20 | Frustrating

1.3K 60 0
                                    

Entah sudah yang keberapa kalinya Devian menghela napasnya dengan sedikit kasar sore ini. Seharian ini ia seperti tidak bisa fokus bekerja dengan baik. Pikirannya selalu saja melayang dan berhenti pada masa lalunya dulu yang melibatkan ayah dan juga perusahaan keluarganya.

Ya, Keluarga Grissham. Laki-laki paruh baya yang kemarin datang ke penthouse Devian adalah ayah Devian, John Grissham yang juga notabenenya adalah kepala Keluarga Grissham.

Sebelum Devian bertemu Aaron dan ikut bersama Aaron, Devian selalu membantu ayahnya dalam hal pekerjaan. Itu juga dikarenakan mereka hanya tinggal berdua. Ibu Devian sudah tiada sejak Devian berumur 15 tahun dikarenakan kanker payudara yang sudah diderita selama kurun waktu 4 tahun.

Pada suatu waktu, pernah John mengatakan pada Devian bahwa kelak dialah yang harus mewarisi perusahaannya, karena hanya dialah yang bisa. Tapi sudah beberapa kali John berkata, sebanyak itu pula Devian menolak dengan halus.

Sebenarnya, pada saat Devian memutuskan untuk pergi ke New York dan bergabung dengan Aaron, John tentu saja tak menyetujuinya. Alhasil, mereka berdebat panjang. Namun Devian tetap bersi keras untuk pergi. Dia pergi bukan karena dia ingin meninggalkan ayahnya sendirian. Tapi ia memiliki alasan tersendiri untuk itu.

Dulu John selalu saja meminta agar Devian mempersiapkan dirinya jika kelak John mewariskan aset perusahaan padanya. Tapi Devian selalu menolak dengan alasan dia masih belum siap menanggung perusahaan dan itu memang benar adanya. Ia masih kurang percaya diri.

Berbeda dengan Aaron yang sudah bisa menjalankan perusahaan yang diberikan sejak usia 22 tahun. Bahkan, ia juga sudah bisa memimpin beberapa cabang dan juga mendirikan perusahaan yang lainnya.

Oleh karena itu, setelah bertemu dengan Aaron, barulah Devian punya semangat dan tekad. Ia berkeinginan untuk mencontoh Aaron dan jika nantinya ia sudah siap, ia akan kembali ke London, ke Grissham, dan mengemban amanah yang nantinya ia berikan.

Tapi, untuk sekarang ia masih belum bisa menerimanya. Ia memang datang ke London. Tapi itu karena ia ada tugas yang diberikan oleh Aaron untuk memimpin perusahaan baru ini. Kedatangannya kesini bukan murni keinginannya.

Dering ponsel Devian yang berbunyi keras membuyarkan segala lamunan Devian. Setelah melihat siapa peneleponnya, iapun mengangkatnya.

"Halo?" sapanya.

"Hey, bagaimana kabarmu dan juga perusahaan?" tanya Aaron langsung dari seberang.

"Untuk perusahaan, lebih baik dari sebelumnya dan kau harus berterima kasih padaku. Kalau aku... yah, bisa dikatakan kabarku baik-baik saja," timpal Devian.

"Kenapa? Apa kau sedang ada masalah?" tanya Aaron.

Devian terdiam sejenak. Ia tengah menimang apa sebaiknya ia berbicara pada Aaron atau tidak. Tapi Aaron adalah temannya. Lagipula membicarakannya pada Aaron bukanlah pilihan yang buruk.

"Dad datang menemuiku," ucap Devian kemudian.

"Benarkah? Bukankah itu bagus? Kau senang, kan?" tanya Aaron penuh antusiasme.

Devian menghela napasnya. "Entahlah," timpalnya sambil menyenderkan kepalanya pada sandaran kursi kebesarannya. "Lagi-lagi Dad membahas tentang yang lalu dan itu merusah moodku," lanjutnya lagi.

Aaron tahu arah dan maksud pembicaraan ini. Ia tahu betul masalah keluarga Devian.

"Jadi, apa yang kau jawab? Kau sudah siap?" tanya Aaron.

"Jawabanku masih sama," timpal Devian sedikit lirih.

"Kenapa? Seharusnya kau sudah siap," ujar Aaron.

"Aku tahu. Seharusnya aku memang sudah siap. Tapi entahlah. Aku hanya ingin menikmati yang sekarang dulu," timpal Devian.

"Baiklah kalau itu maumu. Aku tidak ingin memaksamu. Kalau kau memang sudah siap untuk kembali kepada ayahmu, tentu saja aku akan melepasmu. Jadi jangan sungkan," ujar Aaron.

Devian tersenyum sambil mengangguk kecil. "Aku tahu. Terima kasih, Aaron," ucap Devian. "Kau tahu? Kau sepertinya sudah berubah setelah menemukan Lily, ya? Sikap dan sifatmu berubah total," ucap Devian lagi sambil terkekeh.

Devian bisa mendengar Aaron yang terkekeh. "Benarkah? Sepertinya memang begitu," ucap Aaron.

"Aku harus berterima kasih pada Lily, karena sudah membuatmu berubah sedrastis drastisnya," ujar Devian.

"Yah, terserah kau," ucap Aaron. "Oh, ya. Aku dan Lily akan datang ke London besok lusa," ucap Aaron lagi.

"Jadi?" tanya Devian seperti tanpa dosa.

Lama tak ada suara dari seberang maupun dari Devian. Akhirnya, Aaron berseru dengan sedikit kencang dan bercampur dengan sedikit kesal.

"Terserah kau saja! Aku tidak akan menemuimu, moron!"

***

Yocelyn baru saja masuk ke apartemennya saat tiba-tiba notif pesan masuk ke ponselnya. Setelah menaruh tasnya di meja makan, ia mengambil ponselnya dan kemudian membuka pesan masuk itu.

"Selamat malam. Jangan lupa sikat gigimu dan juga berdoa. Oh, ya. Kalau kau melihat keluar jendela kamarmu dan menemukan bintang-bintang yang bertebaran, disanalah aku."

Setidaknya begitulah isi pesan dari Andrew. Ini sudah pesan kedua yang Yocelyn terima hari ini dari Andrew. Tapi Yocelyn tidak membalasnya.

Setelah kejadian dimana Yocelyn menolak Andrew kala itu, kini Andrew justru sering mengiriminya berbagai macam pesan-pesan manis. Jujur, itu membuat Yocelyn merinding. Karena ia tak suka hal-hal yang berbau terlalu manis yang berlebihan seperti ini, padahal dia sangat suka menonton film atau drama romantis dimana si laki-laki akan menyatakan perasaannya dengan segala macam cara yang tak terduga. Alasan lainnya juga adalah entah kenapa Yocelyn merasa semua perkataan Andrew seperti dibuat-buat, alias tidak tulus.

Yocelyn sangat tahu kalau kini Andrew tengah mengejarnya. Pasalnya, sebelumnya Andrew juga sudah mengatakan itu via pesan. Tapi Yocelyn tetap tak peduli. Baginya, Andrew hanyalah sebatas temannya saja, tak lebih.

Tunggu dulu. Seketika Yocelyn memikirkan sesuatu. Jadi... apa ini yang Devian rasakan terhadapnya? Menjadikannya sebagai pengganggu? Tidak, tidak. Mana mungkin dia pengganggu Devian? Dia berbeda dengan Andrew. Yocelyn tidak pernah mengganggu Devian dengan berbagai macam kata manis yang hanya dikirimkan melalui pesan. Yocelyn justru sempat berusaha untuk move on dari Devian, bukan?

"Argh."

Yocelyn merebahkan badannya di sofa panjang yang ada di ruang tengah. Sungguh, memikirkan segala sesuatu secara bersamaan bisa membuat kepala Yocelyn rasanya akan meledak. Contohnya, tentang Devian.

Laki-laki itu memang sudah mendominasi Yocelyn. Ia pikir, ia bisa hidup tenang tanpa Devian disini. Tapi ternyata salah. Devian justru datang ke London dan membuat Yocelyn gagal move on. Walaupun Yocelyn tahu kalau ia tak bisa sepenuhnya menyalahkan Devian. Ini murni kesalahannya sendiri yang memang sudah menambatkan hatinya hanya pada Devian.

"Pulang-pulang dari meeting dengan investor justru jadi terpikir tentang Devian. Sebenarnya setan apa yang sudah merasukiku?" gumam Yocelyn pada dirinya sendiri.

Ya, baru saja ia pulang setelah merampungkan projek pentingnya. Dan kini ia tengah menunggu hasilnya yang besok akan keluar. Tapi ia justru dibuat frustasi tentang Devian.

Argh! Semua ini memang sudah membuatku frustasi!
——————————————————————————
Tbc.
Saturday, 16 November 2019

First Love - Bachelor Love Story #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang