Anak-anak wajar penasaran, punya rasa ingin tahu besar, kepo, dan tidak akan berhenti bertanya kalau belum mendapat jawaban yang diinginkan. Terkadang orang dewasa bisa jengkel menghadapi hal itu, terlebih jika rasa penasaran anak-anak dituangkan dalam bentuk kegiatan dan bukan ucapan. Mengambil barang sendiri, menjatuhkan benda, mengacak-acak ruangan, hingga menghilang karena mencari sesuatu, sudah pasti akan membuat orang dewasa kerepotan.
Hanbin mengalaminya, namun dia tidak menjadikannya beban. Karena Junhoe selalu tertarik dan penasaran pada banyak hal, setiap hal, apapun yang ia lihat, dengar, dan rasakan. Hanbin bisa stress kalau terus kepikiran dan mencoba menghentikan kekepoan anaknya sebab rasa ingin tahu tak boleh dipadamkan, masa depan dan kepribadian Junhoe nantinya dipertaruhkan di cara Hanbin menghadapi dirinya saat ini.
Daripada menyuruh Junhoe berhenti bertanya atau melarangnya ini-itu, Hanbin lebih suka mengajak bocah tersebut berdiskusi, menyamakan pendapat, dan supaya dia bisa menyimpulkan sendiri. Tentunya dengan penalaran sederhana (dan super kreatif) ala anak-anak. Karena seperti orang dewasa, anak kecil juga butuh penjelasan dan bukan hanya perintah tanpa alasan. Seperti kasus di suatu hari Junhoe berhasil naik ke kursi yang biasa digunakan Jinhwan untuk dandan lalu meraih alat make up ibunya.
Jangan tanya bagaimana kaget dan kesalnya Jinhwan melihat lipstik, lipbalm, bedak, maskara, foundation, blusher, eyeliner, eyeshadow, dan masih banyak lagi, menjadi mainan anak laki-lakinya. Benda-benda itu terbuka semua tutupnya, bedak tumpah di meja, satu set kuas jatuh berceceran ke lantai di sebelah kotak eyeshadow yang sudah pecah isinya, lipstik patah dan isi lipcream dituang lalu diratakan oleh tangan mungil Junhoe.
Berantakan semua. Namun Hanbin hanya memeluk sang istri, berbisik padanya akan mengantar gadis itu membeli alat make up baru tapi memintanya untuk tidak memarahi Junhoe. Anak-anak tidak paham meski dimarahi seperti apapun, namun mereka akan mengerti jika dijelaskan satu per satu. Dan mereka bisa disiplin jika ditegasi, namun tidak dengan diomeli.
Apalagi berteriak pada anak, jika tidak sangat terpaksa Hanbin tidak melakukannya. Dia lebih memilih membuat Junhoe jera dengan menghukum berdiri diam, daripada berteriak padanya. Meneriaki anak beresiko memutus saraf di dalam otak mereka yang dapat berimbas pada perkembangan fisik, mental, dan daya pikirnya yang bisa saja akan tidak maksimal.
Seperti biasa, jika menghadapi kenakalan Junhoe maka hal pertama yang dilakukan Hanbin adalah menegurnya melalui ekspresi. Dengan cuma diam menatap bocah itu tanpa senyum, Junhoe sudah akan tahu kalau ayahnya sedang marah.
"Apa ini?" Tanya Hanbin menunjuk meja rias Jinhwan yang acak-acakan. Junhoe tidak menjawab, cuma memegang lipstik yang sedang ia cakari isinya menggunakan tangan hingga kesepuluh jari bantet balita itu berwarna merah semua.
"Junie melakukannya sendiri? Naik kursi sendiri?" Hanbin bertanya lagi dan anaknya masih tidak menjawab. Cuma menundukkan kepala sambil sesekali melirik sang ayah.
"Papa~" Junhoe mencoba memanggil, merayu, menyunggingkan senyum mengira ayahnya akan luluh dengan wajah imut tapi Hanbin bergeming. Junhoe semakin takut.
"Junie-ya," pemuda dua puluh tahun melunakkan suara, merendahkan badan sejajar anaknya hingga tidak membuat bocah tersebut mendongak saat menatap dia.
"Menurutmu, Mama itu yeppeo tidak?"
Junhoe mengangguk. "Mama epo."
"Ne, Mama yeppeo. Dan ini semua, bisa membuat Mama semakin yeppo. Benda-benda yang kau mainkan ini." Hanbin memegang wadah bedak, eyeliner, dan lipstik.
"Junie mau melihat Mama semakin yeppeo?"
Kembali Junhoe mengangguk.
"Kalau begitu, JANGAN mainan barang-barang milik Mama. Yang ada di meja ini, JANGAN dimainkan." Hanbin menegaskan kalimatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Young Daddy #2
FanfictionBinHwan (Hanbin X Jinhwan) BNior (JB/Jaebum X Jinyoung) iKon GOT7 GS Buku lanjutan dari Young Daddy. Masih dengan seluruh kegemasan dan keseruan para ayah muda bersama balita mereka.