ada yang seabadi aksara dalam menyimpan sebuah cerita. Bahkan ketika ingatan mulai berkarat dihujani sang waktu... Bahkan ketika hati membeku setelah jutaan purnama berlalu... Kisah terakhir kita akan tersimpan dalam untaian kata. Kita kan sel...