Hospital (3)

2.1K 216 52
                                        

"Junhoe-ya, annyeong~" dokter wanita yang masih berparas muda dan cantik menyapa dengan senyum ramah serta suara dibuat imut, namun untuk pertama kalinya Hanbin melihat Junhoe tak merespon seperti biasa. Balita itu malah mengerutkan kening, menatap dengan mata menyelidik seolah mencurigai orang di depannya.

Apa dia sadar yang dihadapinya adalah dokter?

"Junie-ya, kau disapa noona yeppeo. Kenapa diam saja?" Tegur sang ayah seraya menyibakkan rambut poni buah hatinya.

Junhoe masih diam, memicingkan mata penuh curiga.

"Junie-ya, balas ucapan noona." Jinhwan ikut membujuk.

"Anon ace--Papa~" kalimat si kecil tidak selesai, keburu ia berbalik meminta berdiri di pangkuan Hanbin.

"Wae wae wae? Noona yeppeo mau ngobrol sebentar denganmu. Kau mau kemana?" Tanya Hanbin heran, sedikit kaget anaknya tak terpengaruh pada kecantikan dokter yang sudah merawatnya sedari ia masih di dalam kandungan.

"Apa dia menyadari sesuatu?" Bisik bu dokter dibalas gelengan oleh Hanbin.

"Padahal aku sudah mengajarinya untuk menyukai semua noona yeppeo tapi kenapa malah tidak ngaruh pada dokter," desis Hanbin mencoba mendudukkan lagi balita dua tahun di pangkuan.

"Itu tandanya dia punya insting yang tajam," sang dokter tersenyum.

"Apa itu bagus?" Hanbin nyengir sangsi.

"Tapi dia benar-benar tumbuh pesat ya. Kemarin saja pipinya tidak sebesar ini." Dokter wanita mengulurkan tangan untuk mengusap pipi gembung Junhoe namun ditepis langsung oleh tangan chubby bocah itu membuat semua orang terkejut.

"Yah, kau menyadarinya? Kau tahu siapa yang ada di depanmu sekarang?" Tanya Hanbin kaget. "Bagaimana bisa? Kau ini masih keciiil~" Dengan gemas dipencetnya kedua pipi Junhoe sekaligus dengan jari tangan.

"Aaa!" Junhoe menepis tangan sang ayah, melepaskan diri dari keisengan pemuda itu dan kembali menatap penuh curiga pada dokter yang terkekeh geli.

"Gwaenchana," sang dokter menyerah. "Apa masalah kalian?" Ia meraih map berisi dokumen keluhan tentang kesehatan Junhoe.

"Kepalanya terbentur kursi?" Wanita tersebut nampak kaget ketika mulai membaca. "Bagaimana bisa?"

"Itu...hehehe," Hanbin nyengir seraya menggaruk kepala yang tak gatal sementara di dekatnya, Jinhwan menghela napas.

"Memang selalu begini kalau mereka bersama. Junhoe pasti jatuh atau terluka," ujar gadis mungil. "Ayahnya ini benar-benar kurang hati-hati." Plak! Sebuah keplakan mampir ke lengan Hanbin.

"Aduh," pria lebih muda mengeluh.

"Mama~" seolah mengerti hal yang barusan terjadi, Junhoe langsung meraih tangan ibunya yang baru saja mampir di lengan sang ayah. Bibir plump balita tersebut cemberut. "Ande~" ia mencicit bagai memberitahu jika kekerasan itu tak baik.

"Ne, Junie-ya. Mama minta maaf, Mama tidak sengaja. Papa, mianhe~" Jinhwan tersenyum, balik mengusap lengan suaminya membuat sang anak ikut tersenyum sambil mengangguk-angguk.

"Eum, cowa (joh-ah/bagus)," komentar Junhoe membuat orang yang melihat tingkahnya langsung terkikik.

"Dia pintar sekali," puji dokter. "Lalu bagaimana setelah dia terbentur? Apa dia menunjukkan tanda-tanda sakit kepala, rewel, muntah, atau sebagainya?"

"Tidak." Hanbin menggeleng. "Dia biasa saja. Main dan makan. Dia tidak terlihat seperti orang sakit. Kami sendiri juga heran, masa' anak segini kepalanya sudah sangat keras?" Pemuda itu menyibak poni Junhoe memamerkan jidat yang ditempeli plester pororo.

Young Daddy #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang