Kita bahagia,
Dalam ilusi masing-masing.. . .
Because the last time you saw me
Is still burned in the back of your mind
You gave me roses, and I left them there to dieAku sedang menikmati lagu Back to December milik Taylor Swift sambil terus merangkai kata demi kata untuk mengabadikan kisah kita yang telah berlalu. Aku ingat kamu meminta agar kisah kita diabadikan dalam aksara olehku dan aku sekarang sedang menepati janji itu.
It turn out freedom ain't nothing but missing you
Wishing I'd realized what I had when you were mine
I go back to December, turn around and make it alrightPenyesalan memang selalu datang paling akhir. Aku menatap debur ombak yang terlihat tenang. Kemudian menengadah menatap langit biru. Setiap hari, aku selalu memohon agar semesta tidak menghukumku karena telah menyia-nyiakan seseorang yang begitu luar biasa bersabar atas diriku.
'Tidak akan ada pria yang bisa mencintaimu dengan luar biasa seperti ini, seperti aku mencintaimu'
Ucapan itu selalu saja terngiang-ngiang.
"Sepertinya kau benar dan sekarang aku sedang memohon-mohon pada semesta berharap ucapanmu salah" ucap ku sambil menatap kelima jariku yang kosong, tanpa satu cincinpun. Aku memfoto jemari-jemari kosong itu dan memasangnya distatus whats App tanpa kata-kata.
Aku menghubungi nomor penerbit yang akan membeli karyaku.
"Kak, udah aku revisi ya. Udah aku email. Oh iya kak, memangnya kenapa sih nggak boleh pakai yang sad ending? Kenapa harus diubah ke happy ending? Bukankah kalau didunia nyata juga banyak tuh yang akhirnya tragis dan menyedihkan" tanyaku yang sebenarnya tidak ingin mengubah ending cerita. Namun apa daya diri ini lemah dengan jumlah rupiah yang ditawarkan.
"Bos besar minta begitu. Oh iya kata bos besar. Nanti kontrak kerja sama nya kakak email ya. Minggu depan langsung ke kantor aja. Sekalian ada pesta kecil-kecilan buat nyambut kamu sebagai penulis baru di perusahaan kami"
Aku mengangguk. "Oke kak. Makasih ya"
"Oh iya, kamu mau pakai nama asli atau nama pena nih nanti?"
"Nama pena aja deh kak" jawabku tanpa memikirkannya karena memang aku tidak suka jika identitas asliku terbongkar. Ya kali nyeritain mantan pakai nama asli ntar dikira gagal move on atau lebih parahnya dikira nggak laku. Meskipun aku mulai mempertanyakan hal tersebut juga, sepertinya aku dikutuk Abram karena setelah Abram, sungguh tidak ada lagi pria yang dekat denganku.
"Oke. Sampai ketemu minggu depan"
Aku kembali merenungi langit senja dan berdialog dalam diam pada langit.
'Jika dia memang takdirku harusnya bagaimanapun aku menolaknya, dia akan tetap menjadi takdirku. Tapi karena dia telah bersama yang lain berarti dia bukan takdirku, kan? Jadi tolong, aku telah melepaskannya. Karena aku telah melepaskan apa yang bukan menjadi takdirku, tolong kirimkan seseorang yang memang ditakdirkan untukku' rintihku pada langit yang akhir-akhir ini rutin ku lakukan.
Di umur 22 tahun aku menolak ajakan Abram untuk menikah karena aku memang tidak siap untuk menikah muda. Aku ingin merintis karirku sendiri, aku ingin menikmati masa muda dulu. Namun Abram yang memang ingin menikah muda akhirnya menemukan wanita yang sejalan dengannya. Dan sekarang saat umurku 25 tahun, ketika aku sudah siap menikah tapi tidak ada satu pun pria yang dekat denganku. Hidup ini sungguh terlalu.
SAVE OUR LAST STORY.
Melalui kisah ini, aku ingin mengucapkan dua kata yang tidak pernah kamu dengar selama kebersamaan kita. Terimakasih dan Maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE OUR LAST STORY (SELESAI)
RomanceTidak ada yang seabadi aksara dalam menyimpan sebuah cerita. Bahkan ketika ingatan mulai berkarat dihujani sang waktu... Bahkan ketika hati membeku setelah jutaan purnama berlalu... Kisah terakhir kita akan tersimpan dalam untaian kata. Kita kan sel...