47. Strategi

1.6K 295 5
                                    

Panglima menyandarkan punggungnya di kursi miliknya. 

"Baik, orang seperti apa Hallstein itu?" tanyanya pada Menno.

Sial, di mana kejeniusanku di saat seperti ini? pikir Menno. Ada banyak hal yang ingin ia katakan pada Panglima, tapi dia tidak tahu harus mulai dari mana. Menno juga tidak tahu seberapa jauh Panglima mengetahui kondisi politik dan posisi Hallstein di Mirchad. 

Bila bicara terlalu banyak, Panglima bisa mencurigai identitasnya.

Bila bicara terlalu sedikit, Panglima bisa jadi tidak mempercayainya. 

Rasanya seperti makan buah simalakama. 

"Posisi Hallstein dalam perang ini sudah lemah sejak awal," kata Menno memulai. "Apa Panglima tahu bahwa raja Mirchad kemungkinan besar tidak tahu apa-apa soal perang ini?" 

Panglima mengernyitkan dahinya. 

"Tidak mungkin."

Menno tersenyum puas - senyum yang biasa ia tampilkan saat merasa pintar. 

"Sebagian besar pasukan Hallstein adalah prajurit yang ia bayar sendiri - bukan prajurit resmi kerajaan. Darimana dia bisa membiayai pasukan sebesar itu masih menjadi misteri. Yang jelas Ka-"  Menno berdehem tepat sebelum kelepasan bicara, "Kerajaan Mirchad tidak tahu menahu soal apa yang dia lakukan dengan pasukannya."

"Bukankah Raja Wilmar yang menugasinya ke Vasa?" 

"Dia hanya ditugasi menjaga perbatasan, bukan menyerang Surpara. Bukankah kalian masih punya perjanjian gencatan senjata?"

Panglima tidak terlihat yakin.

"Persekutuan Hallstein dengan Mazares, urusan dia mengirim mata-mata dan pembunuh bayaran, serta semua pertempuran ini hanyalah idenya semata."

"Aku masih tidak melihat kenapa semua ini ada hubungannya dengan apakah aku menyerang Vasa atau tidak. Lebih baik bagi Estahr kalau aku menghabisinya di Vasa, memukul mundur mereka semua dan memastikan Hallstein tidak kembali lagi."

Menno mendesah.

"Makanya seperti sudah kubilang, Panglima tidak tahu orang seperti apa Hallstein. Dia itu ular paling licin di Mirchad. Menyebutnya 'ular' saja membuatku merasa bersalah pada makhluk-makhluk melata itu."

Panglima mulai kehilangan kesabaran.

"Apa sebenarnya yang kamu takutkan?"

Ekspresi wajah Menno berubah serius. Artunis yang sebelumnya duduk santai bertopang dagu kini menegakkan punggungnya.

"Lebih dari seratus tahun yang lalu, walikota di Stellegrim - kota dagang terbesar di Mirchad saat ini - mengajukan peraturan baru sebagai bagian dari revolusi ekonomi di kota itu. Setelah menerima berbagai tawaran dari serikat dagang yang ingin menggagalkan berlakunya peraturan baru tersebut,  Hallstein bekerja membuat rumor, mengirim pembunuh bayaran, dan segala macam akal bulus lainnya, sehingga terjadi kerusuhan di Stellegrim dan walikota tersebut akhirnya harus mundur."

Artunis menghela nafas. Hal tersebut bisa saja terulang di Estahr ketika terjadi wabah seandainya Menno tidak ada di sana. 

"Kasus lainnya terjadi di Creig, kota kecil di perbatasan Mirchad dan Runweld. Sebelum dikirim ke Vasa, Hallstein diminta menjaga perbatasan barat Mirchad. Panglima itu berbuat sesukanya dan menyerang Runweld tanpa peringatan. Panglima yang menjaga Runweld saat itu membalas. Hallstein akhirnya terdesak. Ia kemudian melakukan hal yang benar-benar gila.

"Hallstein membumihanguskan belasan desa di sekitar Creig, membunuh sebagian besar penduduknya, lalu melimpahkan kesalahan pada panglima dari Runweld. Dia mengirim surat kepada Raja Runweld dan menuduhnya melakukan kejahatan perang beserta "bukti" yang sudah dia rekayasa.

Artunis (Artunis #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang