Part 17

3.3K 494 57
                                    

Terima kasih komentarnya, sungguh aku senang membaca komentar kalian. Pokoknya i love you 😘😘😘

Happy reading....

Setelah pembicaraan yang panjang, akhirnya Ismail dan Jason memutuskan untuk mengadakan ijab kabul di Cipanas dan resepsi di Jakarta dan hanya keluarga dan kolega penting saja yang di undang. Dewi pun turut senang karena kini dia yang mewakili Jason untuk menemui keluarga Ismail.

Dewi memilih di bonceng oleh Ismail daripada di antar supirnya dengan mobil, ya itung-itung pendekatan kepada calon menantu. Sepanjang perjalanan jantung Dewi berdegup kencang, bukan karena cara Ismail yang melajukan motornya dengan kencang tapi tubuh hangat dan harumnya Ismail. Pemuda itu tidak menggunakan pafum mahal tapi perpaduan detergen dan keringatnya benar benar tercium maskulin dan seksi.

"Apa ibu lapar?"

Ismail memelankan laju motornya, dia khawatir calon ibu mertuanya kelelahan. Sebenarnya Dewi tidak kelelahan tapi gatal ingin mencecap tubuh Ismail.

"Boleh, bagaimana kalau kita makan dulu?"

Ismail mengangguk lalu menepikan motornya pada warung nasi.

"Issh.... Aku gak mau makan di sini Mail!"

Ismail terkejut dengan sikap manja Dewi.

Astaghfirullah....

Ismail pun menuruti kemauan Dewi dan sampailah mereka pada sebuah cafe yang sedikit tertutup dan temaran.

"Ibu saja yang makan, Ismail belum lapar."

"Loh gimana ini? Aku lapar dan kalau kamu gak makan aku juga gak mau!"

Ih, sejak kapan calon mertuanya merajuk seperti ini?

Ismail menghela napas dan mengalah.
Dewi banyak menceritakan dirinya dan menanyakan hal tentang Ismail, tak ada sedikit pun membahas tentang putrinya apa lagi pernikahannya. Ismail merasa aneh dengan sikap wanita di hadapannya.

"Aku kekenyangan Mail, boleh kita beristirahat dulu di hotel?"

"Hotel?"

"Iya, ayolah sayang." Ismail menggeleng cepat.

"Bu, hari sebentar lagi malam, jarak ke rumah sudah dekat jadi buat apa menginap?"

"Ih, kamu ini enggak peka!"

"Peka apanya, Bu?"

"Jangan panggil aku Bu, rasanya aku sudah tua saja."

"Tapi ibu kan calon ibu mertua saya?"

"Ya sudah-sudah, bikin bete aja. Ayo pulang!"

Ismail pun merasa lega, akhirnya Dewi mengajaknya melanjutkan perjalanan.

*****

Ismail dibuat pusing oleh tingkah Dewi yang kecentilan, Iis tampak risih dengan sikap sok akrab Dewi pada anak dan suaminya. Tapi mau bagaimana lagi, ini pilihan Ismail, demi kebahagiaan anaknya Iis tak bisa menolak.

Orang tua Ismail pun setuju jika ijab kabul di adakan di rumahnya dan resepsi di Jakarta karena mereka tidak suka dengan pesta yang menjurus pada riya.

Ismail pun akan menjemput Patricia dan menitipkannya pada Rusdi, orang tua Zidni. Mereka harus di pisah sampai acara ijab kabul.

Patricia tampak senang, dia benar-benar bahagia akhirnya bisa menikah dengan orang yang dia cintai. Namun kebahagiaannya memudar saat melihat Dewi yan terus memepet calon suaminya. Ismail tampak risih namun Dewi terus memberi perhatian yang berlebihan membuat orang tua Ismail geleng-geleng kepala.

"Mi, sudah, malu!" Dewi menatap anaknya dengan kesal.

"Lah kamu sendiri bukan jagain calon suami, malah bikin Mami repot. Tapi Mami gak keberatan sih!"

"Patricia tidak minta Mami buat urus Ismail."

"Tapi jadi istri itu harus melayani suami dengan baik!"

"Kami belum sah Mi, dan kenapa Mami gak urusin Papi aja?Dia kan suami Mami?" Dewi menatap kesal ke arah Patricia.

"Pantas saja kamu di campakkan Yunus, di lecehkan oleh Alfa dan Albertus karena kamu itu bodoh. Ya bodoh mau saja di tiduri oleh pria yang tak jelas maunya!"

"Ibu cukup!" Ismail yamg baru memasuki ruang makan langsung merangkul Patricia yang tampak shock. Beruntung orang tua Ismail tengah menerima tamu di teras. Jika mereka mendengar bisa-bisa pernikahan ini di anulir.

"Kamu membela wanita ini sayang?"

"Bu, Patricia itu anak ibu dan ibu ini kenapa? Astaghfirullah..."

"Ismail, kita ke depan aja."

Patricia mengajak Ismail kedepan. Patricia bingung, bagaimana cara menghadapi sikap ibunya? Kenapa Dewi seperti tertarik pada calon menantunya dan mau merebut Ismail dari Patricia? Ismail yang melihat kegundahan Patricia hanya bisa menggenggam tangan perempuan itu. Tangan yang terasa dingin seperti es.

Tbc

MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang