Jatuh

1.4K 251 31
                                    

Sebuah paket datang ke rumah Hanbin hari ini. Kiriman mainan berupa miniatur bangunan dari ibunya.

"Apa harus dirakit sekarang juga?" Gumam Hanbin memandang bagian-bagian mainan plastik yang sudah berceceran di lantai dan sedang dipegang-pegang Junhoe.

"Akit, Papa. Akit," jawab si balita sembari menyerahkan sepotong mainan pada Hanbin.

"Kalau kau tidak ada kerjaan langsung dirakit saja. Kalau sibuk, nanti saja 'kan tidak masalah," ujar Jinhwan.

"Hmm." Hanbin mengerutkan kening, meraih kertas berisi panduan. "Baby, aku mau kopi," pintanya membuat Jinhwan bangkit dan berjalan ke dapur.

Selagi istrinya menyeduh kopi, Hanbin mulai menyatukan satu per satu bagian mainan mengikuti kertas petunjuk ditemani Junhoe yang sama sekali tak membantu dan cuma berkeliaran memungut dengan asal potongan-potongan mainan lalu diberikan pada sang ayah.

"Junie-ya, ambilkan yang itu," pinta Hanbin ketika melihat bagian yang dia butuhkan namun letaknya cukup jauh dari jangkauan.

"Ini?" Junhoe mengambil potongan yang salah.

"Bukan. Sebelahnya," komando Hanbin.

"Ebeyahna? Ini?" Junhoe masih salah ambil.

"Anni~ satunya. Sebelah kirimu," tunjuk Hanbin gemas.

"Iyi? Mana?" Sang ayah lupa jika buah hatinya belum mengerti tentang kanan dan kiri.

Hanbin mengusek rambut tak sabar, di saat yang sama Jinhwan muncul di pintu dengan membawa secangkir kopi hangat.

"Baby, tolong ambilkan itu!" Pinta Hanbin cepat.

"Ini?"

"Iya, itu!" Pria lebih muda mengangguk.

"Cuni! Mama, Cuni!" Junhoe mendadak meminta potongan mainan yang dipegang ibunya. Jinhwan menyerahkan benda tersebut pada balita yang langsung berlari membawanya ke Hanbin.

"Terima kasih, Junie-ya~" ucap Hanbin membuat anak semata wayang terkekeh bangga.

"Ambin mana, Papa (ambil yang mana lagi, Papa)?" Tanya Junhoe penuh semangat.

"Sebentar." Hanbin menerima cangkir kopi dari tangan Jinhwan.

"Apa itu?" Junhoe mendekat penasaran.

"Kopi. Kau tidak bisa minum ini," jawab Hanbin segera mengembalikan cangkir pada sang istri sebelum anak mereka merebutnya.

"Cuni mau," pinta Junhoe menengadahkan kedua telapak tangan mungil. "Cuceyo~"

"Mama buatkan yang baru untukmu ya. Tunggu sebentar," ujar Jinhwan sambil beranjak, meletakkan cangkir kopi di meja yang tinggi dan pergi ke dapur untuk membuat susu.

Pandangan mata Junhoe lekat pada cangkir di atas meja. Dia melangkahkan kaki-kaki pendeknya tanpa sepengetahuan Hanbin yang sudah kembali asyik merakit mainan.

Bocah dua tahun mencoba memanjat kursi di dekat meja. Dia berpegangan pada kayu di bagian sandaran dan mulai menaikkan satu kaki ke atas.

"Ughh..." Junhoe mengeratkan genggaman tangannya, namun tinggi kursi yang menyamai dadanya masih cukup susah untuk dipanjat sendiri.

"Junie-ya, ambilkan it--" kalimat Hanbin terhenti manakala dia mendongak dan langsung melihat anaknya sedang mencoba memanjat kursi sendirian.

"JUNHOE!" Suara Hanbin meninggi bersamaan dengan kursi oleng sebab kena tarik tangan Junhoe yang berpegangan kuat membuat tubuh mungil itu terpeleset. Kening bocah dua tahun membentur bagian tepi kayu dan jatuh disusul kursi yang juga ambruk di sebelahnya. Untung tidak mengenai balita tersebut.

Young Daddy #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang