"Menyingkirlah! Pergi!" pekik seorang wanita sambil mendorong wanita berbadan kecil dan berkacamata bulat dengan rambutnya yang selalu dikuncir kuda. Wanita itu jatuh ke lantai lorong sekolahnya.
"Hei, Jelek! Kenapa kau masih di sekolah ini? Bukannya aku sudah bilang untuk pindah dari sini?" ucap wanita yang mendorong tadi.
"Aku... tidak mungkin pindah. Aku tidak mau. Jangan ganggu aku, Roxie!" seru wanita yang sudah jatuh terduduk di lantai pada wanita di depannya.
"Wah, rupanya berani juga Yocelyn ini, ya? Bagusnya kita apakan, nih, Roxie?" ucap wanita lain pada Roxie, wanita yang tadi mendorong Yocelyn jatuh.
"Seperti kalian tidak tahu saja tugas kalian seperti biasanya," ucap Roxie dengan seringaiannya. Teman-temannya yang lain mengerti maksud Roxie. Segera, mereka membawa Yocelyn ke kamar mandi dan menguncinya di dalam. Hal ini sudah biasa terjadi pada Yocelyn. Ia memang menangis, tapi bukan karena ketakutan di kamar mandi itu. Melainkan, fakta kenapa dirinya yang selalu diperlakukan seperti ini oleh teman-temannya. Ini sungguh menyakitkan.
"Keluarkan aku! Keluarkan aku! Tolong!"
"Hah... hah... hah..." Yocelyn bangun dengan nafas yang tersenggal-senggal dan peluh di wajahnya. Ia pun langsung beranjak ke kamar mandi di dalam kamarnya dan mengaca.
"Roxie."
***
Devian melihat sebuah undangan berwarna merah yang elegan. Tertulis di depan undangan itu nama Devian dan pengirimnya adalah Aaron dan Lily. Devian membuka undangan itu. Di dalamnya tertulis isi dari undangan itu, yang tak lain adalah mengenai pertunangan Aaron dan Lily yang akan diadakan besok.
Aaron dan Lily memang sempat ada di London dua hari kemarin untuk berlibur. Tapi Devian tak sempat menemui mereka. Tak disangka, justru besok lusa mereka berdua akan bertunangan.
"Rupanya dia sudah tidak bersabar lagi," gumam Devian sambil tersenyum geli.
Tetapi, di dalam undangan itu juga terdapat secarik kertas. Di kertas itu terdapat tulisan yang Devian duga adalah tulisan Lily. Devian membacanya, yang ternyata di tulisan itu Lily menyuruh Devian untuk datang bersama Yocelyn besok lusa.
Devian masih sedikit berpikir. Apa dia mau datang bersamanya? Setelah kemarin perlakuannya pada Yocelyn? Devian pikir, mungkin Yocelyn sudah sakit hati karena kemarin.
***
Ting tong. Bel berbunyi dan Yocelyn pun langsung membuka pintu apartemennya. Tampak di depannya Devian dengan pakaian kasualnya.
"Hi," sapa Devian sedikit kikuk.
"Devian?" ucap Yocelyn yang seperti menyadarkan dirinya sendiri kalau yang datang itu memang benar Devian.
"Boleh aku masuk?" pinta Devian.
"Ya, tentu," ucap Yocelyn sambil membuka lebar pintunya dan Devian pun berjalan masuk. "Kau mau minum apa? Coffee? Tea?" tawar Yocelyn.
"Coffee, please. Terima kasih," timpal Devian sambil berjalan menuju sofa.
Yocelyn pun mengiyakan dan langsung menuju dapur untuk membuatkan secangkir kopi. Akhirnya, kesadarannya sudah pulih. Saat Devian menampakkan batang hidungnya di depan apartemen Yocelyn tadi, Yocelyn sempat tidak percaya. Selama beberapa detik, Yocelyn tak bisa mempercayainya. Untungnya ia bisa langsung sadar dan mengontrol dirinya kembali.
"Ini," ucap Yocelyn sambil menyerahkan secangkir kopi kecil ke depan Devian. "Jadi, ada perlu apa?" tanya Yocelyn dan kemudian Devian langsung menyesap kopinya.
"Dari Aaron dan Lily," ucap Devian kemudian sambil menyerahkan sebuah undangan berwarna merah elegan.
