Hujan yang mengguyur sepanjang pagi membuat wajah panitia dan peserta terlihat muram karena agenda mereka terganggu. Alaika bahkan sesekali menggerutu karena ia begitu ingin tidur, cuaca seperti ini terlalu sia-sia jika dilewati dengan mata terbuka.
Pagi itu, mereka semua sarapan bubur kacang hijau. Alaika hanya menatap gelasnya dan mengaduk-aduk kacang hijau yang masih hangat.
"Kok nggak dimakan?" tanya Abram menghampiri Alaika yang sedang duduk menatap hujan melalui teras mushollah.
Alaika mendongak, menatap Abram yang sekarang duduk dibangku panjang yang ada didepannya.
"Masih panas" bohong Alaika yang enggan mendengar ceramah Abram dipagi hari.
"Wajib dihabiskan. Jangan buang-buang makanan. Mubazir"
Alaika memutar bola matanya malas. Nggak dijelaskan aja udah ceramah apalagi dijelaskan, pikir Alaika.
"Perhatikan semua! Begitu hujan sudah tidak terlalu lebat, kegiatan akan langsung dimulai. Gunakan jas hujan kalian setelah kalian makan. Waktu kalian makan tersisa 5 menit dan wajib habis" ucap Abram yang mulai memperhatikan hujan yang mulai berubah menjadi gerimis.
Alaika menatap punggung Abram yang berjalan menjauh. "Hasan...mau nggak? Nggak aku sentuh kok. Aku nggak suka kacang hijau" ucap Alaika pelan sambil memperhatikan sekelilingnya.
"Aku nggak pernah nolak rezeki kok La. Sini. Kamu bawa cinta juga pasti aku terima" canda Hasan yang membuat Alaika tertawa.
"Sorry stok cinta aku udah habis" balas Alaika.
"Dirampok siapa?"
"Kalau dirampok mah namanya hilang bukan habis. Kalau habis berarti udah aku bagi-bagikan. Udah aku kasih secara ikhlas, kalau dirampok mah aku nggak ikhlas" jelas Alaika.
"Udah makan sana, ntar keburu Abram dan antek-anteknya datang" Alaika lalu meninggalkan Hasan dan kembali ke posisinya semula.
~~~
Alaika menikmati mengarungi air banjir yang dalamnya sebetisnya. Ia sekarang sedang memasuki jalanan dihutan didampingi Nisrina. Satu kelompok dengan Nisrina membuat Alaika merasa senang. Ia mengarungi air banjir dengan bahagia.
"Selamat datang di pos 3" sambut Samsudin. Alaika dan Nisrina hanya tersenyum sopan membalas seniornya.
"Pos ini kalian harus berorasi seolah-olah kalian sedang memimpin sebuah demo" ucap Samsudin.
Alaika menghebuskan nafas tak percaya. Pemimpin sebuah demo? Ikut demo aja Alaika belum tentu sudi. Lebih baik ia tidur deh dikasurnya. Dengan langkah terpaksa, ia menaiki batang kayu yang besar dan mulai berorasi didepan hamparan air laut.
"Bang orasi tuh apaan sih?" tanya Alaika yang bingung harus mulai berucap seperti apa.
"Pidato yang disampaikan dihadapan khayalak ramai. Kali ini abang mau kamu seolah pemimpin sebuah demo. Pernah lihat orang demo kan?"
Alaika menggeleng.
"Jadi kamu di TV nonton apa?"
"Upin Ipin, Boboboy, spongebob, barbie..."
Samsudin langsung menghentikan ucapan Alaika. Kepalanya terasa berdenyut mendengar ucapan salah satu juniornya.
"Udah segede gini minimal nonton sinetron kek" timpal Samsudin.
"Nggak ah takut jadi antagonis lalu salah pergaulan" jawab Alaika seadanya.
"Nggak tau abang. Ala nggak usah deh" Alaika berusaha bernegosiasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE OUR LAST STORY (SELESAI)
RomanceTidak ada yang seabadi aksara dalam menyimpan sebuah cerita. Bahkan ketika ingatan mulai berkarat dihujani sang waktu... Bahkan ketika hati membeku setelah jutaan purnama berlalu... Kisah terakhir kita akan tersimpan dalam untaian kata. Kita kan sel...