Abram melangkah menuju kelas Alaika. Seperti biasa, yang ia tuju bukanlah kelasnya melainkan kelas Alaika. Abram melirik jam dipergelangan tangannya, pria itu mengernyit ketika melihat jam yang sudah mepet dengan jam pertama namun gadis itu tidak juga menunjukkan batang hidungnya.
"Abang nyari Alaika ya?"
Abram menoleh pada sumber suara yang menyapanya.
"Iya. Kok Alaika nggak bareng kamu?" tanya Abram dengan kening mengernyit. Pasalnya Alaika selalu pergi ke kampus dengan Nisrina karena mereka satu kos dan juga satu kelas.
"Alaika nggak masuk hari ini"
"Kenapa? Sakit?" tanya Abram mulai khawatir.
"Seseorang yang selalu ia tunggu, datang hari ini. Jadi Alaika menjemputnya di bandara" jawab Nisrina dengan perasaan serba salah.
Abram langsung tau sosok yang dimaksud Nisrina. Pria yang selalu Alaika bangga-banggakan didepan sahabatnya dan pria yang selalu ditunggu dengan setia oleh wanita itu.
"Pria idaman Alaika? Sosok yang selama ini menjadi foto profil hp Alaika?" tanya Abram memastikan hal yang sudah pasti. Nisrina mengangguk dan Abram berjalan menjauhi kelas Alaika. Nisrina menatap sedih pada punggung Abram yang berlalu.
. . .
Alaika duduk sambil menggenggam tangannya sendiri. Menghalau rasa gugup dan kebahagiaan yang membuncah. Setelah tiga tahun berlalu, akhirnya ia kembali melihat sosok yang selalu ia tatap sebelum tidur melalui sebuah figura. Sosok yang selalu ia cari dalam ingatan-ingatan masa lalunya.
Senyum Alaika merekah tanpa bisa dicegah saat sosok tinggi yang mengenakan sweater berwarna hitam dengan celana jeans hitamnya serta sunglass itu menatap Alaika dengan senyum manis yang merekah. Pria itu berjalan mendekati Alaika sambil menyeret kopernya dan Alaika juga mengambil langkah tergesa-gesa mendekati pria itu.
"Bang Ares" sapa Alaika dengan senyum bahagia yang tak sanggup dibendungnya.
Ares Mahaprana. Satu nama yang selalu melekat dalam jiwa Alaika dari dulu hingga sekarang, Alaika hanya mengetahui satu nama Ares Mahaprana.
"How are you, my little sister" sapa Ares sambil melepas kacamatanya. Senyum Alaika kian mengembang menatap mata teduh dan senyum manis Ares. Ares memiliki senyuman yang sangat menular.
"Selalu baik dong" jawab Alaika riang.
"Bisa abang lihat dari pipi kamu yang kian cubitable" jawab Ares sambil tertawa.
"Antar abang ke hotel dulu ya, habis itu kita makan. Abang lapar. Mana kunci motor kamu"
"Ala aja yang bawa. Abang kan masih capek"
"Nggak apa-apa. Abang anti digonceng cewek. Harga diri abang menolak hal yang seperti itu" jawab Ares dan mereka tertawa bersama.
"Sini Ala bawakan kopernya" pinta Alaika dan Ares menjauhkan kopernya.
"Dari pada kamu megang koper abang, mending kamu megang tangan abang. Biar nggak hilang dan jauh-jauh dari sisi abang" tawar Ares dan dengan malu-malu Alaika menerima telapak tangan Ares yang telah terbuka untuknya.
Ares tersenyum. Alaika diam sambil menunduk mengatur degub jantungnya yang berdendang terlalu liar. Debar seperti ini hanya bisa ia rasakan bersama Ares Mahaprana.
"Kamu bolos ya?" tanya Ares sambil berjalan bersama Alaika menuju tempat motor Alaika diparkir.
"Bolos sehari nggak masalah" jawab Alaika sambil tersenyum untuk menghalau rasa bersalah Ares.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE OUR LAST STORY (SELESAI)
RomanceTidak ada yang seabadi aksara dalam menyimpan sebuah cerita. Bahkan ketika ingatan mulai berkarat dihujani sang waktu... Bahkan ketika hati membeku setelah jutaan purnama berlalu... Kisah terakhir kita akan tersimpan dalam untaian kata. Kita kan sel...