Yocelyn mengambil undangan itu dan kemudian membacanya. "Mereka benar-benar sudah serius, ya?" gumam Yocelyn sambil tersenyum geli.
"Ya. Pasti Aaron sudah tidak bisa sabar lagi," gurau Devian menanggapi Yocelyn dan Yocelyn pun juga tertawa geli. Seketika keadaan pun hening kembali.
"Um, Lily memintaku untuk datang bersamamu besok," ucap Devian sedikit ragu setelah beberapa detik mereka terdiam.
Yocelyn memang sedikit terkejut. Tapi ia sudah tahu maksud Lily apa. Temannya itu memang.
"Oke," timpal Yocelyn singkat sembari manggut-manggut. Kemudian hening lagi. Entahlah. Mereka biasa disebut Aaron dan Lily adalah yang paling berisik. Tapi nyatanya sekarang semua terbalik.
Lima detik.
Sepuluh detik.
"Aku minta maaf," ucap Devian tiba-tiba. "Untuk kemarin."
Yocelyn mendongak. Ah, iya. Yocelyn ingat. Tapi kenapa Devian minta maaf padanya? Yocelyn justru tak mengerti tentang itu.
"Tidak apa-apa. Aku memakluminya," timpal Yocelyn. Aih, sejak kapan Yocelyn berubah menjadi wanita yang mudah gugup seperti sekarang?
"Apa lukamu baik-baik saja?" tanya Yocelyn cemas sambil meneliti luka yang kemarin ada di sudut bibir Devian.
"Ya, sudah mulai membaik. Aku sudah mengoleskan obat," timpal Devian sambil mengusap lukanya akibat tamparan keras dari John.
Yocelyn bisa melihatnya. Luka itu memang sudah lebih baik dari kemarin. Syukurlah.
"Um, sebaiknya aku pulang dulu. Kau juga harus bersiap-siap untuk besok." Devian berpamitan dan bangkit dari kursinya.
"Ya, kau benar. Aku harus melakukan ini dan itu," timpal Yocelyn sedikit canggung. "Terima kasih karena sudah memberitahuku," lanjutnya sambil mengantar Devian menuju ambang pintu.
"You're welcome," ucap Devian. "Terima kasih juga untuk kopinya. Kau tahu? Kau bisa menjadi barista, Yocelyn," canda Devian.
Yocelyn terkekeh kecil. "Benarkah? Aku khawatir kalau aku meracuni mereka nantinya. Bahkan tadi aku sudah memasukkan beberapa di kopimu. Kau tidak merasakannya?"
"APA?!" Tiba-tiba Devian memekik kecil.
"Hahahaha!" Tiba-tiba saja Yocelyn tertawa lepas setelah melihat wajah Devian yang seperti orang ketakutan. "Kau... wajahmu... kau percaya kataku? Wajahmu sangat lucu, Devian!" seru Yocelyn di sela-sela tawanya.
"Kau ini temanku atau bukan, ha?" pekik Devian kesal.
Tawa Yocelyn pun mereda. "Apa?"
"Leluconmu sangat tidak lucu," gerutu Devian kesal sambil mendengus.
"Memangnya aku tidak boleh membuat lelucon? Apa hanya kau saja yang boleh?" ucap Yocelyn tak kalah kesal.
"Sudahlah, aku pergi dulu. Aku harus mendinginkan kepalaku," ucap Devian dan kemudin berbalik.
"Dasar pemarah!" bisik Yocelyn sedikit keras.
"Aku bisa dengar itu!" seru Devian berbalik sambil menunjuk pada Yocelyn. Sementara Yocelyn hanya menjulurkan lidahnya dan tertawa mengejek. Devian hanya bisa menggelengkan kepalanya karena itu dan kemudian pergi.
Fiuh. Detak jantung ini. Hati ini. Perasaan ini. Semuanya tak menentu.
"Apa yang kau harapakan darinya, Yocelyn? Dia hanya menganggapmu teman. Tidak lebih."
——————————————————————————
Tbc.
Wednesday, 11 December 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
First Love - Bachelor Love Story #2
Romance(COMPLETED) Second series of Bachelor Love Story Yocelyn Willson, seorang CEO perempuan muda perusahaan majalah fashion ternama di Inggris, percaya akan cinta pertama. Pertemuan pertamanya dengan Devian Grissham, laki-laki yang penuh dengan humor, s...