Yocelyn POV
Kacau. Semuanya kacau. Semuanya berantakan. Bagaimana tidak? Hari ini seisi kantorku sangat sibuk dan ramai. Dan itu bukan karena kesibukan pekerjaan kami. Melainkan karena berita tentang aku dan Andrew.
Aku juga sudah melihat beritanya tadi pagi. Aku sudah menghubungi agensi Andrew dan juga Dylan, tapi mereka semua tidak bisa dihubungi. Aku bertanya pada Alliane, tapi dia juga tidak tahu apapun. Alhasil, banyak reporter yang mengerubungi perusahaanku dan juga menelepon kantorku. Jika dihitung, sudah ada kira-kira 67 telepon sejak tadi pagi. Dan aku mengabaikan semuanya.
Sedari tadi, aku hanya tertunduk dengan mata yang terpejam dan tangan kananku sebagai penyangganya. Aku membiarkan semua teleponku berdering kencang. Aku mengabaikannya
"Yocelyn!" seru Alliane tiba-tiba sembari masuk dengan sedikit gusar. Akupun mendongak. "Ibumu menelepon," ucapnya.
Aku mengatur napasku sejenak sebelum aku menerima telepon dari telepon yang ada pada Alliane. "Halo?" sapaku sopan.
"Yocelyn! Apa berita itu benar?" tanya ibuku to the point. Yah, berkebalikan dengan ayahku, ibuku sangat tidak suka basa-basi.
"Yakinlah, Bu. Aku dan Andrew hanya berteman. Tidak lebih. Jangan percaya pada reporter," ucapku meyakinkan ibuku yang kini tengah berada di Thailand bersama ayah untuk urusan bisnis. Menyangkut itu, bisa kukatakan orangtuaku tidak pernah ada di rumah. Jadi aku di London hanya seorang diri.
"Apa kau baik-baik saja disana?" tanya ibuku dengan nada khawatir.
"Ya, aku baik-baik saja," timpalku bohong.
"Apa aku perlu mengirim seseorang kesana?" tanya ibuku lagi. Aku sudah bisa menebaknya, kalau ibuku pasti akan menawariku dengan itu, bukan pertanyaan "Apa kau mau ibu dan ayah kesana sekarang?"
"Tidak perlu repot-repot, Bu. Aku bisa mengatasinya," ucapku lagi-lagi berbohong. Akupun juga sebenarnya tidak tahu apa bisa mengatasinya sendirian atau tidak.
Bantuan dari Devian? Tidak. Untuk saat ini, aku tidak ingin menemuinya dulu. Oh, tidak. Tiba-tiba saja aku memikirkannya lagi. Sudahlah!
"Bu, aku harus kembali bekerja," ucapku berpamitan. Dan setelah ibuku juga berpamitan, akupun memutus sambungan telepon kami.
Aku menaruh ponselnya dengan sedikit kencang. Kepalaku terasa sangat pusing sekarang. Kekcauan ini sudah menguras tenagaku dari awal.
***
Devian POV
Aku melihat keramaian di depan mataku dimana sekerumpulan keramaian itu hanya berpusat pada satu tempat. Ya, para reporter tengah mengerubungi perusahaan Yocelyn. Sudah pasti itu karena kabar yang menyangkut Yocelyn dan Andrew.
Tanpa aba-aba, akupun turun dari mobilku. Setelah itu, dengan langkah lebar dan cepat, aku berjalan kearah para reporter itu.
"Tolong segera pergi dari sini!" seruku dengan suara yang sangat keras. Namun para reporter itu tidak ada yang menggubrisku.
Akhirnya, akupun berusaha dengan sekuat tenaga untuk menembus mereka. Sesak. Bahkan sangat sesak. Tapi aku juga mendorong mereka hingga pada akhirnya aku berada di depan mereka.
"Tolong semuanya pergi dari sini! Tidak ada yang bisa kalian dapatkan dari sini, kalian mengerti?!" seruku lagi dengan lantang.
"Siapa kau? Piss off!" seru salah seorang reporter dengan kesal.
Aku menghela nafasku kasar. "Dengar! Aku yakin kalian, sekerumpulan orang yang hanya haus akan berita yang belum tentu kebenarannya, tidak akan mendapatkan apapun dari sini! Jadi, pulanglah!" seruku lagi.
"Kau tidak berhak menyuruh kami! Kau bukan atasan kami!" seru salah seorang reporter perempuan.
"Jadi, apa aku harus menghubungi atasan kalian? Kalau begitu jadinya, mungkin aku akan mengatakan kalau kalian sudah bertindak dengan tidak sopan dan menyerang salah seorang klien!" seru Devian.
Para reporter itupun terdiam. Namun, tiba-tiba salah seorang reporter dari mereka maju ke depan dan menghadap Devian dengan lagak menantang.
"Apa kau mengancam kami?" tanya reporter laki-laki itu dengan nada kesal.
Devian menghela nafasnya jengah. "Aku tidak akan mengancam kalian kalau kalian menurutiku seperti yang kukatakan tadi," ucap Devian mantap.
Reporter laki-laki itu tersenyum sinis. "Kalau begitu, aku tidak punya cara lain selain melawanmu," ucapnya.
"Tolong pergi saja dari sini. Aku tidak ingin mencari gara-gara denganmu," ucap Devian sambil mendorong kecil reporter laki-laki tadi.
"Jangan sentuh aku, asshole!" seru reporter laki-laki tadi sambil berteriak dan juga mendorongku dengan kasar, sehingga akupun terhuyung ke belakang.
Devian tersenyum sinis sambil membenarkan pakaiannya. Kemudian, ia menatap reporter itu dengan tajam dan menghampirinya."Kau tahu? Biasanya aku tidak seperti ini. Salah satu prinsip dari sekian banyaknya prinsip hidupku, adalah disaat orang berbaik hati padaku, maka aku akan memperlakukan mereka sebaik mereka memperlakukanku, atau mungkin bahkan lebih baik," ucapku.
"Apa kau tahu kebalikannya?" tanyaku sinis. "Kalau ada seseorang mempelakukanku semena-mena..." Aku menggantung kalimatku. Kemudian, aku melanjutkan kalimatku, dengan berkata, "Maka aku tak segan-segan membalasnya dengan lebih kasar!"
BUGH!
***
Yocelyn POV
"Yocelyn!" Di tengah-tengah frustasinya diriku, tiba-tiba Alliane masuk ke kantorku tanpa mengetuk dan berteriak seperti orang kesetanan.
"Kenapa?" tanyaku bingung.
"Ada kerusuhan di lobby!" seru Alliane menjawabku. Spontan, akupun langsung beranjak dari kursi kebesaranku. Aku dan Alliane berlari kecil menuju lobby dimana barusan Alliane melaporkan ada kerusuhan disana.
Benar saja. Kulihat dari kejauhan, ada banyak orang yang tengah berkumpul disitu. Akupun berlari mendekati mereka dan menembus kerumunan hingga pada akhirnya aku dapat menyaksikan pertengkaran antara dua orang laki-laki yang saling adu tonjok. Akupun tercekat saat aku melihat dan mengenali salah satu dari mereka.
"Devian!" seruku.
Pertengkaran pun berhenti. Laki-laki yang kupanggil tadi menoleh menatapku. Dapat kulihat dengan jelas darah dari luka-luka akibat pertengkaran mereka. Oh, demi Tuhan, aku benci melihat luka, apalagi itu terjadi pada Devian!
"Apa yang kau lakukan, ha?!" seruku kesal sambil menghampirinya. Jujur, sebenarnya aku ingin saja menangis saat bisa kulihat dengan jelas darah mengalir kecil dari sudut bibirnya yang sobek. Tapi, amarahku justru menguasai diriku.
"Kenapa kau datang kesini dan membuat keributan di kantorku?" tanyaku dengan suara meninggi. "Tidak cukupkah semua kerusuhan hari ini, ha? Kenapa kau justru semakin memperkeruh semuanya? Kenapa kau tidak pergi saja? Coba saja kalau kau tidak datang ke kehidupanku, pasti semuanya tidak akan terjadi."
Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba saja aku meluapkan seluruh emosiku pada Devian. Aku tidak tahu kenapa aku menyalahkan semuanya pada Devian, padahal Devian tidak tahu menahu tentang apapun. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba air mata ini keluar begitu saja. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi berikutnya, karena yang kurasakan berikutnya hanyalah pandangan yang buram yang kemudian disusul dengan kegelapan.
——————————————————————————
Tbc.
Friday, 24 January 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love - Bachelor Love Story #2
Romans(COMPLETED) Second series of Bachelor Love Story Yocelyn Willson, seorang CEO perempuan muda perusahaan majalah fashion ternama di Inggris, percaya akan cinta pertama. Pertemuan pertamanya dengan Devian Grissham, laki-laki yang penuh dengan humor, s...