36 | Being Weak is My Weakness

1.1K 61 5
                                    

Author POV

Kedua kelopak matanya perlahan terbuka, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya sekitar. Ia mengedarkan pandangannya ke sepenjuru ruangan. Baunya mencium bau-bau obat-obatan di rumah sakit yang khas. Lalu, tanpa disangka, sosok itupun datang.

Devian. Laki-laki itu menghampiri Yocelyn yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Jika ini mimpi, Yocelyn tak ingin bangun. Tapi, Yocelyn juga sudah memutuskan untuk tidak terlalu berharap pada Devian. Karena dia tahu pada akhirnya akan jadi seperti apa.

"Hei." Devian berbisik menyapa Yocelyn sambil menyunggingkan senyum tipisnya.

Yocelyn berkedip satu kali. Ia masih dapat melihat bekas luka di sudut bibir Devian akibat pertengkaran Devian dengan salah satu reporter tadi.

"Kau baik-baik saja sekarang?" Devian bertanya dengan nada lembut dan walaupun Yocelyn tak mengharapkannya, ia bisa merasakan nada khawatir yang tersirat dari Devian.

Yocelyn tersenyum tipis sembari menganggukkan kepalanya. "Lukamu." Yocelyn berucap lirih sambil matanya masih tertuju pada luka di sudut bibi Devian.

Devian tersenyum hangat. "Ini bukan masalah besar. Tadi aku sudah memberi antiseptik," timpalnya.

Yocelyn mengerti. Iapun hendak beranjak bangun, sebelum tiba-tiba saja rasa pusing yang luar biasa menyergapinya lagi, membuat Yocelyn mau tak mau harus meringis karena rasa sakit itu. Devian yang melihatnya dengan sigap langsung menidurkan Yocelyn kembali.

"Kau perlu banyak istirahat, Yoce," ucap Devian.

"Apa kata dokter?" tanya Yocelyn.

"Dia bilang kau terlalu kelelahan. Bahkan, kau bisa ditebak kalau pola makanmu sangat tidak teratur dan tubuhmu tidak bisa menerimanya," timpal Devian. Yocelyn hanya mengangguk kecil sebagai balasannya.

"Sebenarnya ada apa denganmu, hm?" Devian bertanya dengan nada lembut.

Yocelyn mengalihkan pandangannya pada Devian dan kini mereka bertatapan satu sama lain. Devian tak tahu saja, hanya dengan bertatapan seperti ini bisa membuat Yocelyn tak bisa berpikir dengan jernih.

"Hanya masalah kecil yang belum terselesaikan," timpal Yocelyn dengan cepat sekaligus mengalihkan pandangannya dari Devian secepat mungkin.

"Kau keberatan jika aku membantumu?" tanya Devian.

"Tidak perlu. Kau sudah cukup membantu." Yocelyn menolak dengan halus tanpa menatap Devian.

"Yoce." Tiba-tiba Devian memanggil Yocelyn dengan nama yang tak biasa ia sebut, lagi.

"Yoce," panggil Devian lagi, karena Yocelyn tak kunjung menjawab maupun sekedar menoleh menatap Devian.

Devian hendak membuka mulutnya lagi untuk memanggil Yocelyn yang tak kunjung menjawab panggilannya. Namun, ia terhenti dikala tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka dan seseorang berseru memanngil nama Yocelyn.

"Yocelyn!" seru seseorang itu yang langsung membuat Devian dan Yocelyn menoleh ke sumber suara.

"Andrew? Bagaimana kau bisa tahu aku disini?" tanya Yocelyn penasaran.

"God! Yocelyn! Kenapa... Kenapa kau bisa ada disini? Apa kau sakit parah? Apa ada sakit dalam atau sakit luar? Hm?" Andrew langsung memborong berbagai macam pertanyaan pada Yocelyn dengan tak sabaran. Bahkan, dia terlihat cukup panik, padahal Yocelyn sama sekali tak sakit berat.

Yocelyn menghela napasnya sedikit kasar. "Tidak usah terlalu berlebihan, Andrew. Aku baik-baik saja," timpal Yocelyn sedikit jengah.

"Syukurlah kalau begitu," ucap Andrew lega.

First Love - Bachelor Love Story #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang