Department Store

1.5K 268 33
                                    

Pernah suatu hari Jinhwan menemani belanja mertuanya. Ayah dan ibu Hanbin, beserta Hanbyul si bungsu yang sudah berusia 4 tahun. Hanbin sendiri tidak bisa ikut karena ada jadwal mata kuliah penting yang menentukan kelangsungan hidup SKS-nya, namun dia sudah bilang akan menyusul.

Bersama-sama, Jinhwan serta mertuanya berjalan keliling department store dan memilih banyak barang. Sesekali Junhoe akan rewel minta berhenti sembari tangannya menunjuk mobil-mobilan, kuda-kudaan, serta kereta mini yang hilir mudik menawarkan jasa angkutan satu putaran mengelilingi area perbelanjaan. Lalu ibu Hanbin akan dengan senang hati menuruti keinginan cucunya dan menemani balita tersebut berkeliling naik kereta mini bersama Hanbyul yang sepanjang waktu nampak gemas pada Junhoe, gadis kecil tersebut terlihat tak berhenti menoel-noel kedua pipi gemuk keponakannya.

"Hidup Junhoe tentram kalau seperti ini caranya," desis Jinhwan sembari membalas lambaian tangan buah hatinya yang tersenyum lebar duduk di kereta mini dan sedang bergerak pergi.

"Wae?" Celetuk ayah Hanbin yang sedang istirahat di kursi pengunjung dan bertugas menunggu tas-tas belanjaan.

"Soalnya Hanbin jarang menuruti semua keinginan Junhoe. Dia hanya mengiyakan beberapa. Dia bilang tidak baik terlalu memanjakan anak," ujar Jinhwan.

"Ah, Hanbinie memang begitu. Dia tegas di satu sisi, tapi juga menyenangkan di sisi lain. Sepertinya dia belajar banyak waktu mengasuh Hanbyul, jadi ketika memiliki Junhoe ia tidak kaget."

Jinhwan tersenyum sembari menganggukkan kepala.

Setelah lima belas menit berkeliling, akhirnya kereta mini kembali ke tempat asal dan Jinhwan mengulurkan tangan pada Junhoe yang mengerutkan kening.

"Ciyo~" Jinhwan tidak terkejut saat anaknya menolak untuk turun. Gadis itu menghela napas.

"Junie-ya, keretanya mau istirahat. Keretanya capek, mau bobok dulu." Jinhwan mencoba membujuk.

"Ciyo..." Junhoe cemberut, bergerak menjauhi uluran tangan sang ibu.

"Keadaan begini Hanbin spesialisnya," gumam Jinhwan menyayangkan ketiadaan sosok suami di saat-saat seperti ini.

"Junie-ya," ibu Hanbin ikut membujuk, disusul dengan ayah Hanbin. Namun Junhoe bersikeras tidak mau beranjak.

"Biarkan saja dia naik satu kali lagi," ibu Hanbin menyerah, wanita itu membuka dompet hendak membayar ongkos kereta tapi tangannya dihentikan oleh sang menantu.

"Kalau dibiarkan naik lagi nanti dia makin sulit diajak turun," ujar Jinhwan lantas menoleh pada Junhoe yang masih cemberut duduk di kereta.

"Junie tetap mau di situ? Tidak mau ikut Mama?" Nada suara Jinhwan berubah tegas, wajahnya menjadi kesal.

"Oke, kalau begitu kau di situ saja. Mama mau pergi. Bye bye, Junie-ya." Gadis mungil melambaikan tangan lalu beranjak.

Junhoe memandang punggung ibunya, tak mengindahkan kepergian wanita tersebut. Bocah dua tahun mengira Jinhwan hanya menggertak dan tetap duduk di kereta sambil mengoceh.

"Tut tut tut~ tut tut Tayo~"

Setelah beberapa saat, Junhoe kembali menoleh ke arah Jinhwan pergi dan agak kaget ketika tidak menemukan sosok mamanya.

Mama beneran pergi?

Wajah Junhoe mulai panik, dia memaksa turun dari kereta dibantu oleh petugas.

"Mama..." Muka balita tersebut memerah. Dengan bingung ia mengedarkan pandangan pada banyak orang yang tidak dikenal, bahkan Junhoe sendiri masih merasa asing pada kakek - neneknya dan Hanbyul yang memilih tinggal untuk mengawasi bocah itu.

"Mama...!" Junhoe mengeraskan suara. "Mama!" Kedua mata sudah berair.

"Mamaaa! Huwaaa!" Dan pecahlah tangisannya. Sambil menangis, Junhoe terus memanggil Jinhwan, berlarian di tengah keramaian sembari mendongakkan kepala mengamati muka tiap-tiap orang, mencoba menemukan ibunya.

"Mama! Mama! Mama!" Junhoe makin ketakutan.

"Junie-ya~" suara merdu yang amat dikenal Junhoe membuat balita itu berhenti berlari dan menoleh. Kedua mata berbinar melihat sosok Jinhwan yang jongkok mengulurkan kedua tangan.

"MAMAAA!" Junhoe menangis kencang, dengan sepasang kaki pendek ia berlari dan menubruk pelukan ibunya. Memeluk wanita itu erat.

"Nanti kalau Junie tidak mendengarkan Mama lagi, kau Mama tinggal di sini," Ujar Jinhwan sambil mengangkat anaknya ke gendongan. "Janji sama Mama, kau akan mendengarkan kata-kata Mama. Ne?"

Junhoe terisak. "...ne," jawabnya pelan.
.
.
"Hanbin belum selesai kuliah?" Tanya ibu Hanbin setelah beberapa jam menghabiskan waktu berbelanja dan bermain bersama keluarganya. Hanbyul sudah kelihatan capek dan Junhoe bahkan telah tertidur di gendongan Jinhwan.

"Dia bilang sedang perjalanan ke sini," jawab Jinhwan membenarkan tali gendong yang membelit badan mungilnya. Terus-menerus menggendong Junhoe bukannya tak mungkin membuat ia pegal.

"Sini, berikan Junhoe padaku." Ayah Hanbin mengulurkan tangan, bermaksud menggantikan Jinhwan menggendong cucunya.

"Ah, ne. Terima kasih," gadis mungil membungkukkan badan. Dia membiarkan ayah mertuanya mengambil Junhoe dari gendongan.

"Engh..." Balita dua tahun mengeluh saat tubuhnya berpindah tangan. Mendadak kening Junhoe mengerut dan ia mulai menciumi pundak ayah Hanbin yang menggendongnya. Junhoe membuka mata, menolehkan kepala.

"Papa..." Bocah itu menggumam, mendorong wajah kakeknya dan mulai menangis.

"Wae wae wae?" Jinhwan terkejut anaknya tetap bisa mengenali orang lain meski dalam keadaan mengantuk.

"Mama..." Junhoe merengek ketika dikembalikan ke pelukan Jinhwan.

"Anak ini terlalu pintar," keluh ayah Hanbin. Menantunya cuma meringis menjawab.

"Sini digendong Kakek sebentar. Mamamu capek, Junhoe-ya." Pria itu mencoba membujuk.

"Ani!" Namun dengan galak Junhoe menolak, bahkan dia memukulkan tangan kecilnya ke telapak tangan ayah Hanbin.

"Heh, jangan memukul Kakek. Jangan memukul orang lain," tegur Jinhwan seraya menepuk tangan Junhoe kembali membuat balita itu merengek dramatis.

"Hanbin sebentar lagi datang, Appa. Tidak apa-apa," desis Jinhwan mengulum senyum sambil mencoba membuat anaknya kembali tidur.
.
.
"Maaf, lama menunggu?" Hanbin datang dengan berlari kecil. Matanya membelalak melihat belanjaan kedua orang tuanya yang tergeletak di lantai.

"Eomma memborong apa saja!?"

"Bin-ah," suara kecil Jinhwan membuat suaminya menoleh. Hanbin cepat tanggap dengan ekspresi letih gadis itu. Ia meraih Junhoe dari gendongan Jinhwan, menimangnya sembari mengusap punggung bocah kecil tersebut.

Junhoe terbangun, mengucek mata dan mencium bau orang yang sedang menggendong dia.

"Papa. Ini Papa." Hanbin seolah paham jika buah hatinya sedang mengenali siapa yang memeluk dia.

Junhoe tidak jadi rewel, kembali meletakkan kepala di pundak Hanbin lalu memejamkan mata.

"Ayo pulang," ajak pemuda tersebut. Sebelah tangannya memegang badan Junhoe dan tangan lain meraih dua kantung plastik belanjaan meski sebenarnya ia masih menyandang tas berisi buku-buku serta laptop di punggung.

 Sebelah tangannya memegang badan Junhoe dan tangan lain meraih dua kantung plastik belanjaan meski sebenarnya ia masih menyandang tas berisi buku-buku serta laptop di punggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Young Daddy #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang