56. Kyros

1.7K 279 2
                                    

Kapten Kyros adalah salah satu anak buah Panglima Hallstein yang terpercaya dan bisa diandalkan - sedemikian hingga Hallstein mempercayakan pasukan di Vasa ke tangannya. Jago bertarung, berdisiplin tinggi, dan cerdik, Kapten Kyros punya segudang sifat dan bakat yang membuatnya cocok berada dalam dinas kemiliteran.

Sementara Hallstein kembali ke Stellegrim dan akses Vasa - Estahr tertutup, tidak banyak hal yang mungkin terjadi. Yang harus Kyros perhatikan sebagian besar hanyalah masalah internal pasukan. Bukan tugas yang sulit untuk ukuran seorang Kapten. Besar, mungkin, tapi tidak sulit. Ditambah lagi Hallstein tidak berkeberatan memberi hadiah yang setimpal jika Kyros mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Meski begitu, seandainya Hallstein tahu dari mana semua keahlian Kyros berasal, ia bahkan tidak akan membiarkan pria itu ada di pasukannya. 

***

Sementara itu di barak pasukan Hallstein di Vasa...

"Kalau sampai terjadi apa-apa, aku sungguh-sungguh akan membunuhmu."

Raut wajah Artunis benar-benar menyeramkan. Seandainya yang melihat wajahnya sekarang bukan Menno, melainkan para prajurit bawahannya, mereka mungkin akan gemetar. 

Bukannya tanpa alasan Artunis kesal. Menno bersikeras pergi ke Vasa, dan Artunis tentu saja tidak mungkin membiarkan pria tukang menghilang itu pergi seorang diri ke sarang musuh. Bagian itu bukan masalah besar. Yang paling membuat Artunis tidak nyaman adalah bahwa mereka berdua pergi tanpa rencana yang jelas. 

Menno hanya bilang mereka akan masuk ke perkemahan tentara Hallstein, menyelinap ke tenda Hallstein dan mencari beberapa lembar dokumen, lalu keluar dan pergi dari situ. 

Mudah sekali dia bicara. 

Bagaimana cara mereka bisa masuk ke perkemahan tentara? Bagaimana cara mereka bisa menyelinap ke tenda Hallstein? Dan kalaupun berhasil, bagaimana caranya mereka bisa keluar hidup-hidup dari sana? Kalau ditanya seperti itu, jawaban Menno selalu sama.

"Tenang saja, rinciannya bisa kita pikirkan nanti."

Tentu saja Artunis hanya bisa mengikuti sambil menggerutu dalam hati. 

Bala membantu mereka mendaftar sebagai prajurit baru di Vasa, dan memberi mereka masing-masing seragam pasukan Hallstein. Tapi Bala sendiri tidak bisa mengantar mereka. Dia pernah bekerja bagi Hallstein sebelumnya, jelas beberapa orang akan mengenalinya. Lebih baik dia tinggal di rumahnya sambil sesekali mencari kabar mengenai mereka. 

Mereka berdua - Menno dan Artunis - kini sedang 'berlatih memanah' bersama dengan prajurit-prajurit lain di markas pasukan di Vasa. Menno bisa melihat betapa Panglima bosan mengarahkan anak-anak panahnya ke target dan melepaskannya satu per satu. Rasanya hanya dengan melirik Panglima bisa dengan mudah mengenai sasaran.

"Arya, jangan pamer di sini," bisik Menno mengingatkan. "Nanti kelihatan orang."

Artunis merinding mendengar nama samaran yang Menno pilih untuknya dan memilih tidak menjawab. Ia hanya melepaskan satu lagi anak panah, kali ini mengenai lingkaran terluar target mereka. 

"Sudah tahu di mana kemah Hallstein?" tanyanya dengan suara rendah.

Menno mengangguk sambil melepaskan anak panahnya asal. Anak panah malang itu mendarat sebelum mengenai sasaran.

"Kita tinggal menunggu saat yang tepat untuk menyelinap, lalu beres urusan kita."

Yang seperti ini yang bisa membuat umur Artunis pendek. Seandainya tidak ada 'saat yang tepat', apa mereka mau menunggu sampai tahun depan?

Raut wajah Artunis seketika mengeras saat melihat Kapten Kyros mengawasi mereka. Sebagai seorang prajurit sejak muda, Artunis bisa menyimpulkan bahwa Kapten satu ini berbeda dengan bawahan-bawahan Hallstein atau tentara bayarannya yang biasa Artunis lihat.

"Kapten itu memberiku firasat buruk," ujar Artunis sambil menyikut lengan Menno yang memegang busur, membuat anak panahnya lagi-lagi melesat entah ke mana.

Menno berdecak kesal tanpa alasan (toh tanpa diganggu pun sasarannya tidak akan kena), sambil diam-diam mengobrak-abrik memori dalam kepalanya, mencoba mencari mata biru Kapten Kyros yang rasanya pernah dia lihat bertahun-tahun lalu entah di mana. 

***

Seorang prajurit tidak boleh terbawa perasaan. Kasih memikat, hukum menjerat.

Tidak banyak yang bisa Kyros ingat mengenai ayahnya, Panglima tersohor di Mirchad berpuluh tahun silam. Sebagai seorang Panglima yang ditugaskan menjaga perbatasan, beliau tidak sering berada di rumah kediaman mereka, keluarga Grimwald, di Stellegrim. Kyros hanya mengingat bahwa setiap kali ayahnya pulang, ia akan dengan bangga menunjukkan semua hal yang ia pelajari - strategi militer, bela diri, pengetahuan umum, dan lain-lain - untuk membuat ayahnya bangga, dan sang ayah akan dengan senang hati mengajarinya hal-hal baru, memberinya petuah-petuah untuk dipikirkan dan dijalankan. 

Lalu kemudian, sebuah berita menggegerkan ibu kota. Panglima Grimwald yang terkenal selalu memjunjung kehormatan dituduh melanggar aturan militer, berujung kepada tewasnya ribuan pasukan dan warga sipil di perbatasan. Dalam sekejap, seluruh gelar dan pangkatnya dicabut, dan ia sendiri ditahan di penjara bawah tanah di Stellegrim. 

Dua puluh tahun silam, sang ayah menghembuskan nafas terakhir, meninggalkan Kyros yang belum sempat mengembalikan nama baik ayahandanya ataupun menemukan orang di balik tuduhan yang menghancurkan keluarganya. 

Kasih memikat, hukum menjerat.

Ayahnya selalu bilang bahwa seorang prajurit harus selalu berkepala dingin. Terlalu mengasihi orang bisa membuat seseorang tidak lagi menghiraukan aturan yang bisa menjeratnya belakangan. Ayahnya selalu bilang bahwa hal baik harus dilakukan dengan cara yang baik juga, bahwa hal baik yang dilakukan dengan cara yang salah tetaplah salah.

Selama bertahun-tahun Kyros mengikuti ajaran ayahnya, mencari kebenaran yang akhirnya menuntunnya ke Pasukan Hallstein. Tinggal sedikit lagi, dan dia dapat mencapai tujuan besarnya, Menyusup ke dalam pasukan dan mencari kesempatan menemukan barang bukti mungkin bukan cara terbaik untuk mencapai tujuan itu, dan mungkin ayahnya tidak akan merestui pilihannya, tapi...

Berkat hal itu, ia hanya tinggal selangkah lagi ke cita-citanya. 

Kali ini yang akan terjerat bukanlah Kyros, melainkan Hallstein.

***

"Arya, Arya!" 

Panglima yang sedang duduk menyendiri di sudut kemah mendongak sambil menyipitkan mata. Dia sama sekali tidak akan pernah terbiasa dengan panggilan 'Arya' yang Menno pilihkan. Tuan tabib itu beralasan bahwa Arya adalah nama yang sangat umum di Mirchad, sama seperti nama Menno, dan orang tidak akan berminat susah-susah mencari tahu dari mana 'Arya' berasal seandainya pun mereka curiga. Tapi demi angin, apa tidak ada nama yang terdengar lebih baik?

Menno duduk di sebelah Artunis tanpa undangan, seolah yakin bahwa Panglima tidak akan keberatan.

"Ada apa? Kenapa kamu senang sekali?"

"Keberuntunganku luar biasa kali ini." 

Alis Artunis bertaut. 

"Malam ini kamu mendapat tugas jaga 'kan? Kemah Hallstein termasuk dalam lokasi patroli itu juga."

Artunis mengangguk, tapi masih belum bisa menyimpulkan jalan pikiran Menno. 

"Prajurit yang bertugas patroli bersamamu mendadak sakit, dan dia memintaku menggantikannya bertugas."

"'Mendadak sakit'?" tanya Artunis curiga.

Menno berdehem. 

"Pokoknya malam ini kita punya kesempatan untuk menggeledah kemah Hallstein."

Artunis belum yakin, tapi tekad Menno sepertinya tidak terpatahkan. 

"Tenang, semuanya akan baik-baik saja. Dengarkan rencanaku."

***

Author's note:

Akhirnya plotnya jalan! Yay! Chapter berikutnya bakal plot progress lagi. Terima kasih banyak kesabarannya ya. Maaf banget author lagi banyak kesibukan dan distraksi akhir-akhir ini. 

Tunggu terus kelanjutannya. See you next chapter. 


Artunis (Artunis #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang