68. Pengadilan

1.7K 296 10
                                    

"Saya meminta keadilan atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Panglima Hallstein terhadap Pasukan Kerajaan dan para prajuritnya, terhadap Keluarga Kerajaan, dan terhadap Kerajaan Mirchad dan rakyatnya. Sebagai Pangeran Mirchad saya menuntut pengadilan dibuka saat ini juga dan saya mohon Yang Mulia Raja Wilmar mendengar dan menghakimi."

***

Selama kira-kira setengah menit sejak Meinrad mengucapkan kata-kata itu, seantero ruangan hening senyap, orang-orang diam mematung. Mereka semua tidak bisa memalingkan pandangan dari Meinrad yang berdiri tegap di hadapan Kakaknya. Hilang sudah pangeran acuh tak acuh yang kadang mereka lihat di jamuan-jamuan makan sang raja, digantikan oleh sosok yang mengingatkan mereka pada pujaan para penduduk Stellegrim - sosok yang sudah terlalu lama mereka lupakan.

Dengan dua tepukan tangan Meinrad memanggil seorang pria berpenampilan rapi dan resmi. Di sebelah pria itu seorang pengawal masuk membawa sebuah nampan perak dengan setumpuk kertas dan sebuah kotak tertutup kain di atasnya. Dengan langkah-langkah pasti mereka berjalan mendekati Meinrad, sebelum memberikan salam kepada sang Raja.

Hallstein memicingkan matanya. Dia merasa pernah melihat pria berpakaian rapi itu sebelumnya. Pria itu rasanya...tidak asing.

Tapi di mana?

Suara Meinrad menyela pemikiran Hallstein, saat pangeran itu mengambil kertas teratas dalam tumpukan dengan jari telunjuk dan tengahnya.

"Surat di tangan saya menunjukkan bahwa Hallstein berkomplot dengan pejabat negara lain untuk mengusik perdamaian."

Wilmar mengerutkan dahinya sambil mengambil dan membuka surat itu, membacanya dengan teliti. Meinrad berusaha tidak tersenyum saat mengamati perubahan raut wajah kakaknya. Raja Wilmar membuka surat itu dengan tampang santai, tanpa prasangka, namun seraya ia membaca dan terus membaca, ekspresi wajahnya berubah bingung, lalu...kecewa.

Tidak heran. Selama ini, Hallstein adalah orang kepercayaannya. Tidak pernah terlintas di pikiran Wilmar bahwaw Hallstein akan dengan sengaja membawa malapetaka ke atas kerajaannya. Sebagai tangan kanan dan kerabat sang Raja, tidak ada keraguan sedikit pun di pihak Wilmar bahwa Hallstein bisa dipercaya. Bahkan ketika desas-desus tentang kesewenang-wenangan Hallstein sampai ke telinga Wilmar, sang raja selalu mengabaikannya karena kurangnya bukti. 

Tapi sekarang...

Surat di tangannya jelas-jelas menunjukkan bahwa Hallstein bersekutu dengan Duta Besar Mazares untuk menyingkirkan Putra Agung Artunis, apa pun caranya. Kata-katanya mungkin tidak segamblang itu, tapi rencana mereka jelas-jelas tersirat. 

Sang Raja menoleh kepada Hallstein, seolah memintanya menjelaskan. 

"Adik ipar," ujar Sang Panglima, berusaha untuk terlihat tetap tenang, meski nada memohon terdengar samar dalam suaranya. "Apa pun yang ada di situ tidak benar."

Pembelaan apa pun yang mungkin ada dalam pikiran Hallstein tidak sempat dia sampaikan karena Meinrad segera memotong.

"Saya belum selesai bicara."

Pangeran itu kembali mengambil secarik kertas di atas nampan perak, dan mengacungkannya di hadapan para pejabat kerajaan.

"Setelah memastikan perjanjiannya dengan Mazares, Panglima Hallstein mengirimkan sebuah surat sebagai instruksi lebih lanjut, bersama dengan bahan-bahan yang diperlukan untuk menjalankan rencananya.

"Surat ini," lanjutnya, mengangkat surat yang dia maksud tinggi-tinggi, "adalah surat balasan dari sang duta besar, menyatakan bahwa rencana mereka tidak berhasil."

Wilmar segera mengambil surat yang Meinrad sodorkan dan kembali membaca isinya. Di sana, Mazares menceritakan bagaimana rencana mereka meracuni sang Panglima Pasukan Fajar dengan racun daun kahalu tidak berhasil, dan bagaimana kota Estahr digeledah, serta semua toko obat diperiksa. Mazares juga menyiratkan bahwa ada kemungkinan rencana membunuh Putra Agung tidak diperlukan lagi jika dia bisa memanfaatkan putrinya untuk mendekati sang Panglima. 

Artunis (Artunis #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang