Perfection

104 23 3
                                    

Author : softzeus

Genre: family (darkside)

Cast:
🍁 Xiaojun as Dejun (of WayV)

Seperti biasa, pemuda itu hanya tersenyum tipis mendengar teman-temannya memujinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti biasa, pemuda itu hanya tersenyum tipis mendengar teman-temannya memujinya. Kali ini karena ia berhasil mendapat kan medali di sekolah untuk olimpiade Sains antar negara Asia. Pencapaian tertinggi sepanjang sejarah di sekolah nya.

"Hey bro congratulations!!! Aku ikut senang," Lucas menjabat tangan kecilnya. Dan mengayunkan lengannya kuat.

"Terimakasih," ucap pemuda itu. Dengan senyum sopan.

"Keren kamu Dejun, pasti otakmu itu encer sekali ya. Atau sudah seperti air putih ya?" Celetuk seseorang bernama Mark.

Ketiga temannya tertawa mendengar celetukan Mark. Tapi Lucas lah yang paling besar tawanya, karena menganggap Mark itu konyol sekali.

"Mana ada yang seperti itu, Mark. itu kan cuma istilah," sahut Hendery yang tawanya sudah reda.

Dejun mengangguk setuju dan melanjutkan, "iya, lagipula ini karena do'a kalian semua kok. Tanpa kalian, aku juga tak bisa memenangkan olimpiade."

"Wuaaaah yeoksi," Hendery menepuk punggung Dejun berkali-kali.

"Kamu memang keren Jun, gak heran kalau banyak anak perempuan suka sama kamu," decakan kagum keluar dari mulut pemuda itu.

Mark juga berdecak kagum mendengar ucapannya. Memang, Dejun terkenal dengan sifatnya yang suka sekali merendah. Tapi bukan karena ingin dipuji. Pemuda itu tak begitu suka dipuji.

"Tapi fans ku lebih banyak dari Dejun, ingat itu!" Lucas mengangkat dagu sombong

"Fans kamu masih kalah dengan Kim Yohan, si anak Sains 3 itu. Hahahaha."

"Benar kata Mark, dia juga tidak suka memberi harapan palsu. Tidak seperti kamu!" Ejeke Hendery.

"ENAK SAJA KAMU HENDERY!"

"HAHAHAHAHAHA....."

Dejun langsung mengecek ponsel di saku setelah benda persegi panjang itu berdering. Ada pesan masuk.

Dari sang mama.

Jangan pulang ke rumah, ke rumah nenek saja

Raut wajahnya berubah datar. Senyum tipis yang tadinya menghiasi wajah Dejun memudar. Dengan tenang dimasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya. Tanpa aba-aba, pemuda itu mengatur ekspresinya lagi dengan senyum yang lebih lebar.

"Ayo jalan-jalan, untuk merayakan kemenanganku."

"WUAAAH AYOOOOO."

Syukurlah, tak ada satupun yang menyadarinya.

"APA MAKSUDNYA OLIMPIADE????? KAU SUDAH GILA???"

"ANAKMU BARU SAJA BERHASIL MEMENANGKAN KEJUARAAN ITU!"

"JADI ITU YANG SELAMA INI DIA LAKUKAN?!?! UNTUK APA ITU SEMUA????"

"DIA SUDAH MEMENUHI KEINGINAN MU! JADI YANG TERBAIK DI SEKOLAH!!!"

Setelah itu terdengar isakan dari luar. Tak begitu keras, namun jika mendengar kan dari jendela yang tertutup, akan terasa jelas sekali.

"JADI TERBAIK BAGAIMANA?!?! DIA CUMA DAPAT PERAK. BAGAIMANA BISA DIBILANG TERBAIK?!?!"

Iris Dejun membulat. Matanya memanas mendengar kalimat itu.

"JANGAN MERASA ANAK MU ITU SUDAH BERHASIL HANYA KARENA MEDALI ITU, DIA TAK ADA APA-APANYA DIBANDING AKU."

"SETIDAKNYA DIA TAK GILA SEPERTI KAU!"

Terdengar suara memilukan dari dalam. Bukan teriakan, melainkan saat tamparan mendarat mulus di pipi seseorang.

Tak ada suara teriakan lagi, hanya keheningan yang tercipta. Serta daun coklat berjatuhan lebat dari pohonnya. Suara langkah kaki berderap menjauh perlahan.

Tanda sang ayah sudah tak ada lagi di sana.

Dejun menggenggam erat gagang pintu rumah. Sebisa mungkin tidak membiarkan dirinya goyah dan terjatuh. Tapi bukan hal itu yang ia khawatirkan.

Melainkan sang ibu, orang yang ditampar ayah tadi.

Dejun berlari ke arah sang ibu tanpa melepas sepatu dan tasnya. Memeluk tubuh ibu nya yang bergetar.

"Jun..." sang ibu mendongak. Menatap anaknya yang sedang memeluknya.

Dejun menunduk dan masih memeluk ibunya. Tak berani menatap sang ibu. Pertahanannya tak boleh runtuh begitu saja karena ia laki-laki.

"Selamat ya nak... besok kita jalan-jalan yuk?" Ujar mama sambil tersenyum.

Dejun tak mengatakan apapun. Hanya gelengan untuk menjawab pertanyaan sang ibu.

Perlahan tangan sang ibu membelai kepala putra semata wayangnya. Sangat lembut hingga membuat pelupuk mata Dejun tergenang.

"Kamu hebat sayang... mama bangga sama kamu."

Perkataan itu membuatnya mendongak. Dejun menatap netra mama. Netra yang selalu membuatnya tak pernah merasa sendirian.

"Kalian disini rupanya."

Dejun mendongak, menatap figur papa di depannya. Berdiri angkuh dengan pakaian jas nya serta melipat tangan di depan dada. Wajah tegasnya menyiratkan dingin yang tak terkira. Tatapan tajam dilayangkan ketika Dejun gagal mendapat nilai 100 di mata pelajaran apapun.

"Dasar kumpulan orang tak berguna," desisnya pelan. Setelah itu sang ayah melangkah pergi. Tak menyadari tatapan penuh amarah Dejun.

Netranya menatap figura di dinding. Potert berisi 4 orang yang tersenyum menatap kamera.

Kak, maaf kan aku. Aku gagal menuruti keinginan mu, dengan tak melawan ayah.

"Lalu ayah sendiri? Orang macam apa yang membiarkan anaknya sendiri menderita karena nilai ujiannya menurun?"

Maaf kan aku, win ge.

END

END

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Autumn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang