28. Hari kebebasan

150 8 0
                                    

Rara menggeliat. Tidurnya nyenyak sekali semalam bahkan ia bermimpi indah. Hidup bersama dengan Rio. Ia lebih mengeratkan pelukannya takut Rio hilang dari mimpinya.

" Uhuk.. uhuk.."

Terdengar suara terbatuk-batuk. Rara kenal sekali dengan suara Rio, tapi itu bukan suaranya. Lalu suara siapa? Perlahan ia membuka matanya. memperjelas tatapannya pada sosok yang dipeluknya erat. Seketika mata Rara terbelalak. Rangga! Pekiknya dalam hati. Hampir saja ia berteriak kalau ia tidak cepat-cepat menutup mulutnya sendiri.

Rara beringsut pelan. Takut sosok di sampingnya itu terbangun. Ia segera berlari ke kamar mandi, tak hanya menyegarkan tubuhnya juga otaknya.
Setelah mandi ia bergegas keluar menemui duo mama yang sudah sibuk di dapur.

" Pagi-pagi udah seger " ledek Yuli.

" Semangat ya kalo masih penganten baru " timpal Irna.

Rara tersenyum kecut mendengar duo mamanya. Dibelakang, tampak Rangga berjalan ke arah dapur. Ia terlihat segar setelah 3 hari beristirahat. Rambut basahnya masih acak-acakan belum di sisir. Duo mama itu cekikikan melihat Rara dan Rangga. Sedang Rara dan Rangga tau apa yang di pikirkan duo mamanya.

" Pagi mommy-mommy Rangga " sapa Rangga menetralkan suasana.

" Udah sehat? " Tanya Irna.

" Udah dong ma! Capek tidur terus "

Duo mamanya tambah cekikikan. Entah apa yang salah pagi itu. Tapi duo mama itu terlihat sangat happy.

" Semoga kita cepet dapet cucu ya besan " colek Yuli dan di Aminkan oleh Irna.

Rangga dan Rara saling pandang. Cucu dari hongkong! Nikah aja pura-pura, gimana punya cucu. Tapi tetap, mereka tak tega kalau harus menghancurkan kebahagiaan duo mamanya itu. Di iyain aja! Mungkin begitu lebih baik.

" Rara, mama hari ini pulang. Kamu kontrol makannya Rangga ya! Inget! Rangga masih belum sembuh total " Yuli mengingatkan.

" Oke ma. Siap! " Jawab Rara semangat.

Akhirnya....! Hari kebebasan tiba! Rara bisa kembali lagi ke kamarnya dan tidak lagi terkurung bersama Rangga di kamar. Tiba-tiba ingatan Rara tidur memeluk Rangga terlintas. Buru-buru di buangnya jauh-jauh dari otaknya. Semoga Rangga tak tahu tentang itu. Bayangkan betapa malunya ia jika Rangga sampai tahu. Rara yang kawatir di apa-apakan Rangga, kenyataannya Rara yang mengapa-apakan Rangga. Rara hanya berharap tidak tidur seranjang lagi dengan Rangga.

Rara dan Rangga mengantar kedepan dan melambaikan tangan pada kedua orang tuanya. Perlahan mobil menghilang di ujung jalan. Rara kembali ke kamar Rangga untuk membereskan barang-barangnya.

" Kenapa buru-buru amat beresinnya? " Tanya Rangga yang melihat Rara mengemasi barang-barangnya dari kamar Rangga.

" Iya.. biar gak ngerepotin kak Rangga. Kak Rangga kan baru sembuh, butuh banyak istirahat. Kalau aku tetap disini, pasti kak Rangga gak nyaman " ucapnya. Padahal dalam hatinya Rara sangat bahagia karna terbebas dari Rangga. Insiden tadi pagi membuatnya sedikit trauma jika berlama-lama dikamar Rangga.

" Aku sama sekali gak keberatan kamu tetap disini. Aku juga gak terganggu kok "

" Masalahnya aku yang terganggu "

Rangga mengerutkan keningnya. " Apa aku mengganggumu? "

" Bukan, justru aku yang mengganggu kak Rangga. Udah ya, pokoknya kak Rangga istirahat aja. Nanti kalau ada apa-apa, kak Rangga panggil aku aja"

" Hm.. padahal waktu kamu tidur disini, aku mimpi indah sekali.. makanya aku pengen kamu tidur disini! "

Rara meliriknya tajam. Ragu ia bertanya " mimpi apa? "

" Mimpi...." Rangga menghentikan ucapannya. Rara dengan penasaran mendengarkannya. " Mimpi..." Rangga terhenti lagi.

" Ish.. mimpi apa? " Rara tak sabaran.

" Mimpi yang seperti nyata " Rangga terkekeh.

Luka Cinta RaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang