18. Pasukan Fajar

2.1K 316 11
                                    

Sekalipun penasaran, nyatanya menyelidiki kediaman Mazares tidak semudah itu. Duta Besar punya pengaruh yang kuat baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga mengeluarkan surat perintah penggeledahan tanpa bukti yang kuat bisa menjadi masalah besar. Datang tanpa diundang ke rumahnya juga sama sekali tidak mungkin, mengingat hubungan Panglima dan Mazares tidak sedekat itu. Mengunjungi putrinya...

Akan membuat Neria histeris.

Jadi sementara musim dingin berakhir dan musim semi mulai tiba, Panglima memutuskan untuk bersabar dan tidak terlalu memikirkan Mazares.

Daripada Mazares, saat ini lebih penting mewaspadai Hallstein.

Sesuai perintah Panglima, pagi ini Menno berdiri di depan gerbang dengan sebuah buntalan. Panglima mengajaknya ke perkemahan Pasukan Fajar usai sarapan. Tentu saja Menno tidak akan menyia-nyiakan kesempatan seperti ini. Pergi ke perkemahan artinya ia akan melihat Panglima dalam baju zirah lengkap.

Pasti luar biasa.

Panglima mendekati gerbang sambil menggiring dua ekor kuda.  Neria berjalan di belakangnya, membawa buntalan yang besarnya dua kali lipat milik Menno.

Neria dengan cekatan menaiki kuda coklat yang Panglima giring, sementara Panglima menaiki kuda satunya yang berwarna putih.

"Mmm... Kuda untukku?" tanya Menno bingung.

Panglima mengulurkan tangannya, mengajak Menno naik di kuda yang sama.

Neria tertawa kecil.

"Aku mau naik kuda sendiri," jawab Menno.

Mana mungkin ia mau naik kuda yang sama dengan Panglima, sementara Neria naik kuda sendiri.

"Bukannya biasanya kamu bersamaku? Kupikir kamu tidak bisa menunggang kuda."

"Tentu saja bisa. Panglima pikir aku lelaki macam apa?"

"Aku melihatmu tersesat dua kali. Itu lelaki macam apa?"

Neria tidak dapat menahan tawanya. Ia tergelak.

"Kalau begitu Neria berkendara denganku, Menno bisa naik kuda coklat."

Kali ini giliran Neria yang salah tingkah.

"Jangan ah. Seluruh kota akan melihat," bisiknya, namun masih terdengar oleh Menno.

Sudah cukup gosip soal dia menjadi selir Putra Agung. Jangan sampai mereka mendapat 'bukti' juga.

"Aku berkendara dengan Menno saja."

"Tidak."

Panglima refleks menjawab. Ia langsung memerintahkan pelayan terdekat untuk membawa satu kuda lagi dari istal.

"Kenapa tidak? Bukannya biasanya juga aku naik kudanya Askar?" tanya Neria heran.

"Tidak."

***

Menno berdecak kagum melihat perkemahan Pasukan Fajar. Semua sudut tertutup rapat tanpa ada celah keamanan. Setiap prajurit tampak sibuk dengan bagiannya masing-masing tahu persis apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Disiplin dan kekompakan sangat jelas terasa di mana pun Menno berada.

Panglima sedang berada di tendanya, membicarakan soal langkah selanjutnya menghadapi Hallstein. Tampaknya Panglima Mirchad itu berulah selama Panglima tidak berada di perkemahan. Dua regu patroli diserang tanpa ampun, padahal semestinya hal seperti itu tidak terjadi selama masa gencatan senjata.

Hallstein memang tidak berminat menjaga perdamaian. Menyerang dua regu patroli sama saja dengan mengajak berperang. Tindakan Panglima selanjutnya akan menentukan apakah mereka benar-benar akan berperang kembali.

Artunis (Artunis #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang