DUA PULUH TUJUH

1.8K 192 2
                                    

Alaika menggeram sedikit kesal ketika ia baru saja terlelap tubuhnya sudah diguncang-guncang dengan kuat.

"Bangun. Disuruh kumpul buat jerit malam" ucap Karenina yang lalu berjalan keluar dari tempat mereka terdampar untuk mengistirahatkan diri.

Alaika melihat jam dipergelangan tangannya dan mengernyit.

"Udah jam setengah 2 tapi baru jerit malam?" tanya Alaika bingung karena sebentar lagi subuh lagipula biasa jerit malam dilakukan jam 12-jam 1 tengah malam.

"Mungkin panitia kesiangan atau menunggu hujan agak teduhan dikit" jawab Nisrina. Alaika melirik keluar.

"Hujannya udah berhenti sama sekali bukan lagi teduh" jawab Alaika.

"Cepatan" ucap Nisrina lalu berjalan meninggalkan Alaika. Alaika dengan berat dan terpaksa keluar dari teras rumah tersebut. Ia ikut bergabung dalam barisan.

"Nggak hanyut, San?" sapanya pada Hasan yang berada dibarisan sebelahnya.

Hasan terkekeh pelan dan berbisik. "Untungnya nggak"

"Baiklah. Kalian akan berjalan sendiri-sendiri dan no urutnya sesuai dengan tanggal lahir kalian. Kalau kalian lahirnya diawal bulan ya kalian maju awal-awal dan begitu seterusnya" jelas Munarah dan Alaika serta yang lainnya mengangguk. Dalam hati Alaika mulai menghitung-hitung dan sepertinya ia masih bisa tidur pulas sambil menunggu mengingat ia akan menjadi paling terakhir karena ia lahir ditanggal 30 tapi ia tau Kak Muna tidak akan membiarkannya berbahagia sedikit saja.

Alaika menunggu bagiannya sambil memeluk tubuhnya sendiri dan sesekali berbincang pada peserta lain.

"Itu jaket Bang Abram kan?" tanya Dian curiga. Alaika sedikit terkejut dengan pertanyaan Dian.

Alaika mengangguk. "Ia. Tadi Bang Abram minjamin jaketnya karena tadi aku..kelihatan sangat kedinginan. Aku menggigil tadi ternyata udara diluar tenda betul-betul dingin" jawab Alaika yang tidak ingin menimbulkan gosip lebih jauh.

"Oh. Memang kamu nggak punya jaket?" tanya Dian lagi.

"Punya tapi di kos" jawab Alaika apa adanya.

"Kenapa nggak dibawa?"

Alaika menatap Dian. "Aku tidak tau kamu memperhatikan aku atau tidak tapi selama ini aku memang jarang sekali menggunakan jaket. Aku tidak terlalu suka dan ini pertamakalinya aku kemah di pantai jadi aku tidak tau suasana malam pantai akan sedingin ini" jelas Alaika.

"Kenapa gak suka pakai jaket?" tanya Dian lagi. Alaika berusaha untuk bersabar.

"Aku hanya membawa satu jaket dan jaket itu super tebal membuatku terlihat jadi seperti super gemuk. Jangan membahasnya lagi aku takut jadi body shamming" jawab Alaika dan Dian tertawa. Pada saat itu Alaika mengucap syukur nama Dian dipanggil dan tersisa ia dan Kak Muna. Ia bisa menikmati sunyi sendirian karena Kak Muna juga bukan tipe orang yang banyak bicara.

"Bentar lagi giliran kamu ya Alaika" ucap Munarah.

Alaika mengangguk dan menjawab "Iya kak".

Alaika melirik jam tangannya yang sudah menunjukan jam 3 subuh. Alaika tersenyum karena suasana pasti tidak semencekam waktu peserta nomor urut awal karena sekarang sebentar lagi matahari terbit.

"Alaika sini" panggil Munarah dan Alaika mengikuti. Munarah memberikan arahan kepada Alaika dan memberitahukan pos-pos yang ada selama jerit malam. 

"Pakai mantel kamu, hujan mulai turun dan kalau kamu ragu tentang arah yang harus kamu tempuh ditengah jalan, panggil saja kami. Mereka diam-diam berjaga sepanjang jalan" jelas Munarah, Alaika mengangguk dan memakai mantelnya dan ia mulai berjalan.

Alaika berjalan dengan santai sambil menikmati debur ombak, rinai hujan dan goyangan rerumputan serte pepohonan yang tertiup angin. Alaika sangat bersemengat dengan keadaan sekarang, berjalan dipinggir pantai kala gelap baru kali ini ia rasakan. Kepalanya menengadah membiarkan rinai membasahi dan matanya menatap langit gelap yang dihiasi bulan purnama kesukaannya dan beberapa kerlip bintang diiringi dengan nyanyian ombak, Alaika tersenyum menatap keindahan semesta. Cahaya senter Alaika kesana kemari dengan liar menikmati semua pemandangan pantai.

Namun Alaika merasa sudah berjalan lama dan jauh tapi tak juga ia lihat tanda-tanda keberadaan pos yang dimaksud Munarah bahkan ia juga tak melihat pita yang dimaksud seniornya itu. Alaika terdiam menatap pantai dan mulai berpikir jangan-jangan dia salah arah dari awal.

Alaika mulai memanggil manggil sandi yang diajarkan Munarah namun tidak ada jawaban atau sesosokpun yang muncul. Alaika sudah mengarahkan senternya menuju pepohonan dan semak berharap ada sesosok yang muncul disana. Tentu saja sosok manusia, seniornya bukan sosok gaib yang tak seharusnya dia lihat.

Alaika mulai putar balik dan kembali. Ia berpikir mungkin ia telah salah arah dari awal tadi mengingat betapa buta arahnya dia. Mungkin seharusnya dia kearah kanan bukan kiri mungkin juga tadi dia memang salah mengartikan arah yang diucapkan Kak Muna.

Ditempat lain, Abram sedang berdiri di gerbang pemakaman dengan gelisah karena peserta terakhirnya tidak kunjung muncul juga. Peserta lain tidak ada yang selama ini. Abram semakin gelisah ketika ia tidak bisa menghubungi siapapun karena disini tidak ada sinyal. Abram berjalan mondar-mandir dengan gelisah dan khawatir.

"Tenanglah Bram, dia pasti baik-baik saja. Kita sudah memberi tanda dengan jelas dan ada yang lain berjaga disepanjang jalan" ucap Sam menenangkan Abram.

"Tapi kenapa dia lama sekali? Jauh lebih lama dari peserta lain. Bagaimana arah panah yang dibuat dipantai itu terhapus ombak" Abram terlihat gusar bukan main.

"Kalau pun terhapus masih ada pita berwarna pink neon yang kita pasang di sepanjang pepohonan yang akan menuntunnya ke sini. Mungkin dia tertahan di pos lebih lama karena ada kesulitan yang tidak bisa ia atasi" jawab Sam.

Abram mengernyit. "Itu tidak mungkin. Kecerdasan Alaika tidak akan menahannya lama di setiap pos yang kita rancang" jawab Abram.

"Sam, bawa peserta lain ke tempat semula dan minta beberapa penjaga di rute pulang mencari Alaika. Aku akan tetap disini" titah Abram yang tau pasti bahwa Sam tidak mungkin menemukan Alaika di rute pulang. Mereka membuat jalan pulang dan pergi menjadi jalan yang berbeda. Sam menaati perintah Abram dan berjalan menuju tempat peserta yang telah selesai.

"Bang Abram"

Abram menoleh dan ia sedikit kecewa mendapati sosok Nisrina bukan Alaika.

"Alaika mana?" tanya perempuan itu yang Abram tau sebagai sahabat Alaika.

"Masih diperjalanan. Kalian pulang saja dulu. Ada Sam yang akan menuntun kalian pulang ke tenda masing-masing" jawab Abram berusaha tenang.

Nisrina sedikit curiga namun ia tau untuk tidak memperburuk keadaan dengan bertanya lebih jauh namun fakta yang Nisrina ungkapkan malah membuat rasa panik dalam diri Abram bergejolak hebat.

"Bang, Alaika itu buta arah dan sering tersesat"



SAVE OUR LAST STORY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang